Share

Bab 3

Author: Reinsha4
last update Last Updated: 2021-08-31 23:38:10

๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ

Pagi ini aku gugup. Beberapa jam lagi adalah pernikahanku dengan Mas Bobby. Seorang polisi berpangkat briptu. Jangan tanya briptu itu apa, pokoknya itulah.. Yang penting kan polisi. Ye kan? Sebenarnya ini adalah pernikahan kedua. Aku janda beranak satu. Walaupun janda, tapi rasa dijamin mantul, masih menggigit, au! 

๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ

"Terima kasih ya Mas? Kejutannya berhasil!" ucap Lani sembari memelukku erat.

"Mmmm... Iyah sama-sama."

Mau tidak mau akhirnya berbohong juga. Lani menyangka kalau cincin itu adalah hadiah ulang tahunnya yang sudah terlewat.

"Cincinnya indah, pasti mahal ya kan?"

"Kalau untuk istri tercinta apa sih yang nggak," aku cubit hidungnya, sedang dia masih bergelayut manja.

"Mana jari Mas? Sini aku pasangkan!"

"Bagus ya? Ya sudah Mas berangkat ya?" kukecup keningnya.

"Hati-hati Mas."

Kulihat Lani masih mengagumi cincin yang terpasang di jari manisnya. Bodoh sekali aku bisa teledor. Bagaimana nanti menjelaskan ke Sofi. Ah, bodo amat, yang penting nikah dulu lah. Segera kulajukan mobil keluar pelataran rumah.

***

"Saya terima nikah dan Kawinnya Sofiana binti Munip dengan mas kawin uang satu juta rupiah dibayar tunai!"

'Sah'

Dengan satu tarikan napas aku mengucap janji menikah untuk yang kedua. Lega rasanya, tapi ada sedikit rasa kecewa dalam hati. Entahlah.

"Sayang? Cincinnya mana?" tanya Sofi manja.

"Itu sayang, cincinnya jatuh nggak tahu di mana, besok aku beli lagi ya?" jawabku ragu.

"Janji ya?"

"Iya. Sekarang kita mau ke mana? Hotel? Kos? Atau mau makan dulu?" tawarku.

"Langsung ke kos saja ya? Ada yang spesial buat kamu!"

"Ok, kita berangkat sekarang!"

Syukurlah dia tidak meminta ke hotel. Untuk beli cincin besok saja aku harus putar otak. Keuangan sudah menipis karena menuruti hawa nafsu.

***

[Assalamualaikum, Mas?]

[Waalaikum salam, Dek. Ada apa?]

[Pulang jam berapa? Aku sudah masakin menu kesukaan Mas.]

[Iya, sebentar lagi]

Kulirik Sofi masih nyenyak dengan tidurnya. Setelah pergulatan tadi siang, kami kelelahan. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.15. Aku bersiap-siap pulang dan meninggalkan pesan untuk Sofi bahwa aku sudah pulang, dan untuk makan malam pesan saja lewat ojol. 

***

Lani menyambutku di depan rumah. Mencium punggung tanganku dan menggandeng ke dalam. Dia menawariku langsung makan apa bersih-bersih dulu tidak lupa menanyakan sudah salat apa belum. Aku jawab sudah. 

Aku rasa semakin banyak kebohongan yang aku tutupi. Tapi kalaupun harus jujur bukan sekarang waktunya. Selain pekerjaan yang tidak memperbolehkan beristri dua, aku juga tidak akan sanggup melihat kesedihan di wajah Lani.

"Mas?" tangannya cekatan mengambil nasi dan lauk ke dalam piring.

"Iyah, ada apa Dek?"

"Parfum Mas ganti ya? Kok seperti cewek?"

"Eng anu, itu, apa itu, tadi temen polwan, iseng nyemprotin parfumnya ke baju Dek."

Duh, bisa perang dunia kedua ini.

"Oh... Dimakan Mas? Lauknya habiskan ya?"

"Sip!" Kuacungkan jempol padanya.

Gawai sepertinya berbunyi dari tadi, tapi sengaja tidak kuangkat. Biarkan saja. Takut kalau itu dari Sofi, bisa tambah curiga Lani.

