"Nay, Nay! Kamu kere aja masih belagu! Coba kalau kamu nggak cerai sama Guna dulu! Daging rendang pasti masih bisa kebeli," keluh Ida keras. Setiap hari Nayra geram atas cacian ibunya yang menyalahkan keputusannya berpisah dengan Guna, mantan suaminya. Apalagi lama-lama ibunya terlihat semakin dekat dengan Guna. Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan dari Nayra? Lalu, di tengah duka dan masalah yang bertubi-tubi, seseorang mendatangi Nayra bersama sebuah janji. "Janda atau apapun itu, tidak akan memengaruhi betapa berharganya seorang wanita," ucapnya demi meyakinkan Nayra. Nayra tidak bisa menjawab pernyataan cinta Alfredo. Ia masih memiliki trauma. Tapi, perlahan Nayra menyadari sesuatu. Pantaskah ia jatuh cinta lagi? Pantaskah ia mendapatkan kebahagiaan dari pria sempurna itu?
Lihat lebih banyak“Ah…”
Langkah kaki Nayra terpaksa berhenti. Seketika ia mematung kaku karena menangkap suara desahan yang mengganggu indra pendengarannya. Semakin lama suara feminin itu kian membuatnya gila.
Tubuh Nayra meremang. Kini Nayra melangkahkan kaki menuju jendela yang langsung mengekspos kamar miliknya bersama sang suami. Begitu menyaksikan jendela dengan tirai yang tersingkap, Nayra tercekat. Tubuhnya bergetar, dadanya sesak seperti dihunus tombak.
Tangis Nayra pecah begitu saja. Sontak tangannya langsung membungkam bibirnya agar suaranya tak meledak keluar. Dengan pikiran panas serta emosi yang membuncah, Nayra segera meraih ponsel dari dalam saku celananya.
“Astaga!”desisnya dengan mulut terkatup rapat. Sumpah serapah memenuhi isi kepalanya saat ini.
Melangkah dan membuka pintu pelan, Nayra baru tahu jika motor Guna memang sengaja dimasukkan ke dalam ruang tamu. Nayra menggigit bibirnya yang bergetar. Sambil memeluk tubuhnya sendiri, ia berjalan tertatih-tatih menuju ke depan pintu kamarnya.
Tangannya yang sudah basah oleh keringat dingin mencengkeram erat ganggang pintu, lantas membukanya.
Nayra menaikkan ponselnya, menghadap ke arah dua orang yang sedang dialiri sengatan sensasi candu tanpa balutan kain sehelai pun di tubuh mereka. Ia merekam perbuatan tak senonoh suaminya bersama seorang gadis lain di kontrakannya sendiri.
Tangannya bergetar. Ia harus bisa menahannya demi sebuah keadilan yang akan ia tuntut. Ini bukan yang pertama kalinya bagi Nayra.
Setelah sekitar tiga bulan yang lalu tertangkap bersenang-senang dengan seorang wanita berusia 27 tahun yang merupakan pemilik salah satu klub di Jakarta ini, Guna juga pernah ketahuan melakukan video call bersama tante kaya dari luar kota. Lantas hari ini, tertangkaplah sikap ketidaksetiaan Guna lewat kedua mata yang langsung Nayra saksikan.
Selama itu, Nayra selalu sabar dan lebih memilih mempertahankan hubungan yang mereka bangun sejak dirinya masih berstatus mahasiswa.
Nayra semakin tidak kuat menahan emosinya. Tangisnya kemudian meledak begitu saja. Hingga Guna dan wanitanya tersentak, lalu segera bangun.
"Nayra! Apa yang sudah kamu lakukan?!" Guna menggeram dengan kedua mata mendelik tajam.
"Aku ingin kalian semua melihatnya. Suamiku selingkuh di kontrakan kami sendiri!" ujar Nayra dengan suara parau di tengah isakannya. Tetapi jawaban itu tidak tertuju kepada Guna, melainkan beberapa pasang mata yang menonton langsung adegan tak senonoh tersebut lewat salah satu sosial medianya.
"Kamu sudah gila! Hentikan!" bentak Guna semakin menjadi-jadi.
Ia segera memungut baju dan lekas berpakaian. Begitu juga wanita berambut cokelat terang di dekatnya.
