Bab berikutnya akan ada Rian dan Inez, tungguin ya... Trm ksh untuk yg bersedia vote hadiahnya dan komen.
"Gue cinta sama lo, Yan."Ucapan cinta yang dikatakan kekasihnya membuat Rian terkejut, tetapi beberapa detik kemudian ia tersenyum geli."Jadi lo udah tau apa itu cinta?" tanya Rian sembari mencolek hidung Inez yang duduk di pangkuannya.Inez mengangguk malu. Ia mengangkat tangan Rian dan meletakkan ke bagian kiri dadanya."Jantung gue selalu berdetak lebih kencang dan itu hanya tiap ada lo di dekat gue, Yan."Rian tersenyum sekaligus senang luar biasa. Jika harus jujur, ia pun sama merasakan detakan jantung yang menggila jika berdekatan dengan Inez, bahkan mungkin ia lebih gila lagi darinya apabila gugup ikut menyerang.Tiba-tiba sikap tengilnya muncul dan tangan itu turun dengan nakalnya. "Lo taruh tangan gue di sini apa lo nggak takut tangan gue bisa turun ke sini?"Bukannya protes Inez malah terhanyut akan sentuhan tak terduga dari Rian yang makin ke bawah. Mata Inez seketika terpejam dan menikmatinya."Gue suka, Yan. Gue baru tau kayak gini rasanya jika cinta dan nafsu berbaur s
Besoknya Dara membawa semangat membara, memanfaatkan seluruh kemampuannya dalam merayu Ari. Mulai dari nebeng mobilnya Ari saat pulang sekolah dengan alasan Pak Komar sedang sakit gigi. Padahal beliau saat ini lagi makan singkong rebus sambil menikmati kopi bikinan Tukiyem.Dara ingin totalitas, jadi tanpa sepengetahuan Ari, ia sengaja meminta Pak Komar tidak perlu menjemputnya. Bahkan ia udah wanti-wanti ketika sampai di rumah nanti seumpama beliau berpapasan dengan sang pacar, Pak Komar harus berpura-pura sakit gigi beneran.Sedangkan dia sekarang posisi lagi jadi cewek baik-baik. Duduk anteng dengan wajah polos tanpa teriak-teriak layaknya orang kesurupan."Ra, kok tumben diam?" tanya Ari. Baru juga dibahas, tetapi si Ari emang peka urusan beginian. "Ada apa?" lanjutnya.Dara menoleh sekilas ke arah Ari lalu tersenyum. "Nggak ada apa-apa, kok. Nggak mau ganggu Kak Ari, kan Kak Ari lagi nyetir."Ari mengangguk dan tersenyum kecil.Sambil fokus menyetir, dahi Ari berkerut samar. Sepe
Bruak!Terdengar hempasan pintu kamar dalam sekali dorongan.Ari terlonjak kaget. Matanya melotot mendapati Dara masuk ke kamarnya."Kak Ariiiiii, gue dataaaang! Yuhuuuu...." Dara berteriak sambil merentangkan kedua tangan.Ari mengumpat dalam hati. Bodohnya dia hingga lupa mengunci pintu. Baru juga sampai rumah, kenapa ini cewek tiba-tiba bisa ada di kamarnya?Ari akhirnya menyadari satu hal. Ternyata setelah dia memutuskan pulang, Dara diam-diam mengikutinya dari belakang."Ra, lo ngapain ke sini?" Ari bertanya dengan wajah bingung."Ya, gue mau main aja. Kan Kak Ari pacar gue." Dara memelintir anak rambutnya seraya menatap Ari dengan genit. "Emangnya nggak boleh ke rumah pacar sendiri?""Bu-bukan gitu," jawabnya seketika tergagap. "Maksud g-gue, ngapain lo masuk ke kamar gue? Siapa yang bolehin lo masuk?" "Dito. Dia yang bolehin gue masuk sini."Shit!Lagi, Ari mengumpat dalam hati. Kini adiknya memang terlihat lebih menerima Dara dan nggak mempersulit seperti sebelum-sebelumnya.
Ketika ia membuka mata, tiba-tiba sinar terang menerpa penglihatan. Menghalangi pandangannya hingga ia harus menyipitkan mata agar bisa melihat seluruh ruangan yang ia tempati.Sebuah ruangan sepi yang didominasi warna putih dan cokelat. Tiba-tiba fokusnya teralihkan pada sesosok cewek yang berdiri membelakanginya. Cewek itu terlihat melihat ke luar jendela.Saat ia akan berdiri atau sekadar bergerak, tiba-tiba ia baru menyadari kedua tangannya telah diikat dengan tali dalam keadaan duduk di kursi.Berusaha sekuat tenaga untuk lepas dari ikatan, namun sia-sia belaka. Tali itu mengikat erat tangannya di kedua sisi pegangan kursi kayu yang ia duduki dan juga kakinya.Ia panik. Apakah ia diculik? Pasti cewek itu pelakunya. Siapa dia? Apa salah dia sehingga ia harus mengalami kejadian semacam ini?Dari postur tubuhnya ia merasa tidak asing dengan cewek tersebut. Tetapi ia merasa ragu jika cewek yang ia tebak dalam pikirannya akan tega melakukan ini semua."Siapa lo? Apa kita saling kenal?
