Share

7. SDM Rendah

Nayra membeku di tempat. Tatapan pria itu seakan sanggup membunuhnya sekarang juga. Tubuhnya meremang lantas segera menyelinap kembali ke dalam toilet.

Sementara Pria bernama Aldo beserta orang-orangnya terus berderap. Arvin yang berada jauh di belakang rombongan tersebut terlihat bingung. Ia hendak memanggil Nayra, namun seketika ia urungkan karena yang lainnya berlalu begitu cepat.

Kini tangan Nayra mencengkeram tepi wastafel kuat. Kedua matanya mengerjap sambil mencoba mencerna apa yang baru saja ia saksikan.

Nayra menggigit bibir bawahnya. Ia lalu mendongak dan memandang cermin. Di pantulan cermin itu, ia dapat melihat raut mukanya yang takut dan khawatir.

"Apa aku sudah gila?" Nayra bergerak gelisah. Ia lalu menuntun langkahnya ke sana ke mari dengan frustasi.

Nayra mencoba menjernihkan pikirannya yang sedang keruh. "Sebentar. Aldo itu ternyata presdir di sini? Bukannya namanya Alfredo? Eh, Aldo, Alfredo…" gumamnya sembari menggigit jari beberapa kali.

"Astaga!" Sontak Nayra menutup bibirnya dengan tangan. Kedua matanya melebar seketika.

Nayra menepuk dahi. "Mampus! Selesai sudah riwayatku! Gimana ini ya, Tuhan?!" Kegelisahan Nayra mulai memuncak.

Sementara itu, rapat para petinggi eksekutif telah dimulai. Aldo menatap tajam ke arah kursi di dekatnya yang kosong. Ia lalu mengalihkan perhatiannya ke salah satu manajer yang sedang berdiri dan mempresentasikan kinerja timnya dengan nadi di sekitar leher yang masih berdenyut-denyut.

Arvin yang sudah mengenal Aldo dengan baik, paham apa yang tengah dirasakan pimpinannya itu. Ia juga ikut melirik kursi yang seharusnya diisi Nayra dengan gelisah.

Arvin diam-diam meraih ponselnya. Sambil memperhatikan rapat yang tengah berlangsung, ia bergerak untuk menghubungi Nayra.

Pertama, Arvin memilih mengiriminya pesan singkat. Setelah selang beberapa menit Nayra tak membalas pesannya, Arvin menimbang-nimbang hendak menelepon wanita tersebut.

Namun ketika ia hendak bangkit dan izin keluar, ponselnya berbunyi singkat. Tanda bahwa ada pesan masuk untuknya.

Arvin membukanya, lalu menghela napas berat setelah membaca pesan yang Nayra kirimkan.

[Mohon maaf, Pak. Saya mendadak sakit perut. Jadi kemungkinan saya akan terlambat mengikuti rapat.]

Arvin kemudian memandang Aldo gusar. Bertepatan dengan itu, Aldo justru tengah melemparkan tatapan serius ke arahnya. Arvin tersenyum segan lantas menyapu tengkuk lehernya pelan.

Mau tak mau, akhirnya selama rapat Arvin mengambil alih posisi Nayra sebagai sekretaris baru Aldo.

Dan sepanjang rapat juga, Aldo meradang. Aldo adalah tipikal orang yang disiplin. Ia tidak akan menoleransi keterlambatan sedetik pun. Apalagi sikap tidak tanggung jawab yang ditunjukkan oleh sekretarisnya yang merupakan karyawan baru. Aldo mengepalkan tangannya erat.

Aldo dan Arvin menyapa beberapa kolega penting setelah rapat usai. Aldo mengulum senyumnya, tetapi sekali lihat saja Arvin langsung paham jika Aldo melakukannya secara terpaksa. Arvin pikir Aldo masih geram dengan Nayra.

Sekarang hanya tinggal mereka berdua di sana. Aldo langsung mengubah ekspresinya menjadi serius kembali.

"Vin, pegawai yang baru kamu rekrut ada di mana sekarang, hah?!" tandas Aldo marah.

Arvin terlihat kelimpungan. "Sebentar, Pak. Saya akan mencoba meneleponnya." Ia meraih ponsel dari dalam saku celananya dengan gugup.

"Ya, cepetan!" Aldo bersedekap. Kedua mata sipitnya menatap lurus tajam ke depan.

Setelah beberapa menit, akhirnya Arvin dapat menghela napas lega. Teleponnya sudah tersambung dengan Nayra.

"Mbak, kamu ada di mana? Pak Alfredo mencarimu sekarang juga." Arvin mencuri pandang ke arah Aldo dengan ragu. Sementara Aldo mendengus, sudah siap untuk meluluhlantakkan emosi yang dari tadi bergemuruh di dalam dadanya.

Arvin menutup sambungan teleponnya, lalu menatap Aldo. "Sebentar lagi Mbak Nayra mau ke sini."

♡♡♡

Motor Guna memasuki halaman rumah kontrakan sederhana yang dulunya ia kontrak bersama Nayra. Guna melepas helmnya lantas menggiring kakinya menuju ke dalam rumah.

Sebelah tangannya mengibaskan map warna cokelat yang di dalamnya terdapat beberapa dokumen syarat melamar kerja.