"Lihat kan? Orang yang salah lebih cepat marah dan agresif." Nayra tertawa getir kepada para penontonnya. "Tolong, bantu viralkan video ini, teman-teman," lirihnya lagi.
"Bangsat! Kemari kamu!" Guna menyentak naik resleting celananya dan berlari hendak merebut ponsel milik Nayra.
Nayra waspada. Ia langsung beranjak dari tempatnya dan melangkahkan kaki cepat keluar dari rumah itu.
"Nayra! Berhenti!" Dengan membabi buta, Guna mengejar Nayra.
Nayra berlari cepat tanpa menoleh ke belakang. Bahkan hembusan arah angin yang tengah ia lawan membuat kedua matanya semakin perih dan kabur.
Beruntung Nayra dapat segera mencapai rumah kedua orang tuanya. Ia lekas masuk dan mengunci kamarnya rapat. Membuat Ida, sang ibu yang baru saja muncul dari belakang bertanya-tanya.
Tak lama kemudian, Guna tiba di rumah mertuanya. Sambil berusaha mengendalikan napas yang terengah-engah, Guna mengetuk kasar kamar Nayra.
"Nayra! Ayo kita bicara! Nayra!"
Budi yang hanya terpaku di depan televisi berusaha bicara, namun tidak bisa. Sementara Ida langsung membaur menuju Guna.
"Ada apa ini?" Gurat penuh tanda tanya terpatri di wajah Ida.
Guna mengacak rambutnya frustasi. Ia lalu memandang ke arah Ida dengan nanar.
"Begini, Bu. Aku harus bicara dengan Nayra sekarang," paparnya gusar.
"Loh, ada apa, Gun? Ada masalah?"
Sekilas Guna berpikir. "Tadi Nayra salah paham, Bu. Padahal teman lamaku mampir di rumah kontrakan. Eh, Nayra sudah cemburu duluan. Aku jelasin berkali-kali, tapi dia nggak mau dengar!"
Ida menekuk wajahnya. Kemudian ia ikut mengetuk pintu Nayra dengan suara tak kalah kencang.
"Nayra! Buka pintunya! Kamu harus selesaikan masalahmu sekarang juga dengan Guna!"
Tidak ada jawaban dari Nayra justru membuat Ida semakin gemas. Ia lalu lebih mengeraskan ketukannya lagi hingga Budi yang menyaksikannya menggelengkan kepala.
"Cepet keluar, Nay! Cepet minta maaf sama Guna!"
"Nayra! Buka pintunya!" cecar Ida lagi. Wanita paruh baya itu semakin sering mengetuk pintu anaknya.
Sesekali Ida melirik Guna dengan mimik sungkan. Sementara Guna bergerak grusah-grusuh, berpikir tentang apa yang akan dilakukan Nayra selanjutnya.
Membayangkan wajahnya terpampang jelas di video tadi—apalagi yang telah ia lakukan, membuatnya khawatir.
"Sial!" desisnya geram.
Guna semakin panik. Ia lalu menyambar pintu Nayra lagi dan berusaha menarik gagangnya berkali-kali.
"Bu, aku dobrak ya?"
Tanpa menunggu jawaban Ida, Guna mendorong pintu kamar Nayra dengan kuat. Sedang Budi yang menyaksikan keributan pagi ini berusaha mengeluarkan suaranya untuk meredakan mereka.
"Uuu.. ahhh! Uk ahhh!"
Lantas Ida menoleh. Dahinya terlipat begitu saja. "Ngomong apa sih, Mas? Nonton TV aja udah, nggak usah ikut-ikut, nanti strokemu semakin parah!" ketus Ida.
Akhirnya pintu dapat dibuka paksa oleh Guna. Guna segera berderap masuk lantas menarik lengan Nayra yang sedang tergugu di tepi tempat tidur.
"Nayra! Kita perlu bicara sekarang!" Guna mencengkeram kuat tangan Nayra hingga wanita tersebut terseret dan mau tak mau mengikuti Guna keluar.
Dengan berderai air mata, Nayra berusaha menolak tarikan tangan Guna.
"Gun, lepas! Apalagi yang mau dibicarakan, hah?!" Nayra berteriak histeris. Ia segera melepas sambaran tangan Guna yang bahkan membuat lengannya memerah.
