Share

Bab 3 Cant say No

Motor matic hitam itu sudah sampai di depan rumah Aya. Gadis itu terkejut karena ia tak menganggap pernyataan Rangga malam sebelumnya tentang ia yang akan menjemput Aya itu serius. Lelaki itu tersenyum sambil duduk diatas motornya. Aya menutup pintu dan berjalan menghampiri.

"Kamu, beneran jemput?" Aya masih mencoba yakin.

"Iya lah. Helm kamu, nih, Ay...." Rangga memberikan helm warna putih ke Aya. Dengan ragu Aya menerima. Namun ia segera menepis pikiran aneh nya dengan memakai helm tersebut dan naik membonceng Rangga.

"Kamu bawa jas alamater nggak?" Aya sedikit mendekat ke telinga Rangga saat berbicara.

"Nggak. Kalo aku nggak boleh kedalam, aku tunggu kamu di parkiran" Rangga menyalakan mesin motornya.

"Emang kamu nungguin? Nggak ada bimbingan skripsi?" Motor mulai berjalan pelan meninggalkan area tempat tinggal Aya.

"Enggak. Besok baru ada. Pegangan Aya!" Ucap Rangga dari balik helmnya. Aya menggeleng. Ia malu dan takut jika ia melingkarkan tangannya melingkar di pinggang dan perut Rangga.

"Malu ya?" Rangga menatap dari kaca spion. Aya hanya terkekeh dan membuang tatapan.

"Yaudah. Pegang aja jaket gue ya" lalu Rangga menambah kecepatan sepeda motornya. Aya tersenyum sesekali saat Rangga tak menyalip kendaraan didepannya. Ia tetap stabil mengendarai motornya.

"Salip-salip juga nggak pa-apa ngga , nggak usah takut aku marah" Aya sedikit meninggikan nada bicaranya. Rangga menoleh.

"Nggak. Bawa anak orang nggak boleh ngebut-ngebut" jawab Rangga sambil melirik melalui kaca spion kiri motornya. Aya terkikik.

Mereka sampai dilokasi acara jam tujuh kurang sepuluh menit. Lapangan luas di pemukiman padat penduduk itu sudah didirikan tenda dengan beberapa meja tersusun rapih dan bangku-bangku untuk duduk warga yang antri.

Aya melambaikan tangan ke tim nya. Sebagai penanggung jawab, ia langsung turun tangang mengecek semua kelengkapan kegiatan. Rangga berjalan dibelakang Aya. Semua mata menatap bingung dan kaget. Seorang Rangga ada di antara mereka. Paham kan reputasi Rangga seperti apa.

"Kita pakai ID card ini ya, setiap panitia jangan ada yang nggak pakai. Jas almamater juga. Yang belum hadir siapa aja?" Aya menatap sekeliling dengan kertas berisi nama-nama panitia.

"Hampir semua udah ya" Kartika dari tim bagian pendaftaran dan pendataan menjawab.

"Kita briefing dan berdoa dulu yuk, supaya dilancarkan kegiatan baksi sosial kita hari ini"

Semuanya berkumpul. Rangga duduk di bawah pohon besar yang terdapat beberapa bangku disana. Dari jauh ia memperhatikan sosok gadis yang mampu mengisi ruang kosong dihatinya. Tanpa senyum, ia terus menatap. Wajah ceria Aya sudah mewakili apa yang ia rasakan juga. Ia bahagia.

"Semoga dikegiatan kita hari ini berjalan lancar tanpa halangan berat, semua panitia mudah dalam menjalaskan tugasnya dan bisa menjadi maafkan bagi masyarakat banyak. Berdoa dimulai" pimpin Aya. Mereka menunduk dan berdoa dengan keyakinan masing-masing.

"Selesai" Ujar Aya lagi. Mereka melakukan tos ala panitia. Semua orang bersiap di posisi masing-masing. Aya duduk di kursi sebelah Rangga. Memantau para anak buahnya bekerja. Satu persatu warga sekitar yang sudah didata dan mendapatkan undangan sebelumnya, berdatangan hadir.