Kami berdua saling berpandangan ketika pintu depan ada yang mengetuk. Lani dengan sigap membukakan pintu. Sedang aku masih menikmati masakannya.

"Siapa Dek?"

"Nggak tahu! Ini ada kiriman tanpa nama," ucapnya dengan membawa sebuah kotak makanan.

"Apa itu Dek?"

"Cumi bumbu merah kesukaan Mas, ada tulisan terima kasih atas siang tadi."

Wadduh. Itu pasti dari Sofi. 

๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ

Pagi ini aku gugup. Beberapa jam lagi adalah pernikahanku dengan Mas Bobby. Seorang polisi berpangkat briptu. Jangan tanya briptu itu apa, pokoknya itulah.. Yang penting kan polisi. Ye kan? Sebenarnya ini adalah pernikahan kedua. Aku janda beranak satu. Walaupun janda, tapi rasa dijamin mantul, masih menggigit, au! 

๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ

"Terima kasih ya Mas? Kejutannya berhasil!" ucap Lani sembari memelukku erat.

"Mmmm... Iyah sama-sama."

Mau tidak mau akhirnya berbohong juga. Lani menyangka kalau cincin itu adalah hadiah ulang tahunnya yang sudah terlewat.

"Cincinnya indah, pasti mahal ya kan?"

"Kalau untuk istri tercinta apa sih yang nggak," aku cubit hidungnya, sedang dia masih bergelayut manja.

"Mana jari Mas? Sini aku pasangkan!"

"Bagus ya? Ya sudah Mas berangkat ya?" kukecup keningnya.

"Hati-hati Mas."

Kulihat Lani masih mengagumi cincin yang terpasang di jari manisnya. Bodoh sekali aku bisa teledor. Bagaimana nanti menjelaskan ke Sofi. Ah, bodo amat, yang penting nikah dulu lah. Segera kulajukan mobil keluar pelataran rumah.

***

"Saya terima nikah dan Kawinnya Sofiana binti Munip dengan mas kawin uang satu juta rupiah dibayar tunai!"

'Sah'

Dengan satu tarikan napas aku mengucap janji menikah untuk yang kedua. Lega rasanya, tapi ada sedikit rasa kecewa dalam hati. Entahlah.

"Sayang? Cincinnya mana?" tanya Sofi manja.

"Itu sayang, cincinnya jatuh nggak tahu di mana, besok aku beli lagi ya?" jawabku ragu.

"Janji ya?"

"Iya. Sekarang kita mau ke mana? Hotel? Kos? Atau mau makan dulu?" tawarku.

"Langsung ke kos saja ya? Ada yang spesial buat kamu!"

"Ok, kita berangkat sekarang!"

Syukurlah dia tidak meminta ke hotel. Untuk beli cincin besok saja aku harus putar otak. Keuangan sudah menipis karena menuruti hawa nafsu.

***

[Assalamualaikum, Mas?]

[Waalaikum salam, Dek. Ada apa?]

[Pulang jam berapa? Aku sudah masakin menu kesukaan Mas.]

[Iya, sebentar lagi]

Kulirik Sofi masih nyenyak dengan tidurnya. Setelah pergulatan tadi siang, kami kelelahan. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.15. Aku bersiap-siap pulang dan meninggalkan pesan untuk Sofi bahwa aku sudah pulang, dan untuk makan malam pesan saja lewat ojol. 

***

Lani menyambutku di depan rumah. Mencium punggung tanganku dan menggandeng ke dalam. Dia menawariku langsung makan apa bersih-bersih dulu tidak lupa menanyakan sudah salat apa belum. Aku jawab sudah. 

Aku rasa semakin banyak kebohongan yang aku tutupi. Tapi kalaupun harus jujur bukan sekarang waktunya. Selain pekerjaan yang tidak memperbolehkan beristri dua, aku juga tidak akan sanggup melihat kesedihan di wajah Lani.

"Mas?" tangannya cekatan mengambil nasi dan lauk ke dalam piring.

"Iyah, ada apa Dek?"

"Parfum Mas ganti ya? Kok seperti cewek?"