Guna mendelik tajam. "Mana ponselmu?! Serahkan ponselmu sekarang juga!" bentaknya seraya menjulurkan tangan.
Nayra tak menanggapi Guna. Ia masih sesenggukkan akibat rasa sakit yang terasa mencekik lehernya. Guna menjadi tidak sabar.
Tangan Guna lalu memutar tubuh Nayra dengan paksa, mencari-cari keberadaan ponsel wanita itu di saku celana. Nayra melawan, ia mendorong badan kekar Guna agar segera menjauh darinya.
Nadi di sekitar leher Guna tampak berdenyut. Guna kembali menyambar lengan Nayra dengan kencang.
"Cepat! Mana ponselmu! Jangan melakukan hal yang tidak-tidak, Nay!" ancam Guna dengan mengatupkan rahang.
Ida yang berada di dekatnya mendekat. "Apa yang sudah kamu lakukan, Nayra?" Rahang Ida ikut mengeras.
Nayra membuka mulutnya hendak bicara, namun Guna menyelanya terlebih dulu.
"Nayra sudah memfitnahku dengan sebuah video yang menunjukkan bahwa aku selingkuh, Bu," ucapnya dengan wajah merah padam.
Bersambung..
Ida mengusap perlahan perutnya yang mulai membesar sembari menunggu bus yang tengah ia tumpangi menepi. Kedua matanya lebih sayu dari enam bulan yang lalu. Ida memutuskan kembali ke kampung halamannya dan mulai hidup baru di sana sejak peristiwa pengarakan yang membuatnya tak ingin ia ingat.Meski begitu, gosip di tengah masyarakat desa ternyata lebih kejam menggunjingnya. Apalagi berita mengenai perselingkuhannya viral dan menguar ke berbagai media sosial nasional. Ia sangat malu, tapi kehidupan di desa lebih menjamin dibanding di kota jika menyangkut masalah pekerjaan. Di kampungnya sendiri, asal ia gerak, maka ia dapat upah juga dengan membanting tulang di ladang milik tetangga kaya atau tuan tanah.“Pak, turun di sini, Pak!” Dari belakang, Ida mengingatkan sang sopir.Ia mulai melangkahkan kaki perlahan dengan mencangking sebuah kresek lumayan besar, lantas turun dari kendaraan besar beroda empat tersebut selagi orang-orang menatapnya. Tanpa menunggu waktu, Ida lekas melanjutkan p
Banyak orang tengah mengerumuni rumah kontrakan Guna pagi ini. Salah satu dari mereka ketua RT di wilayah tempat tinggal Guna, sementara sebagian besarnya merupakan warga yang kepo dengan penggerebekan kali ini.“Maaf, Bu. Saya selaku ketua RT di sini terpaksa harus mengamankan Ibu dan Mas Guna dulu. Hal ini dikarenakan banyak aduan dari warga bahwa di rumah ini sering disalahgunakan untuk kumpul kebo. Benar begitu, Mas Guna?” papar sopan seorang pria paruh baya secara lugas.Ida menegang. Kedua matanya menyapu orang-orang yang berada di belakang pria tadi sedang antusias memotret maupun merekamnya. Tampaknya mereka sangat penasaran dengan kondisi di rumah ini. Apalagi ternyata tersiar kabar bahwa wanita yang dibawa Guna ke kontrakannya memiliki selisih usia yang tak wajar.Guna mendengus keras. Hasil lab dari penyakitnya masih menghantui dirinya. Bagaimana tidak, di dokumen tersebut tertulis jelas bahwa Guna terjangkit virus HIV. Guna tiba-tiba menggelengkan kepala sambil menatap ke
Nayra terpaksa melakukan hal ini. Memasukkan semua barang Ida ke tas besar, lalu melemparnya ke luar rumah selagi ibunya itu memohon agar tidak diusir.Budi yang menyaksikan adegan ini sesenggukan. Perasaannya campur aduk antara kecewa karena merasa gagal menjadi sosok kepala rumah tangga, sedih, marah, menyesal dan tentu sejujurnya ia tak mau akhirnya jadi begini."Nay, maaf! Jangan usir Ibu!" Berkali-kali Ida memohon kepada Nayra, namun nyatanya Nayra sudah tak sudi mendengar semua penjelasan atau sekadar mengasihani ibunya.Nayra tidak keberatan menjadi anak durhaka sekarang. Ia amat kecewa, dan jijik dengan Ida. "Perceraian kalian biar nanti aku yang urus!" gertak Nayra sembari memasukkan barang Ida dan mendorongnya ke tubuh wanita dewasa tersebut.Ida menekuk wajahnya. Percuma. Sepertinya apa pun penjelasannya, Nayra tetap bersikukuh mengusir dirinya."Oke! Urus aja! Hidupmu bakal lebih buruk setelah ini! Lihat aja!" ancam Ida kemudian. Ia sudah tak sudi memohon.Tapi, setelahnya