Kegiatan bakti sosial suntik vaksin untuk anak dan balita, lalu cek kesehatan lansia, pemberian obat gratis, hingga sembako. Cukup ramai dan disambut hangat. Seksi dokumentasi mengabadikan tiap moment dan menyempatkan membuat video Aya sebagai ketua penyelenggara dan penangggung jawab untuk memberikan komentar serta kesan berjalannya program kegiatan kampus mereka. Sekaligus mengucapkan terima kasih kepada donatur yang sudah berkontribusi.

Rangga merasa bangga karena menjadi bagian dari kegiatan itu. Gadis yang disukainya itu begitu bersemangat dan membuat ceria semua orang. Termasuk dirinya.

***

Siang hari semakin terik. Acara mereka selesam jam tiga sore. Masih dua jam lagi.

"Kamu mau makan bakso nggak?" Aya berdiri didekat Rangga yang sedang memainkan ponselnya.

"Boleh" ia beranjak sambil menaruh ponsel kedalam sakunya.

"Saya jangan paka seledri ya bang, sambalnya dua sendok, nggak pake kecap" ucap Aya.

"Kamu apa? Lengkap semua?" Tanyanya kepada Rangga yang dijawab anggukan.

Mereka kembali duduk dibawah pohon besar dengan kursi-kursi yang tertata disana. Panitia lain juga sedang istirahat di lokasi masing-masing. Mereka seperti menjaga jarak dari Aya yang sedang bersama Rangga. Selain segan, mereka takut mengganggu acara pdkt Rangga ke Aya.

Aya membuka tutup botol air mineral yang masih baru untuk Rangga. Kekehan tampak diwajah cowok itu. Ia bahksan sampai harus menunduk.

"Kenapa? Ada yang aneh?" Aya juga membuka tutup botol air mineral miliknya.

"Aku baru tau. Rasanya diperhatiin sama orang lain selain keluarga sendiri. Gini rasanya" Rangga meminum air mineral miliknya.

"Kenapa? Aneh ya?" Aya senyum-senyum.

"Nggak. Justru suka" Rangga mengusap kepala Aya. Ia beranjak dan mengeluarkan dompetnya seraya membayar bakso yang sudah habis mereka makan.

"Aku kesana ya" tunjuk Rangga ke sudut kebun yang terdapat teman-teman cowok Aya.

"Kamu, ngerokok?" Tanya Aya dengan tatapan bingung. Rangga tersenyum.

"Sebentar ya" Rangga lalu berjalan dan Aya mengangguk.

Aya dihampiri Kartika.

"Aih gilaaaa.. gercep banget bos besar"

"Mulut lo ya tik kalo ngomong" Aya terkekeh. Kartika menatap Aya lekat.

"Pdkt? Apa mau langsung nembak?" Wajah Kartika begitu penasaran.

"Mana gue tau. Rangga cuma bilang mau deket sama gue"

"Ya itu pdkt namanya Ayaaaa, hih lemot" Kartika mengetuk-ngetuk kepala Aya dengan pulpen.

"Terus, perasaan lo gimana?"

Aya menjawab dengan senyum-senyum malu. Kartika bersorak. Ia lalu tertawa.

"Tika. Berisik deh lo" Aya ngomel.

"Biarin. Kalo udah sama-sama suka. Yaudah langsung aja Aya. Lagian, emang lo dari dulu suka sama Rangga kan. Tapi lo diem dan tenang-tenang aja"

"Kagum Tika. Bukan suka"

"Alahhhh.. sama aja ya. Mudah-mudahan cepet ditembak sama Rangga ya" Kartika semangat. Aya hanya berdecak sambil menunduk mengulum senyum.

***

Menjelang senja mereka sudah selesai merapihkan lokasi acara dibantu beberapa warga dan aparat terkait. Aya dan semua tim merasa senang dan puas.

