Sontak keduanya memalingkan perhatiannya kepada satu titik. Nayra terperangah.“Marsella? Ada apa, Sel?”Aldo yang ada di samping Nayra kini mengacak rambutnya frustasi. Wanita di depannya sekarang datang pada waktu yang tidak tepat.“Mbak, aku mau bicara sebentar. Ini penting.” Raut wajah Marsella tampak terdesak. Tapi, Nayra tak dapat menebaknya sama sekali.Nayra akhirnya menoleh ke arah Aldo dengan segan, kemudian berkata, “Maaf, Ko. Kita bicara lagi nanti, ya.” Ekspresi Nayra sungkan.“Ya, Nay. Aku pulang dulu kalau begitu.” Aldo mau tak mau mengangguk, lalu melangkahkan kaki pergi meski sebenarnya enggan.Kedua netra Nayra mengikuti gerakan Aldo hingga pria itu hilang dari pandangannya. Nayra menghela napas, lantas kembali menaruh perhatian pada Marsella yang sudah tampak tak sabar.“Lanjut, Sel. Kamu mau ngomong apa?”Marsella bergerak meraih ponsel yang ada di dalam tasnya. Dengan gerakan cepat, ia memutarkan video berdurasi tak kurang dari satu menit tersebut. Tangannya terju
Nayra terpaksa melakukan hal ini. Memasukkan semua barang Ida ke tas besar, lalu melemparnya ke luar rumah selagi ibunya itu memohon agar tidak diusir.Budi yang menyaksikan adegan ini sesenggukan. Perasaannya campur aduk antara kecewa karena merasa gagal menjadi sosok kepala rumah tangga, sedih, marah, menyesal dan tentu sejujurnya ia tak mau akhirnya jadi begini."Nay, maaf! Jangan usir Ibu!" Berkali-kali Ida memohon kepada Nayra, namun nyatanya Nayra sudah tak sudi mendengar semua penjelasan atau sekadar mengasihani ibunya.Nayra tidak keberatan menjadi anak durhaka sekarang. Ia amat kecewa, dan jijik dengan Ida. "Perceraian kalian biar nanti aku yang urus!" gertak Nayra sembari memasukkan barang Ida dan mendorongnya ke tubuh wanita dewasa tersebut.Ida menekuk wajahnya. Percuma. Sepertinya apa pun penjelasannya, Nayra tetap bersikukuh mengusir dirinya."Oke! Urus aja! Hidupmu bakal lebih buruk setelah ini! Lihat aja!" ancam Ida kemudian. Ia sudah tak sudi memohon.Tapi, setelahnya
Banyak orang tengah mengerumuni rumah kontrakan Guna pagi ini. Salah satu dari mereka ketua RT di wilayah tempat tinggal Guna, sementara sebagian besarnya merupakan warga yang kepo dengan penggerebekan kali ini.“Maaf, Bu. Saya selaku ketua RT di sini terpaksa harus mengamankan Ibu dan Mas Guna dulu. Hal ini dikarenakan banyak aduan dari warga bahwa di rumah ini sering disalahgunakan untuk kumpul kebo. Benar begitu, Mas Guna?” papar sopan seorang pria paruh baya secara lugas.Ida menegang. Kedua matanya menyapu orang-orang yang berada di belakang pria tadi sedang antusias memotret maupun merekamnya. Tampaknya mereka sangat penasaran dengan kondisi di rumah ini. Apalagi ternyata tersiar kabar bahwa wanita yang dibawa Guna ke kontrakannya memiliki selisih usia yang tak wajar.Guna mendengus keras. Hasil lab dari penyakitnya masih menghantui dirinya. Bagaimana tidak, di dokumen tersebut tertulis jelas bahwa Guna terjangkit virus HIV. Guna tiba-tiba menggelengkan kepala sambil menatap ke
Ida mengusap perlahan perutnya yang mulai membesar sembari menunggu bus yang tengah ia tumpangi menepi. Kedua matanya lebih sayu dari enam bulan yang lalu. Ida memutuskan kembali ke kampung halamannya dan mulai hidup baru di sana sejak peristiwa pengarakan yang membuatnya tak ingin ia ingat.Meski begitu, gosip di tengah masyarakat desa ternyata lebih kejam menggunjingnya. Apalagi berita mengenai perselingkuhannya viral dan menguar ke berbagai media sosial nasional. Ia sangat malu, tapi kehidupan di desa lebih menjamin dibanding di kota jika menyangkut masalah pekerjaan. Di kampungnya sendiri, asal ia gerak, maka ia dapat upah juga dengan membanting tulang di ladang milik tetangga kaya atau tuan tanah.“Pak, turun di sini, Pak!” Dari belakang, Ida mengingatkan sang sopir.Ia mulai melangkahkan kaki perlahan dengan mencangking sebuah kresek lumayan besar, lantas turun dari kendaraan besar beroda empat tersebut selagi orang-orang menatapnya. Tanpa menunggu waktu, Ida lekas melanjutkan p