Sebelum pulang ke rumah, Ari memang meminta waktu sebentar untuk berbicara. Dara kira pangerannya ini akan mengajaknya berkencan atau membicarakan hal-hal yang romantis. Tapi ternyata di luar perkiraan, Ari memaksanya untuk jujur tentang penyebab dirinya tiba-tiba meminta cowok itu untuk menciumnya tepat di bibir. Sesuatu yang sangat dihindari Ari.Awalnya Dara senyam-senyum kayak orang yang lagi kesambet. Bukan mengatakan yang sejujurnya, tuh cewek malah sengaja menggoda Ari dan mengeluarkan rayuan andalannya. Dasar Dara nggak peka, bisa ditebak saat itu juga Ari langsung marah dan hampir memutuskan hubungan mereka.Dara terkejut bukan main. Ia tak tahu begitu besar pengaruh yang timbul hanya karena permintaannya itu. Mau tak mau akhirnya ia menceritakan yang sejujurnya dari mana ia bisa memiliki ide tersebut. Minus soal Andin. Ya, Dara belum mau mengutarakan apa pun yang pernah dilontarkan Andin kepadanya.Sementara itu hampir setengah jam, Ari dan Rian berbicara empat mata. Mereka
"Bener cuma mau diantar sampai di sini doang?" tanya cowok tampan itu sambil menggenggam kedua tangan kekasihnya. Inez mengangguk. Meski letih bekerja lantaran hari ini restoran begitu ramai hingga membuatnya harus pulang larut malam, tetapi tidak menjadikannya manja kepada Rian. Ia tahu cowok tampan di depannya itu terlihat lelah seperti dirinya. Ia tak tega jika harus merepotkannya terus-menerus, walaupun ia juga yakin sang pacar melakukan apa pun untuknya selalu dengan senang hati. "Gang di sini sempit, mobil kan nggak bisa masuk. Lagian udah malem," ucap Inez dengan suara lembutnya. "Gue bisa jalan. Gue nggak pernah keberatan—" "Gue tau," sela Inez cepat. "Tapi kali ini gue mau lo tidur lebih awal. Gue nggak mau lo sakit, Yan," ucapnya lagi dengan raut khawatir. Cowok itu tersenyum hangat. "Ya, udah. Lo juga janji tidur lebih awal, ya." Inez mengangguk sembari tersenyum. Sebelum pergi, Rian mengecup kening sang kekasih dan mengacak pelan puncak kepala gadis itu. Inez melamba
Nah, loh! Kenapa? Ada apa ini? Kok nangis? " tanya Beni begitu melihat Inez yang datang pagi-pagi ke restoran, sedangkan hari ini yang ia tahu Inez kebagian shift siang, apalagi tuh cewek langsung nyelonong ke lantai atas dan menyerbu masuk ke ruang kerjanya."Sorry, Ben. Gue pinjam ruangan lo bentar," ucapnya sembari mengusap air mata yang meleleh di pipinya."Berantem sama Rian?"Cewek itu duduk di sofa, lalu menggeleng seraya menutupi wajahnya dengan kedua tangan.Beni terdiam. Ia melirik jam yang menggantung di dinding, waktu menunjukkan pukul delapan dan itu berarti shift pagi sudah berjalan dari satu jam yang lalu. Tak biasanya cewek itu datang sepagi ini, tentunya masalah yang ia hadapi bukanlah perkara yang mudah.Beni menghela napas panjang. "Oke, lo bisa pakai ruangan ini buat tenangin diri lo. Gue keluar dulu.""Makasih, Ben."Beni mengangguk singkat, kemudian meninggalkan Inez sendirian.Sejujurnya Beni sangat terenyuh sejak mendengar penuturan Rian tentang apa saja yang d
"Halo, Tante," sapa Rian ramah. "Halo juga, Nak Rian. Makasih sudah antar Inez pulang. Tante benar-benar khawatir, nggak biasanya Inez keluar pagi-pagi sekali." "Sama-sama. Apa tante nggak tau? Dalam minggu ini Inez mendapatkan shift pagi untuk menggantikan temannya yang lagi cuti kerja. Mungkin juga nanti bisa sampai lembur." "Benarkah? Inez belum mengatakannya pada Tante," kata Devita sambil menatap Inez yang saat ini tampak memalingkan mukanya ke arah lain, menghindari tatapan beliau. Dalam hal ini Rian sengaja berbohong untuk mengantisipasi Inez jika ingin keluar pagi lagi. Itu supaya kekasihnya mempunyai alasan kuat agar terhindar dari kecurigaan sang mama tentang rentetan pertanyaan yang tidak ingin didengar gadis itu. Tentu saja juga untuk mengurangi interaksi antara Inez dan ayah tiri brengseknya. "Melihat kini tante disibukkan oleh seseorang yang telah kembali ke rumah, mungkin Inez belum ada kesempatan untuk menyampaikannya sama tante." "Jadi begitu," balas Devita gugup