Acara baksos sebelum libur semester pun berjalan sukses. Rangga juga ikut puas setelah seharian ini mengikuti Aya.

"Aku mau ajak jalan-jalan kamu sebentar boleh?" Rangga masih berdiri di sisi motornya.

"Kemana?" Aya memakai helm keatas kepalanya.

"Nonton adek aku tanding basket mau?"

"A-adek?" Aya merasa ragu. Rangga menatapnya lekat.

"Iya. Aku mau kenalin kamu ke adek ku. Perempuan, Gania namanya. Club basketnya lagi tanding sama club basket perempuan lainnya"

"Mmm- sebentar kan" Aya masih ragu. Rangga mengangguk. Aya lalu menyetujui.

***

Setengah jam kemudian mereka sampai di GOR Basket putri di kawasan senanyan. Suara decit sepatu dengan lantai lapangan beradu seru. Rangga duduk dibangku penonton bersama Aya. Gadis SMA kelas 3 itu tampak cekatan bermain basket.

"Dia adek aku satu-satunya. Aku deket sama dia. Makanya aku mau kenalin ke kamu ya" Rangga menoleh. Aya mengangguk.

"Aya,"

"Ya"

Rangga tersenyum. Ia cukup tampak grogi. Terlihat dari posisi duduknya yang tenang sejak beberapa waktu lalu.

"Kita jadian mau?"

"Eh..?" Aya menatap bingung. Rangga terkekeh malu-malu.

"Aku nggak ngerti cara bilangnya gimana Aya" Rangga tampak salah tingkah.

"Ini untuk pertama kalinya aku kaya gini. Kaya orang bodoh ya?" Rangga menatap Aya dengan sebelah alis mata terangkat. Suara peluit tanda waktu selesai pun terdengar.

Rangga dan Aya menatap ke lapangan. Tampak Gania loncat-loncat karena tim nya menang. Ia melambaikan tangan ke Rangga. Lalu berlari menghampiri.

Nafasnya ngos-ngosan dengan keringat bercucuran.

"Bang!" Sapa Gania. Rangga mengangkat dagunya. Sorot mata Gania melihat ke Aya yang tampak kikuk.

Gania melirik ke Rangga. Memainkan kode yang hanya diketahui mereka.

"Gania" ucap Gania sambil mengulurkan tangannya.

"Aya" balas Aya.

"Udah jadian belum. Buruan terima deh kak. Pusing aku denger curhatan dia tentang kak Aya terus"

Aya menoleh. Rangga membekap mulut adiknya itu. Gania melotot sambil mencubit perut Rangga.

"Udah Rangga. Kasian Gania nggak bisa nafas nanti" Aya menarik tangan Rangga yang membekap Gania.

"Udah diterima kan? Aku jamin abang ku ini super baik. Nggak pernah nyakitin perempuan. Nurutttttt banget sama orang tua. Beda sama aku yang suka ngeyel" ujar Gania yang memang tampak lebih tomboy, berani dan blakblakan.

"Bongkar aja. Mulut ember" celetuk Rangga.

"Bodo. Udah ya bang. Gue mau mandi. Kak Aya"

"Hm"

"Abang suka sama kakak. Udah lama, tapi gini deh. Suka pasif orangnya. Cupu." Ghania lalu berlari sebelum dijewer Rangga.

Kini mereka duduk berdua. Sambil menunggu Gania yang akan menghampiri mereka lagi.

Keduanya terdiam. Sama-sama malu.

"Jadi, gimana Aya. Aku diterima apa di tolak?" Rangga menatap serius ke Aya. Kedua mata mereka saling mengunci. Tak lama, Aya tersenyum sambil mengangguk.

Rangga merasa lega. Ia menghela nafas dan mengangkat kedua tangan ke udara. Aya tertawa.

Aya tak mungkin bilang tidak. Karena ia terlalu memuja pria yang bersamanya itu. Iya sudah mengambil keputusan, dan itu akan ia jalankan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status