"Eng anu, itu, apa itu, tadi temen polwan, iseng nyemprotin parfumnya ke baju Dek."

Duh, bisa perang dunia kedua ini.

"Oh... Dimakan Mas? Lauknya habiskan ya?"

"Sip!" Kuacungkan jempol padanya.

Gawai sepertinya berbunyi dari tadi, tapi sengaja tidak kuangkat. Biarkan saja. Takut kalau itu dari Sofi, bisa tambah curiga Lani.

Kami berdua saling berpandangan ketika pintu depan ada yang mengetuk. Lani dengan sigap membukakan pintu. Sedang aku masih menikmati masakannya.

"Siapa Dek?"

"Nggak tahu! Ini ada kiriman tanpa nama," ucapnya dengan membawa sebuah kotak makanan.

"Apa itu Dek?"

"Cumi bumbu merah kesukaan Mas, ada tulisan terima kasih atas siang tadi."

Wadduh. Itu pasti dari Sofi. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fatimah Ahmad
kenapa babnya asyik berulang?jln cerita ok dah...tapi bab itu asyik berulang2
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cincin Keduaย ย ย Cincin Kedua (2)

    Cincin kedua akan memasuki sekuel kedua, selamat membaca.. ๐Ÿ˜Š๐Ÿ˜Š Ketika Lani sudah mulai melupakan masa lalunya dengan Bobby, ternyata Bobby melakukan pendekatan dengan Lani kembali. Dia menyadari kalau masih mencintai dan menyayanginya. Apalagi sudah ada buah hati mereka. Lani merasa risih dengan Bobby, sehingga ia mulai menghindari. Walaupun tidak bisa dipungkiri kalau ia masih menyimpan rasa padanya. Ketika Lani sudah akan menyerah, Istri siri Bobby, yang dulu sudah pergi meninggalkan ternyata kembali dengan masalah baru, meminta pertanggung jawaban pada hal yang tak pernah ia lakukan. Selain itu, sesosok laki-laki datang mendekati dan nenyatakan cintanya. Apakah Lani akan kembali dengan Bobby, ataukah memilih membuka lembaran baru dengan laki-laki yang datang? Atau mungkin tidak memilih kedua-duanya?

  • Cincin Keduaย ย ย Bab 21

    Kita tidak akan tahu jalan kita akhirnya kemana. Satu yang pasti, masa lalu adalah pelajaran sedang masa depan adalah harapan. Jangan sampai kita terpaku hanya pada masa lalu tanpa adanya keinginan untuk memperbaiki masa depan. Dan jangan sampai pula kita hanya menatap masa depan tanpa melihat masa lalu sebagai cambukan.Mas Bobby, pernah menjadi suami terbaikku. Imam yang sangat aku segani. Dia juga pernah menjadi penjahat bagiku. Pembohong ulung yang sangat aku benci. Mungkin aku masih mencintainya, iya. Tapi aku tidak bisa berbohong kalau aku juga sangat membencinya. Dua hal yang bertolak belakang tapi mampu membuat hati seperti mati.Satu tahun perpisahan kami mungkin tidak akan cukup untuk melupakan kenangan indah atau buruk yang ada. Untungnya ada orang tua yang menemani. Kalau tidak, entah kemana otak ini. Stres berkepanjangan. Menghilangkan segala rasa, juga menghadapi dunia nyata bahwa aku menyandang status janda.Yudha, laki-lak

  • Cincin Keduaย ย ย Bab 20

    Baru satu jam berada di ruangan tanpa ada komunikasi itu sesuatu yang menjengahkan. Lani sepertinya sengaja tak menggubrisku sama sekali. Awal pertemuan, penengah menyuruh kami saling bertegur sapa, dia hanya menangkupkan tangan tanpa melihat.Pertanyaan demi pertanyaan terasa seperti angin lalu, aku menjawab hanya sekenanya saja. Pikiranku dipenuhi kenapa Lani berubah. Tatapanku tak ubahnya seekor elang yang mengejar mangsa. Lani terus menunduk.Di tengah mediasi, aku merasa gawai bergetar tidak berjeda di saku celana. Terpaksa aku mengeluarkannya. Aku ditegur tapi tak kugubris. Sofi menghubungi, tidak seperti biasanya. Walaupun manja, dia tidak akan seperti ini volume menghubungi.Aku hanya mendekatkan gawai di telinga. Terdengar suara kesakitan, Sofi berteriak meminta tolong agar aku segera pulang. Aku bingung, antara meneruskan atau kuhentikan di tengah acara mediasi ini.Sampai akhirnya aku memberanikan diri.

