Share

Catatan Rumi
Catatan Rumi
Penulis: Siti Maisyaroh

Prolog

"Sayang, nanti anakmu ini mau kasih nama apa?" seorang wanita cantik tengah berbaring dengan kondisi perutnya yang sudah besar, mulai menanyai persiapan-persiapan apa saja yang akan mereka lakukan setelah anaknya lahir nanti.

Wanita itu bernama Letty Asmara. Seorang model anggun dengan bentuk tubuh body goals, paras cantik jelita serta senyumnya yang memikat, memutuskan menikah dengan seorang pria pengusaha properti terkenal bernama Hamdi Alana empat tahun yang lalu.

Bukan suatu hal mudah bagi mereka berdua untuk bisa mendapatkan anak emasnya ini.

Perlu banyak cara dan konsultasi ke dokter tentang bagaimana dan apa saja hal-hal yang harus dilakukan agar istrinya bisa cepat mengandung.

Karena waktu itu setelah mereka menikah beberapa bulan, Letty pernah hamil tapi hanya berselang empat minggu, janinnya keguguran sebab dirinya terlalu banyak kegiatan dan kandungannya pun lemah menurut dokter.

Dan atas kejadian yang menimpa Letty, sulit lagi bagi dirinya untuk kembali hamil hingga tiga tahun setelah itu, melalui banyak perjuangan juga, mereka berdua akhirnya bisa kembali mengabarkan kabar bahagia kepada kedua keluarganya masing-masing bahwa Letty sudah mengandung dua bulan.

Kehamilannya kali ini begitu mahal dan penuh kasih sayang dari sang Ibu wanita atau pun pria.

Letty dimanjakan dengan penuh cinta dari keduanya. Dia tidak boleh banyak beraktivitas. Bahkan dia sendiri resign dari pekerjaannya sebagai model.

Semuanya Letty korbankan demi ingin mempertahankan anak yang ada di dalam kandungannya itu.

"Em, apa ya?" ujar Hamdi sambil menggantungkan jasnya ke dalam lemari. "Tapi kan aku juga nggak tahu jenis kelamin anak kita itu apa."

"Iya juga sih. Tapi coba kamu tebak anak kita bakal lahir cewek atau cowok?"

Hamdi menghampiri istrinya di kasur. Seperti biasa setelah pulang kerja, dia selalu mengecup kening Letty dan tak lupa mengelus perut istrinya yang sudah tinggal menghitung hari lagi akan mengeluarkan bayi kecil hadiah dari Tuhan.

"Aku sih terserah mau anaknya cewek ataupun cowok. Tapi kalau kamu nyuruh nebak, menurut aku sih, cowok. Aku rasa kayaknya cowok. Kalau kamu?"

"Ih engga. Aku maunya cewek. Kan dari dulu aku bilang kalau anak kita itu pasti cewek."

Hamdi mencubit gemas pipi Letty. "Keinginan itu memang suatu hal yang wajar. Tapi jangan sampai kamu meyakinkan diri kamu sendiri kalau anak kamu ini bakalan lahir cewek. Kita kan nggak tahu dia cewek atau cowok. Lagipula dari dulu aku minta kamu buat USG, tapi kamu nggak mau terus."

"Ya kan sengaja biar surprise. Biar nanti semuanya kaget anak kita bakalan cewek atau cowok. Tapi menurut aku sih cewek deh. Udah pasti cewek."

Pria itu tersenyum. "Sampai seyakin itu?"

"Iyalah. Aku kan udah beli baju-baju cewek juga yang lucu dan pink gitu. Belum lagi aku juga udah nyiapin mainan-mainan yang pasti bakal seru banget buat dia." jawab Letty dengan yakin.

"Terus kalau misalnya anak kita pas keluar tiba-tiba cowok, gimana? Kamu mau apain baju-baju cewek yang udah kamu beli sebanyak itu?"

"Ah engga. Pasti cewek."

Hamdi menghela napas dengan berat. Lagi-lagi dia harus sabar menghadapi sikap istrinya yang terkadang keras kepala seperti ini.

"Aduh sayang. Jangan gitu. Pokoknya, nanti kita harus bersyukur anak kita mau lahir cewek atau cowok. Karena semuanya sama. Tinggal kita yang mendidik mereka tentang bagaimana caranya menjadi anak yang baik dan membanggakan kedua orang tua. Ya?"

Letty mengangguk kecil dengan raut cemberut. "Iya deh. Gimana kamu aja."

"Ya udah. Aku mau mandi dulu ya." Hamdi berdiri lalu membawa handuknya.

Tapi ketika dia akan masuk ke kamar mandi, dia mendengar Letty kesakitan sambil memegangi perutnya.

