Share

Bab 9. Pelukan

“Maaf ya, Tuan.” Gadis itu mendekat, lalu mulai memijat tengkuk leher Tuannya. Baru saja satu  pijatan mengenai tubuhnya, Aksara langsung menghindar. Ia merasa aneh pada dirinya. Suatu sengatan yang tak diinginkan kembali hadir. Padahal, ia kerapkali melakukan pijat di tempat massage.

“Maaf, Tuan, apa ada yang salah?” tanya Celine terkaget.

“Ada. Kamu salah, diam-diam mencuri hati saya,” batin Aksara. 

“Saya takut kamu meminta imbalan,” ucap Aksara yang terkesan dingin dan berlalu begitu saja. 

Celine mematung. Ia masih bingung dengan tuannya yang selalu berubah sikap dengan cepat. Terkadang hangat dan terkadang galak seperti macan. Seperti ini tadi, bukankah tuannya yang meminta? Lalu imbalan, bukankah Celine tak pernah memintanya? Andai pun iya, sudah pasti Aksara sanggup membayarnya, karena hartanya yang berlimpah.

Gadis itu menggeleng. Ia mengambil cangkir kotor bekas Tuannya. Membersihkan benda tersebut dan kemudian masuk ke dalam kamarnya. 

***

Celine menyiapkan sarapan lebih awal. Ia teringat dengan pesan Tuannya kalau hari ini akan masuk kerja lebih cepat. Dilihatnya jam yang menggantung di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Tapi, tuannya belum juga tiba. 

Gadis itu mengayunkan langkah menuju kamar. Ia mengetuk pintu berkali-kali. Namun, sama sekali tak ada jawaban dari sebrang sana. Ketika tangannya mulai memutar gagang pintu. Justru benda persegi panjang itu sedikit terdorong dan membuka. 

“Ya Tuhan, apa Tuan akan marah?” ucapnya lirih bermonolog. 

Dilihatnya ruang pribadi majikan itu. Tertata rapi dan terlihat sangat bersih. Celine memang turut membersihkan semua bagian ruangan di rumah ini, terkecuali kamar besar Aksara. Tempat itu terlalu privasi hingga tak ada yang berani masuk. 

“Tuan, ini Celine, Tuan. Tuan sudah bangun belum?” tanya gadis itu. 

Tak ada jawaban, melainkan dengkuran halus yang terdengar. 

Celine mulai memberanikan diri untuk melangkah. Ia mengayunkan kakinya untuk masuk. Dengan ragu, netranya menjelajah mencari sumber suara berirama itu. Majikannya tengah tertidur pulas dengan tangan direntangkan, mengisi semua ranjang besarnya. 

“Tuan, bangun, Tuan, ini sudah pagi,” ucap gadis kecil itu dengan ragu. Tak ada respon, melainkan suara dengkuran yang menjawab. 

Celine kembali melangkah, mendekatkan diri ke tubuh gagah tinggi majikannya. Dilihatnya wajah yang tengah tertidur pulas. Cambang halus, hidung mancung dan alis yang tebal. Gadis itu tersenyum kecil. 

“Ya Tuhan, apa yang saya lakukan?” ucap Celine lirih. Baru saja berlaku kurang sopan kepada orang yang seharusnya dihormati. 

“Tuan, ini sudah pagi. Maafkan saya bangunin, Tuan. Ini perintah Tuan semalam. Bangun, Tuan.”

Lagi-lagi tak ada jawaban. 

Semalam Aksara memang lembur sampai larut. Aplaagi efek kopi itu begitu berpengaruh untuknya. Hingga dini hari, ia belum bisa terlelap. 

“Tuan.” Kali ini Celine mencoba menyentuh lengannya. 

“Bangun, Tuan.”

Tanpa sadar Aksara menarik lengan yang memegangnya, di mana tubuh kecil itu justru terperangkap ke dalam dekapannya. Mimpinya terlalu jauh, di mana ia bersama istrinya dan sedang bermanjaan kepada kekasih pujaannya itu. Ya, dia begitu menyayangi wanita yang telah melahirkan Denim ke dunia. 

“Tuan, lepaskan! Celine tidak bisa nafas,” ucap gadis itu dengan nafasnya yang tersengal. Pelukan erat itu membuat saluran pernafasan sedikit terhambat, ditambah lagi berada dalam posisi itu membuat Jantung Celine tidak baik-baik saja. 

Aksara membuka pelupuk matanya. Ia terkejut dengan apa yang dilihatnya. Gadis yang selama ini mulai mengisi hatinya, berada tepat di atas tubuhnya. 

“Celine, apa yang kamu lakukan?” 

Aksara melerai pelukan ke tubuh gadis itu.