Peluh mengalir deras dari rambut cepak milik pria itu. Dari pagi usahanya untuk mendapat pekerjaan tak membuahkan hasil apapun.

Semakin hari Guna semakin sulit memperoleh pekerjaan. Itu karena kebanyakan dari mereka sudah memasukkan Guna Aditya ke dalam blacklist.

Guna geram. Sejak dirinya viral di berbagai sosial media—bahkan sempat tersiar juga di berita televisi—ia tidak bisa bergerak bebas lagi. Kemanapun Guna pergi, orang-orang di sekitarnya selalu merundung dirinya.

Pernah suatu kali saat Guna membeli rokok di salah satu mini market, seseorang dari belakang tiba-tiba memukulnya dengan botol sabun mandi yang berukuran besar.

"Rasakan! Makanya jadi lelaki jangan sok kegantengan!" celetuk salah satu ibu-ibu.

Tak hanya itu, beberapa pria di dekatnya juga melemparinya dengan kata-kata hujatan kotor kepadanya.

Guna menggeram, ini semua karena Nayra.

Guna mengernyit heran tatkala ia membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia masuk ke dalam, menghirup aroma vanilla yang sangat ia kenali.

Dengan langkah cepat, Guna segera melangkahkan kaki menuju kamar. Setelah membuka pintu, orang yang ia harapkan ternyata sudah berada di sana. Guna mengulum sebuah senyuman.

Wanita itu mendongak. "Kamu sudah dapat pekerjaan?" tanyanya dengan posisi tidur terlungkup.

Senyuman di bibir Guna raib seketika. Guna mengacak rambutnya frustasi seraya menuntun kakinya masuk dan duduk di tepi tempat tidur.

"Belum juga. Sialan! Semua ini gara-gara Nayra!"

Wanita berkulit bersih dengan rambut bergelombang yang dicat warna caramel terang lantas mengubah posisinya. Ia duduk dengan melipat kaki. Tampak daster motif bunga yang ia kenakan menyibakkan kakinya yang jernih dan jenjang.

Guna mengalihkan perhatiannya pada tubuh wanita tersebut. "Kenapa kamu sudah ada di sini, Sel?"

Wanita bernama Marsella tersebut kemudian mengerucutkan bibirnya. Ia beringsut dan mendekati posisi duduk Guna.

Tangannya mengusap dada kekar Guna dengan lembut. "Rekeningku masih dibekukan sama Papi, padahal skincareku habis. Mas Guna nggak punya uang simpanan?"

Guna menggelengkan kepalanya pasrah. "Udah habis, Sel. Kerjaan juga belum dapat. Aku masih bingung gimana caranya biar cepat dapat uang," desah Guna.

Marsella berdecak kesal, kemudian semakin menekuk wajahnya. Guna menoleh lantas membelai dagu Marsella.

"Kamu jangan marah gitu dong. Sabar, aku pasti cepat dapat uang untuk beli skincaremu." Guna berbisik lembut. Kedua matanya lalu menjelajahi paha Marsella yang tersingkap.

"Sekarang, ayo kita bersenang-senang dulu," lirihnya sembari mendorong tubuh Marsella ke atas kasur.

Sementara itu, di tempat lain Nayra menundukkan kepala sambil menahan napas. Ia tidak berani menatap kedua mata elang yang seakan menghunus dirinya.

"Ma-maafkan saya, Pak," ucapnya terbata-bata. Salah satu tangannya mencekal erat rok kotor yang sedang ia kenakan.

Aldo menghunjamkan tatapannya dari atas lalu ke bawah. Wajahnya datar, tak menunjukkan rasa simpati apapun.

"Oh, ternyata kamu karyawan baru yang tidak punya tanggung jawab itu!" sembur Aldo.

Nyali Nayra menciut seketika. Mendadak ia ingat tentang kejadian pagi tadi dimana dirinya membentak Aldo yang telah mengotori pakaiannya. Nayra langsung merutuki kebodohannya dalam hati.

Aldo kemudian menoleh ke arah Arvin. "Gimana kamu bisa merekrut karyawan yang sembarangan begini, Vin?!"

Sontak Arvin membungkukkan badannya segan. Kemudian mendongak dengan ekspresi memelas. "Maaf, Pak. Tapi—"

"Aku tidak mau dengar tapi-tapian! Ini juga tanggung jawabmu, Vin! Lihat, coba kamu perhatikan dia!"

Nayra meringis samar, merasa bahwa dirinya sedang dituding oleh pria kejam itu.

"Penampilan tidak rapi, baju lusuh dan kotor, tidak beretika, tidak datang tepat waktu, sama sekali tidak punya tanggung jawab! Kamu pikir seperti ini layak masuk perusahaanku, hah?!" nyalaknya kepada Arvin.

Arvin tersentak, lantas segera menundukkan kepalanya.

Aldo berpaling ke arah Nayra lagi, kemudian menggeram. "Kamu keluar saja dari sini. Aku tidak butuh karyawan dengan sumber daya rendah sepertimu!"

Nayra tercekat. Baik Nayra maupun Arvin mendongak secara bersamaan.

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status