Share

8. Video Viral Lagi

Arvin meneguk ludah, lalu membuka mulut hendak bicara. Namun ia urungkan karena Nayra mendahuluinya.

"Sa-saya dipecat, Pak?" Suaranya parau menunjukkan kekecewaan.

Kedua mata sipit Aldo menatap Nayra nyalang. Ia lalu mendengus dan membuang muka. Malas untuk bicara dengan karyawan yang menurutnya tidak berguna dan membuang-buang waktunya saja.

"Pak, sebenarnya tidak ada yang melamar posisi sekretaris Anda kecuali Mbak ini," aku Arvin akhirnya.

Aldo tertegun. Ia lantas memandang ke arah Arvin, meminta penjelasan lebih lanjut kepada pria berkacamata tersebut.

"Apa maksudmu? Yang benar saja?!" sembur Aldo keras.

"Iya, Pak. Maka dari itu saya langsung menerima Mbak Nayra." Arvin membungkukkan badan lagi. "Saya minta maaf, Pak."

Aldo mengatupkan rahangnya. Ia berkacak pinggang sembari terlihat berpikir. Wajahnya sangat serius.

Sementara itu, Nayra melirik Aldo yang tepat berada di depannya. Setelah ia amati, secara fisik Aldo memang mirip dengan Pak Nugroho.

Kulit putih, mata sipit tajam, alis tebal, hidung mancung serta bibir tipis adalah perpaduan sempurna dari paras tampan seorang Alfredo Atmajaya yang memiliki rahang tegas dan rambut hitam berpotongan rapi.

Namun, sifatnya sangat berbeda jauh dari Pak Nugroho sendiri. Nayra bahkan bisa menebaknya dengan sekali lihat.

Aldo kemudian membalas tatapan Nayra, membuat Nayra kelimpungan dan langsung menundukkan kepalanya kembali. Rahang pria itu mengeras ketika melihat ke arah Nayra lagi.

"Tidak mungkin. Buat lowongan lagi dan sebar luas! Pindahkan orang ini ke divisi pembantu!" tegas Aldo yang berderap pergi saat itu juga, meninggalkan Nayra dan Arvin yang termangu di tempat.

Arvin melempar pandang ke arah Nayra dengan sungkan. Sedangkan Nayra terlihat sakit hati terhadap perlakuan Aldo.

Setelah itu, Nayra dipindahkan ke divisi produksi. Ia langsung ditempatkan di pabrik. Nayra hanya bisa menghela napas sembari memandangi kesibukan di sana.

Hidupnya tak juga mulus. Sejujurnya ia lebih memilih Nugroho sebagai presdir yang memimpin perusahaan. Karena secara mental dan emosi, pria tersebut pasti lebih matang dari Aldo, anaknya.

"Kenapa kedudukan Presdir justru dipercayakan ke orang itu sih? Padahal Pak Nugroho pasti lebih baik kalau berurusan dengan karyawannya," keluh Nayra dengan pelan.

Nayra sedikit merasakan kelegaan tatkala hari sudah menunjukkan pukul lima sore. Kini ia pulang dan terbebas dari tempat kerja yang membuatnya cukup tersiksa di hari pertama.

Tapi setidaknya itu lebih baik dibanding harus berada di dekat Aldo yang begitu arogan. Membayangkan saja membuat Nayra meremang lagi.

Saat hampir memasuki gang rumahnya, tiba-tiba indra pendengar Nayra dikejutkan oleh suara motor keras dari seseorang yang ia kenal.

Nayra menoleh, lantas terpaksa menghentikan langkah kakinya ketika Guna sudah memotong jalan di depannya.

Nayra menekuk wajahnya kemudian hendak menerobos kendaraan milik pria itu. Tetapi Guna bergerak lebih cepat sehingga pria tersebut kini dapat mencegah laju Nayra dengan meraih tangannya.

"Nay, tunggu dulu, Nay!"

Sontak Nayra langsung menepis tangan Guna. "Apalagi, Gun? Kenapa kamu ke sini lagi, hah?!"

"Nay, memang kamu bisa hidup sendiri terus seperti ini? Sekarang kamu janda dan—"

Nayra melotot lalu menyelanya. "Kenapa kalau aku janda? Apa urusanmu?!"

"Nggak, Nay. Maksudku harusnya kamu itu butuh laki-laki buat dampingi kamu. Harusnya kamu nggak memutuskan cerai waktu itu."

Mendengar pembahasan Guna yang tak berbobot membuat Nayra mulai naik pitam.

"Kamu ngomong langsung aja, maumu apa. Cepat pergi! Jangan muter-muter terus!"

"Nay, kamu tahu aku sampai sekarang belum diterima kerja dimana-mana. Itu karena video yang kamu sebarkan," tekan Guna kemudian.

Nayra langsung membelalakkan kedua mata dengan tak percaya. Lalu sedikit tergelak. "Lah, itu kan karena kelakuanmu sendiri! Kenapa malah menyalahkan video?!"