Ya, meskipun ia sadar kalau dia yang memeluk. Tapi baginya, Celine lah yang bersalah. 

“Maaf, Tuan. Bukan niat saya kurang ajar. Saya hanya berniat membangunkan tuan.”

“Kamu ... Masuk kamar saya?” tanya Aksara dengan nada meninggi.

Tubuh Celine gemetar hebat. Ia sangat ketakutan mendapati majikannya yang marah besar. Kalimat pembelaannya pun terasa masih salah untuk lelaki arogan di depannya. 

“Maaf, Tuan. Saya ....”

“Keluarlah!” Aksara menunjuk pintu kamarya.

Kaki-kaki Celine terayun dengan berat. Tubuhnya masih gemetar tak karuan. Bahkan sampai melewati pintu kamar, gadis itu belum bisa menguasai dirinya. 

Aksara memijat pelipisnya. Ia memang salah telah membentak Celine. Ia hanya berusaha menutupi rasanya yang mebuncah begitu saja. Sengatan itu mengalir begitu hebat. Hatinya yang selama dua tahun ini telah mati, nyatanya kembali merasakan getaran yang dahsyat. Aksara belum mampu menerima jika isinya kembali terisi wanita lain. Ia tak mau mengakui. Apalagi, wanita itu adalah gadis belia di bawah umur. 

Aksara menatap jam di atas mejanya. Bergegas ia ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan shower. Berharap semua rasa yang mendadak hadir itu turut luntur bersama air yang mengalir. 

***

Celine tertunduk ketika tuannya memasuki ruang makan. Sekilas ia menoleh dan kembali menundukkan pandangan. Celine begitu takut dengan Tuannya. Nada Aksara yang meninggi terus berputar di otaknya. 

“Denim, papa berangkat dulu ya!” ucap Aksara kepada bocah kecilnya. Ia mencium dahi anak kesayangannya. 

“Dek, salim ya!” perintah babysitter itu dengan ragu. Ia yang tengah menemani Denim makan hanya tertunduk. Tanpa menoleh ke arah tuannya. 

“Ini bekal, Tuan, untuk hari ini,” ucap gadis itu sambil mengambil kotak bekal yang sudah disiapkan. Wajahnya masih menunduk, sama sekali tak berani menatap majikannya. 

“Ya. Terima kasih.” Aksara menjawabnya dengan kaku. 

Aksara mulai mengayunkan langkah, hingga di detik berikutnya, langkah kakinya terhenti. Ia memanggil nama babysitternya.

“Celine.”

“Iya, Tuan.” Reflek mata Celine menoleh ke sumber suara. 

“Saya minta maaf dengan kejadian tadi pagi.”

“Saya yang salah, Tuan.”

“Mohon lupakan kejadian itu. Saya titip Denim.”

“Baik, Tuan.”

Sesampai di kantor, Aksara tak bisa terfokus. Jika hari kemarin ia memikirkan keadaan anaknya yang ditemani babysitter barunya. Kali ini, justru Babysitter barunya lah yang memasuki semua pikiran duda itu. 

Wajah Celine yang berada dalam pelukannya. Ekspresi ketakutan yang terus terlihat lucu di matanya. Bibir ranum dengan mata bulat. Pipinya memerah meskipun tanpa perona. Ya, gadis itu begitu cantik natural. 

“Apa-apaan saya, kenapa saya memikirkan gadis bau kencur itu?” ucap Aksara bermonolog. Ia mengambil figura di atas mejanya, berisikan foto almarhumah istrinya. Wajah cantik dengan rambut panjangnya. Berharap dengan melihat foto itu, bisa sedikit melupakan ingatannya tentng Celine.

“Baik, Tuan. Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” Mendadak foto itu berubah menjadi  Celine dengan suaranya yang khas. Aksara menggeleng. Ia seperti orang gila. Otaknya tak bisa berpikir dengan waras. 

Ia menyenderkan punggungnya di kursi, memutar benda yang diduduki hingga tubuhnya ikut berputar seirama. Tiba-tiba, sudut matanya tertuju dengan kotak makan yang disediakan oleh Celine. Ia meraih benda itu. Baru tersadar ada  kertas kecil yang ditempelkan di atas bok makannya.

“Saya tidak tahu makanan enak itu seperti apa, Tuan. Yang saya tahu, lauk ini sangat saya dan adik-adik saya gemari. Mereka bisa menghabiskan banyak nasi jika memakan lauk ini.”

Aksara segera membuka bekalnya. Ia tidak sabar melihat menu di dalamya. Dan ...

“Apa ...? Celine memberi saya lauk ikan asin?” Aksara melotot di depan makanannya.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Resi Nur Cahyani
...saya sukaaaaaaaaaa
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status