Pria itu sontak melemparkan handuk kemudian  berlari menemui istrinya. "Ada apa?" tanyanya dengan khawatir.

Letty terus meringis kesakitan. Dia merasakan mules yang luar biasa seperti sesuatu yang ada di dalam perutnya ini memaksa dirinya untuk keluar.

"Ya Allah. Air ketuban kamu pecah!" Hamdi semakin berkeringat ketika melihat istrinya sudah mulai lemas.

Dengan sigap pria itu menggendong istrinya turun ke bawah untuk segera dilarikan ke rumah sakit.

Untung saja jalanannya lancar hingga dia bisa membawa istrinya tepat waktu.

Dengan perasaan yang kalut dan takut, dia menelepon satu persatu keluarganya untuk bisa datang ke sini.

Entah dari keluarganya sendiri ataupun dari keluarganya Letty.

...

Setelah tiga puluh menit menunggu, ibu dan mertua Hamdi akhirnya datang.

Mereka terus menanyai kondisi Letty yang masih berada di dalam ruangan.

"Ketubannya pecah pas di rumah, Bu." jawab Hamdi sambil menangis. "Kita berdoa saja supaya Letti nggak apa-apa."

"Aamiin ya Allah. Semoga semuanya dimudahkan." jawab mertuanya dengan raut khawatir.

"Kemana Anggi?" tanya Hamdi kemudian pada ibunya sendiri. Anggi ini adalah adik kandungnya yang baru menikah beberapa bulan yang lalu.

"Dia katanya akan segera kemari. Suaminya lagi minta izin sama bos buat minta izin cuti."

"Oh iya."

"Tapi pas Letty ke sini, dia masih sadar kan?" ibunya Letty terus mencemaskan keadaan anaknya yang sedang berada di dalam ruangan sana.

Dia berjuang sendirian, untuk bisa mengeluarkan hadiah yang telah sekian tahun mereka harapkan.

"Alhamdulillah, Bu. Dia masih sadar cuma agak lemas. Bibirnya juga pucat banget. Ta-"

Ceklek!

Suara pintu terbuka seketika mengalihkan perhatian mereka. Semua orang yang duduk spontan berdiri lalu menghampiri dokter wanita itu.

"Gimana dok? Apa istri dan anak saya selamat?"

"Alhamdulillah. Dengan izin Allah anak dan istri bapak selamat." jawabnya dengan ramah yang membuat semua orang ikut lega sambil tak henti-hentinya mengucapkan kalimat hamdalah.

"Eh, em. J-jenis kelaminnya apa dok?" tanya Hamdi penasaran.

"Selamat, ya. Anak bapak laki-laki."

"Ya Allah." tangis haru tiba-tiba jatuh dari mata seorang Hamdi yang kini sudah menjadi seorang ayah. Ibu dan mertuanya pun tak luput bersyukur kepada Allah karena semuanya sudah dipermudah.

Tangisan bayi juga sudah terdengar di dalam sana yang membuat hati mereka bergetar.

Tak sabar ingin menggendong, tak sabar ingin memberi ciuman pertama dan tak sabar ingin memberikannya azan.

"Kalau begitu apa kami boleh masuk?" tanya ibunya Hamdi.

"Boleh, Bu. Silakan." 

Tanpa ba-bi-bu, ketiga orang itu lantas masuk menemui anak, istri, dan cucu mereka yang sangat dinanti-nantikan kehadirannya.

"Ya Allah anakku." Hamdi menyambutnya dengan isak tangis penuh haru. Dia terus menciumi anak tampannya yang begitu gagah dan manis.

"Gimana nak prosesnya tadi?" ibunya Letty menanyakan perihal itu kepada anaknya.

Letty hanya terdiam dengan wajah kesal. Dia sama sekali tak ingin melirik anak yang baru saja ia keluarkan dari perutnya tadi.

"Ganteng banget kamu, nak. Mirip banget sama ayah."

"Kenapa harus cowok?" ujar Letty sedikit teriak. "Aku pengennya cewek."

"Eh jangan gitu." sergah sang ibu. "Mau anak cewek, ataupun cowok itu sama aja."

Letty diam dan tak menjawab apa-apa.

Ibunya Hamdi tersenyum kecil lalu menghampiri sang anak yang masih terus menggendong  cucunya itu dengan penuh kebahagiaan.

"Masya Allah. Ganteng banget ya. Mirip ayahnya."

Hamdi tertawa kecil. "Iya, Bu. Hidungnya juga mancung."

"Ngomong-ngomong kamu udah siapin namanya belum?"

"Udah, Bu."

"Siapa?"

"Rumi."

...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status