Share

Bab 14

Penulis: Lin shi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-24 21:18:30

Dina yang masih dalam perjalanan bus, masih memikirkan mimpinya yang membuatnya ingin cepat sampai di tempat tujuannya, yaitu rumah sakit tempat Ayahnya berada. Matanya Dina melihat keluar jendela dengan tatapan mata hampa.

Sementara bus melaju memecah kegelapan malam, Dina terus memikirkan mimpi yang berkaitan dengan Ayahnya. Suaranya terdengar halus di antara penumpang yang lain, "Ayah..." gumamnya dengan hati yang penuh kerinduan.

Sedangkan Danang dan teman-temannya, setelah keluar dari dalam bioskop, bingung tujuan mereka setelah menonton film.

"Kemana kita?" tanya Yoga, mencoba mencari arah yang ingin mereka tuju.

"Dan?" Yoga menoleh ke arah Danang, menanyakan pendapatnya.

"Kemana?" Danang juga merasa bingung dengan tujuan setelah menonton.

"Mau ke mana, Yul?" Yoga bertanya pada kekasihnya, Yuli.

"Ke mana? Makan?" Yuli berusaha memberikan saran.

"Boleh," ucap Shinta, setuju dengan ide untuk makan.

"Makan di mana ya?" tanya Danang, ingin memastikan tempat yang akan mereka kunjun
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 136

    Danang yang tengah berbaring dengan selang infus di tangan langsung menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka. Tatapan matanya melembut saat melihat sosok istrinya masuk. Mata mereka bertemu sejenak—dan dalam diam, banyak yang ingin disampaikan, namun tak satupun kata terucap.Dina berdiri di ujung ranjang, menjaga jarak. Tubuhnya tegang, dan dia tak berani menatap Danang terlalu lama.“Dina…” suara Danang pelan, serak, namun penuh harap. “Mendekatlah…”Dina terdiam, masih menatap kaki ranjang. “Aku di sini.”“Kenapa kamu di situ? Dekatlah,” kata Danang dengan suara lirih, matanya memohon agar Dina mendekatinya.Perlahan, Dina melangkah lebih dekat, tapi tetap menjaga batas. Ia berdiri di sisi ranjang, memeluk tasnya erat-erat di depan dada.Danang menatap wajah

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 135

    Aini duduk termenung di ruang keluarga, jemarinya menggenggam cangkir teh yang sudah lama kehilangan hangatnya. Tatapannya kosong, menembus jendela tanpa benar-benar melihat apa pun di luar sana.Namun, pikirannya tak pernah diam. Ia terus berputar, mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang belum juga menemukan kepastian.“Siapa yang kirim gambar itu?” gumamnya lirih.Aini menggigit bibir bawahnya. Diambilnya ponselnya dan melihat gambar Danang sedang merangkul seorang wanita. Gambar yang dikirim Deni dari ponselnya. Karena di ponsel ayahnya sudah Deni hapus.“Nomornya nggak dikenal, atau nomor baru,” ucapnya lirih, sambil meneliti kembali kontak pengirim. Tak ada nama, hanya deretan angka. “Tapi siapa yang bisa sampai hati kirim foto ini ke suamiku? Apa orang itu memang ingin semuanya terbongkar?”Ia

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 134

    Di depan ruang operasi, suasana terasa begitu tegang. Endang duduk gelisah, tangannya tak henti meremas tas kecil di pangkuannya. Sesekali ia berdiri dan berjalan mondar-mandir, lalu duduk kembali dengan raut wajahnya yang cemas. Dinda berusaha menenangkan ibunya, meski dirinya sendiri tak kalah resah. Sementara Dina hanya bisa menunduk, jari-jarinya saling meremas dalam diam, menahan kekalutan yang tak mampu diucapkan.Jam dinding di lorong rumah sakit menunjukkan pukul 12.45 siang. Sudah satu jam setengah berlalu sejak Danang dibawa ke ruang operasi. Ketiganya hampir tak bicara, hanya tatapan yang sesekali saling bertukar, penuh tanya dan harap.Lalu, pintu ruang operasi terbuka. Seorang perawat keluar dengan wajah tenang. Ketiganya langsung berdiri mendekat.“Operasi sudah selesai,” ucap perawat itu sopan.Endang langsung memegang dadanya. “Ya Allah&he

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 133

    Dina duduk di sudut ruangan, tak jauh dari pintu tempat Danang dirawat. Hatinya bergolak. Tangannya gemetar, tapi ia genggam erat jemarinya sendiri, mencoba menenangkan diri.Dalam diam, ia menunduk, memejamkan mata. Doa meluncur lirih dari hatinya.“Ya Allah… jika ini cobaan untukku, kuatkanlah. Jika ini jalan untuk Danang berubah, sembuhkanlah dia. Walau hatiku terluka… meski dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tetap ingin melihatnya sehat, kembali pulih. Bukan karena aku masih mencintainya…"Air mata mengalir perlahan di pipinya. Ia segera menyekanya sebelum orang lain melihat.Beberapa menit kemudian, pintu ruang perawatan terbuka kembali. Seorang perawat keluar.“Keluarga bapak Danang Prasetya?” tanya perawat dengan suara tenang namun sigap.“Iya, saya..saya,” jawab Endang, Mamanya