Guna memandang setelan pakaian formal yang tengah Nayra kenakan. Blazer dan rok Nayra tampak kotor.

"Kamu sudah bekerja? Dimana?"

Nayra semakin kesal. "Sudahlah, Gun! Jangan menemui aku lagi! Kita sudah nggak ada urusan!"

Nayra langsung beranjak pergi dan menerobos motor Guna yang telah menghadang jalannya. Guna yang belum selesai bicara hendak mencegahnya lagi, namun Nayra secara refleks berteriak satu kali sebelum benar-benar pergi.

"Pergi, Gun! Nggak malu apa dilihat tetangga!" cibir Nayra lalu segera menghilang dari hadapan Guna.

Guna kesal, kemudian meninju udara kosong di depannya.

"Argh! Kurang ajar! Aku akan mengganggu hidupmu terus, Nay! Sampai kamu merasakan juga gimana kesulitanku!"

Setiba di rumah, Nayra dikejutkan oleh kardus besar di depan rumahnya. Setelah menengok ke dalam, Nayra tahu itu adalah perbuatan ibunya.

Nayra yang penasaran langsung membuka kardus tersebut. Begitu ia menyaksikan barang-barang yang tersusun rapi di dalamnya, Nayra tersentak.

Nayra segera berlari untuk menyusul Ida di dapur.

"Bu, kenapa teflon dan lainnya ada di sana?" tunjuk Nayra ke arah kardus besar di luar.

Ida menengok sebentar, lantas melanjutkan kegiatannya memilah alat masak dari rak.

"Ibu jual buat makan!" ketus wanita tersebut.

Seketika bahu Nayra melemas.

"Ya ampun! Kenapa sampai ngelakuin itu sih, Bu? Lagian Nayra sudah kerja. Sudah bisa bantu beli kebutuhan rumah," isak Nayra tak percaya.

Ida memandang ke arah Nayra dengan ekspresi tidak peduli.

"Kamu diam saja, Nayra. Lagian kamu juga pasti belum gajian!"

Ida membawa sebuah panci, kemudian melewati Nayra yang mematung dengan menabrakkan bahunya.

Nayra meneteskan air mata. Ia lelah dengan ibunya yang berlaku seenaknya sendiri.

Padahal selama ini Ida jarang masak dan menggunakan uang pensiun Budi untuk keperluan pribadinya sendiri. Baju baru dan beberapa make up, Ida lebih mementingkan urusan bersoleknya.

Terhitung sudah tiga hari sejak lowongan sekretaris Atmajaya Group disebarluaskan lewat beberapa platform pencari kerja. Namun kenyataannya tak ada satupun pelamar yang mengajukan diri dan mengirim CV.

Logikanya tidak mungkin perusahaan sebesar itu diabaikan oleh para pencari kerja. Apalagi zaman sekarang sangat sulit untuk mendapat pekerjaan.

"Kamu yakin mau jadi sekretaris Pak Aldo? Selama ini pegawai terlama yang pernah menjadi sekretaris beliau hanya bertahan 2 minggu lo," ujar salah satu senior di divisi produksi setelah tahu Nayra akan ditarik lagi ke posisi awal.

Nayra terdiam. Tidak mungkin dirinya menolak perintah itu. Tadi pagi Arvin kemari hanya untuk memberitahunya langsung.

Ia hanya mengulum senyumnya simpul.

"Setidaknya aku harus mencoba dulu, Mbak," ungkapnya tidak terlalu yakin.

Nayra kemudian berkemas untuk kembali ke tempatnya, di ruangan yang kini semakin mencekam setelah tahu siapa sosok Alfredo Atmajaya.

Sementara itu, Arvin sedang berada di ruangan Aldo. Pria tersebut sekarang tengah menggulir ponselnya dengan mimik serius. Setelah menemukan salah satu berita yang sempat mencuat hebat tiga bulan lalu, ia langsung terlonjak dari sofa.

"Oh, ternyata Mbak Nayra pernah viral," gumamnya kaget.

Suara Arvin lirih, namun masih bisa ditangkap oleh Aldo yang duduk di belakang mejanya. Aldo melirik Arvin sesaat, kemudian lanjut menandatangani beberapa dokumen dengan ekspresi dingin.

"Astaga, kasihan Mbak Nayra," pekik Arvin sekali lagi.

Aldo yang merasa terganggu lantas memberi peringatan kepada Arvin.

"Vin, kecilkan suaramu!"

Arvin lalu mengulas senyumnya segan. "Ah, maaf, Pak. Saya terlalu semangat karena ketemu berita tentang Mbak Nayra lagi. Kasihan ternyata dia barusan jadi janda karena diselingkuhi suaminya."

Aldo mengernyit, lantas menghentikan gerakan tangannya.

"Apa? Pegawai baru itu sudah berstatus janda?!"

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status