  • Cincin Keduaย ย ย Bab 19

    "Mas? Aku mau dibeliin baju yang itu dong?""Iya, besok Mas belikan. Mas belum gajian.""Mas nggak seru ah! Ini permintaan anak kita sepertinya. Pingin lihat ibunya tampil cantik di depan ayahnya.""Ya sudah, Mas telepon teman dulu, pinjam uang."๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’Satu bulan hidup dengan Sofi, hutangku ada di mana-mana. Memenuhi keinginannya yang diluar kendali. Tapi aku tidak bisa menolak. Setiap kali Sofi meminta dan merengek aku merasa harus menuruti.Seorang teman pernah berkata, hidupku seperti tidak bermakna. Berbeda dengan dulu. Wajahku sekarang kuyu, kusam dan menyedihkan. Kumis dan jambang tumbuh tidak beraturan.Ibu juga pernah menelepon memarahi. Sofi menghubungi beliau meminta jatah uang. Tapi tidak aku hiraukan ceritanya. Yang ada di pikiran adalah bagaimana cara mendapatkan uang supaya hari ini aku bisa memenuhi keinginan Sofi.๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’"Bob? Nanti sepulang kerja ikut aku!

  • Cincin Keduaย ย ย Bab 18

    "Bagaimana kabar pengajuanmu, Nduk? Ada kemajuan?" Tanya Ibu."Nggak tahu, Bu. Belum ada yang menghubungi masalah itu.""Ya sudah, kamu istirahat."Aku terpaksa pulang ke rumah orang tua, karena tidak mungkin aku tetap tinggal di rumah itu. Sudah satu bulan semenjak aku mengajukan permohonan cerai ke kantor, belum ada sama sekali yang menghubungi.Kamu sedang apa, Mas malam ini. Tidak dapat kupungkiri, aku masih mencintai. Kamu laki-laki pertama yang membuatku terkesan dengan semua lakumu. Sudah hampir satu bulan ini juga kamu tidak menghubungi, biasanya tiap menit selalu ada pesan masuk darimu. Ah, apa mungkin kamu sudah menerima atau mungkin kamu sudah rela dan melupakanku.Air mata setia menemani di setiap malamku. Untaian doa aku panjatkan setiap waktu. Aku ingin bahagiaku juga bahagiamu. Tapi untuk bersatu kembali, rasanya tidak mungkin. Kamu sudah cacat di hatiku.๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’[Halo, Lin? Besok

  • Cincin Keduaย ย ย Bab 17

    Limbung aku berjalan menuju rumah kontrakanku dengan Sofi. Begitu masuk, seperti biasa rumah berantakan. Aku baru menyadari kalau Sofi sangat berbeda dengan Lani.Niat untuk beristirahat malah jadi bersih-bersih. Entah kemana Sofi. Rumah tidak terkunci, sampah di sana sini. Piring kotor dimana-mana. Untungnya pundak sudah tidak begitu sakit, masih bisa dikompromi.Gawai Sofi tergeletak di bawah depan tivi. Aku mengambilnya kemudian meletakkan di atas kursi. Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk. Penasaran aku buka. Terdapat chat yang lumayan panjang.[Sof? Bagaimana? Polisi itu sudah bisa dihubungi?][Belum, Pak. Mungkin dia sudah mati!][Waah, kalau mati, Bapak sama Makmu nggak bisa beli sawah][Tenang, Pak. Aku masih punya cara lain. Anaknya kan masih aman di perut][Ya sudah, apa perlu ditambah lagi yang lebih dahsyat, supaya suamimu itu tambah klepek-klepek?][Boleh, Pak. Yang bisa ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status