“Ah…”Langkah kaki Nayra terpaksa berhenti. Seketika ia mematung kaku karena menangkap suara desahan yang mengganggu indra pendengarannya. Semakin lama suara feminin itu kian membuatnya gila.Tubuh Nayra meremang. Kini Nayra melangkahkan kaki menuju jendela yang langsung mengekspos kamar miliknya bersama sang suami. Begitu menyaksikan jendela dengan tirai yang tersingkap, Nayra tercekat. Tubuhnya bergetar, dadanya sesak seperti dihunus tombak.Tangis Nayra pecah begitu saja. Sontak tangannya langsung membungkam bibirnya agar suaranya tak meledak keluar. Dengan pikiran panas serta emosi yang membuncah, Nayra segera meraih ponsel dari dalam saku celananya.“Astaga!”desisnya dengan mulut terkatup rapat. Sumpah serapah memenuhi isi kepalanya saat ini.Melangkah dan membuka pintu pelan, Nayra baru tahu jika motor Guna memang sengaja dimasukkan ke dalam ruang tamu. Nayra menggigit bibirnya yang bergetar. Sambil memeluk tubuhnya sendiri, ia berjalan tertatih-tatih menuju ke depan pintu kamar
Ida mulai tersulut emosi, lantas berpaling ke arah Nayra yang terlihat tersiksa karena cengkeraman tangan Guna pada lengannya."Nggak, Bu. Jangan percaya sama Guna! Guna justru berselingkuh di kamar kami! Aku serius, Bu!" Nayra berusaha membela diri. Kedua pipinya masih basah."Nayra, kamu itu sudah umur 23 tahun, harus bisa lebih dewasa sedikit! Jangan apa-apa dibilang selingkuh!" gertak Ida."Bu, aku punya bukti! Sungguh." Nayra tergugu."Nayra, kamu jangan fitnah aku di depan Ibu! Cepat, mana ponselmu, jangan sampai aku melakukan tindakan yang lebih jauh!" Guna menggoyangkan tubuh Nayra dengan keras akibat amarahnya yang semakin tak terbendung.Menyadari usahanya sia-sia, Guna lantas mendorong tubuh Nayra hingga membentur dinding. Ia langsung berhambur menuju ke dalam kamar Nayra demi menemukan ponsel wanita tersebut dan menghapus rekam jejaknya di sana.Nayra tak tinggal diam. Ia segera berlari demi menghadang Guna. Ida pun tak mau berdiam diri. Wanita paruh baya itu melangkahkan
Pagi ini Nayra tercenung di kursi teras halaman rumahnya. Kejadian kemaren berjalan cepat seperti mimpi, bahkan sejujurnya ia masih belum siap menerima itu semua.Bagaimanapun, Nayra dan Guna sudah membangun bahtera rumah tangganya selama tiga tahun.Nayra memijat sebelah pelipisnya. Semalam ia sama sekali tidak tidur. Pikirannya kalut, tidak siap memikirkan bagaimana dirinya menyandang status janda dan kembali menjadi beban kedua orang tuanya.Nayra lalu menghela napas sembari memandang ke langit kebiruan nan berhias awan. "Kenapa pernikahanku jadi begini?"Rasanya campur aduk. Dada Nayra masih sesak, sedang kedua matanya bengkak karena tangisnya sepanjang malam.Nayra tahu, ia masih sangat mencintai Guna. Guna adalah separuh hidupnya dari awal pertemuan mereka. Sosok pria manis yang dapat menggait hatinya untuk pertama kali. Guna memang cinta pertama bagi Nayra.Pria mancung dan memiliki bibir tebal, Guna sangat mempesona saat itu. Pria tersebut tak sengaja bertemu dengannya di sebu
Nayra sudah cukup sabar menghadapi ibunya selama ini. Wanita itu terus saja memperlakukan Nayra dan ayahnya semena-mena.Nayra ingat tujuh tahun yang lalu, saat Budi yang masih bugar tiba-tiba mengajak seorang wanita dengan rambut hitam legam sebahu ke rumah tepat 40 hari kematian ibunya sendiri.Nayra terperanjat, juga kecewa terhadap keputusan ayahnya membawa wanita tersebut."Posisi Ibu tidak akan pernah bisa tergantikan, Yah!" pekik Nayra yang masih berusia 16 tahun saat itu.Budi menghela napas. Perlahan ia membujuk Nayra yang tidak menyukai kehadiran Ida. Setelah Nayra berlari ke kamar dengan berurai air mata, Budi menatap nanar ke arah Ida yang merupakan penyembuh rasa kehilangannya terhadap sang istri.Kulit cerah kuning langsat, rambut ikal warna hitam, juga alis tebal milik Ida membuat Budi langsung jatuh hati. Manik legam kedua mata Ida menyorotkan sebuah kekhawatiran.Budi menepuk bahu Ida pelan, berusaha menyampaikan sebuah janji bahwa ia akan mencoba berbicara dengan ana