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 132

    Di Rumah SakitSetelah menunggu lebih dari dua jam tanpa kepastian, akhirnya seorang dokter pria paruh baya dengan jas putih dan stetoskop melingkar di lehernya keluar dari ruang pemulihan. Ia menghampiri meja perawat lalu menyebut nama pasien: “Danang Saputra?”Bu Endang dan Dinda yang sedari tadi duduk gelisah langsung berdiri dan menghampiri dokter itu.“Saya ibunya, Dok. Ini adiknya,” kata Bu Endang cepat. “Bagaimana keadaan anak saya? Suster tadi bilang dia belum sadar…”Dokter itu menatap mereka dengan ekspresi serius, namun tetap tenang. “Kami sudah melakukan CT Scan pada kepala pasien Danang untuk memastikan tidak ada cedera lain yang tak terlihat.”“CT Scan?” Dinda mengulang dengan gugup.“Iya,” jawab dokter. “Dan hasilnya menunjukkan adan

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 131

    “Dina?” panggil Alma cemas dari balik pintu kamar mandi.Tak lama, terdengar jawaban lirih, nyaris tenggelam oleh suara air. “Iya… aku di sini…”Alma membuka pintu perlahan. Matanya langsung menangkap sosok Dina yang tengah bersandar lemah di dinding kamar mandi. Wajah sahabatnya itu tampak pucat pasi, rambutnya berantakan, dan napasnya tersengal-sengal. Di sebelahnya, ember kecil dengan sisa muntahan di samping ember.“Kamu muntah lagi?” tanya Alma khawatir sambil berjongkok, lalu meraih lengan Dina untuk membantunya berdiri.“Iya…,” bisik Dina lirih. “Entah kenapa perutku mual banget…”Alma segera membimbing Dina keluar dan membaringkannya di kasur lantai. Ia lalu mengambil segelas air putih dari meja, menyodorkannya ke Dina. Setelah itu, ia meraih handuk kecil, m

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 130

    Tubuh Danang terpental dari motornya, jatuh menghantam aspal dengan keras. Suara benturan memecah keheningan malam. Beberapa pengendara langsung berhenti, sebagian turun dan berlari menghampiri.“Mas! Mas, tidak apa-apa?” tanya seorang pria yang keluar dari mobil yang ditabrak Danang.Danang terbaring dengan mata terpejam, napasnya tersengal. Darah mengalir dari pelipisnya. Ponsel yang tadi digenggamnya tergeletak tak jauh dari tubuhnya, layarnya retak.Orang-orang mulai berkumpul. Ada yang menelpon ambulans, ada pula yang mencoba membangunkannya dengan menggoyangkan tubuhnya. Namun, dicegah yang lain. Karena takut tubuh Danang ada yang cedera parah.“Cepat, tolong hubungi keluarganya!” ujar seseorang panik.Namun tak ada yang tahu, siapa yang harus dihubungi. Danang tetap terbaring diam, tubuhnya lemah, sementara di hatinya—meski nyaris kehilangan k

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 129

    Suara motor berhenti di depan rumah. Deni baru saja pulang dari sekolah, wajahnya letih tapi tetap menyunggingkan senyum saat melihat Aini dan Hanum sedang duduk di ruang tamu.“Assalamualaikum,” sapanya singkat sambil melepas sepatu.“Waalaikumsalam,” jawab Aini cepat. Namun kali ini, nada suaranya terdengar lebih serius. “Deni, sini sebentar. Bunda mau tanya.”Deni berjalan masuk, meletakkan tasnya di sofa, lalu menyalami tantenya dan bundanya dan kemudian duduk dengan santai. “Ada apa, Bun?”Hanum menatapnya tajam namun lembut. “Dua hari lalu kamu ke kota, kan? Kamu sempat ke rumah Kak Dina?”Deni mengangguk, sedikit heran. “Iya. Kenapa?”Aini langsung menyambung, nada suaranya agak menekan. “Gimana kondisi Kakakmu? Dia kelihatan baik-baik saja? Hubung

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 128

    Sore itu, Aini sedang menyapu halaman samping rumah. Daun-daun kering berguguran dari pohon mangga yang rindang, membuat sudut halaman tampak berantakan. Angin semilir berhembus pelan, membawa aroma tanah basah sisa hujan semalam.Tiba-tiba, terdengar suara dari arah depan rumah. Suara seseorang mengucapkan salam dengan lantang, “Assalamualaikum.” Aini menghentikan sapuannya sejenak. Alisnya berkerut, mencoba mengingat. Suara itu terasa begitu familiar di telinganya, seolah berasal dari seseorang yang sudah lama tidak ia temui.Dengan langkah cepat, Aini berjalan menuju depan rumah. Saat membuka pintu pagar, matanya langsung menangkap sosok perempuan yang tak asing. Wajahnya ceria, membawa senyum lebar yang menenangkan.“Hanum!” seru Aini dengan nada penuh kehangatan dan kejutan. “Kenapa datang nggak ngabarin dulu?”Hanum tersenyum lebar

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status