Sontak keduanya memalingkan perhatiannya kepada satu titik. Nayra terperangah.“Marsella? Ada apa, Sel?”Aldo yang ada di samping Nayra kini mengacak rambutnya frustasi. Wanita di depannya sekarang datang pada waktu yang tidak tepat.“Mbak, aku mau bicara sebentar. Ini penting.” Raut wajah Marsella tampak terdesak. Tapi, Nayra tak dapat menebaknya sama sekali.Nayra akhirnya menoleh ke arah Aldo dengan segan, kemudian berkata, “Maaf, Ko. Kita bicara lagi nanti, ya.” Ekspresi Nayra sungkan.“Ya, Nay. Aku pulang dulu kalau begitu.” Aldo mau tak mau mengangguk, lalu melangkahkan kaki pergi meski sebenarnya enggan.Kedua netra Nayra mengikuti gerakan Aldo hingga pria itu hilang dari pandangannya. Nayra menghela napas, lantas kembali menaruh perhatian pada Marsella yang sudah tampak tak sabar.“Lanjut, Sel. Kamu mau ngomong apa?”Marsella bergerak meraih ponsel yang ada di dalam tasnya. Dengan gerakan cepat, ia memutarkan video berdurasi tak kurang dari satu menit tersebut. Tangannya terju
Kedua netra Marsella melebar tatkala taksi yang ia tumpangi meluncur perlahan dikarenakan efek macet sore ini. Secara kebetulan ia menangkap sosok menyebalkan Guna justru berjalan beriringan bersama wanita dewasa yang pernah mengolok-ngoloknya usai video perselingkuhannya viral ke mana-mana."Pak, bentar. Kita berhenti dulu, ya," ungkap Marsella cepat sementara dua manik hitamnya terus mengikuti jejak mereka.Marsella mula-mula meraih ponselnya, lalu memberanikan diri untuk menghubungi Guna lagi. Dari balik kaca mobil, ia memperhatikan gerak-gerik Guna yang mengerutkan kening sewaktu ponsel miliknya berdering.Guna terpaku menatap sebuah nama yang terpampang di layar selama sekian detik sebelum memutuskan untuk menjawab."Halo?" Guna akhirnya menempelkan benda persegi panjang tersebut ke telinga."Gun, kamu ada di mana?"Wajah Guna memerah. Selain masih terbawa emosi, ia agaknya kesal karena Marsella tak bisa dihubungi selama ini. Marsella juga tidak ada sewaktu dirinya berada di titi
Rianty menggertakkan gigi sewaktu menyaksikan sosok yang ia benci beberapa tahun lalu malah muncul kembali di hadapannya. Mukanya merah padam. Kini amarah Rianty berkembang menjadi dua kali lipat.Stefanny tersenyum simpul, berdiri, kemudian berderap mendekat demi menyambut kehadiran Rianty yang sengaja ia tunggu-tunggu.“Halo, Tante. Akhirnya kita bertemu, ya.” Sambil mempertahankan senyumnya, tangan Stefanny terulur untuk berjabat tangan dengan Rianty.Rianty mengatupkan rahang, sementara Nugroho yang ada di sisinya kebingungan menyaksikan situasi di depannya. Rianty mendengus, mengabaikan tangan yang terlihat menunggu di hadapannya.“Ternyata kamu anaknya Rachel. Tahu begitu aku tidak akan sudi menghubungi Rachel demi anak sepertimu,” ketus Rianty langsung menghunjam dada Stefanny.Stefanny tergelak. Ia memandang tangannya yang tak dianggap, lantas menariknya kembali. Ia tersenyum miring sembari mengibaskan rambut pendek hitamnya yang cemerlang.“Begini. Tante saya nggak salah sih,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen