Semua siswa dan siswi sudah berkumpul di sebuah area perkemahan. Mereka semua sedang mendengarkan instruksi dari sang ketua OSIS.
“Kalian buatlah tenda sesuai dengan kelompok yang sudah dibagikan kemarin. Jika sudah kalian bergabung di sana. Jika kalian butuh sesuatu panggil saja kami.” Jelas Arie panjang lebar.
Tak butuh waktu lama, semua sibuk membangun tenda masing-masing. Irena beruntung malam ini satu tenda dengan Pie serta dua orang lainnya. Merek bahu membahu membangun tenda hingga selesai, semua ransel dimasukkan ke tenda dan mereka berbondong-bondong ke lapangan. Arie dan beberapa kakak kelas lainnya sedang memberi pengarahan. Membagi kelompok juniornya untuk mencari kayu di hutan sekitar perkemahan dan mengumpulkannya. Selesai memberi petunjuk dan pengarahan, mereka pun berangkat mencari kayu bakar. Irena berjalan bersama Pie, mereka mengobrol sambil mengumpulkan ranting-ranting kering.
“Hei, kamu kemarilah! Bantu di sini!” seru Mita memanggil Pie. Pie bersungut-sungut kesal meski ujungnya tetap menghampiri Mita. Sementara Irena terpisah dari Pie, dia mengumpulkan ranting di tangannya, namun ada saja anak-anak lain yang mengerjainya, seperti mengambil ranting yang sudah berhasil ia kumpulkan atau menyiramnya dengan tumpukan daun kering. Irena tidak melawan, dia hanya bisa diam. Percuma rasanya melawan pun tidak ada gunannya.
“Aduh! Sakit.”Irena mengaduh saat telapak tangannya tertusuk serpihan beling saat hendak mengambil kayu, itu membuat tangan Irena mengeluarkan darah.
“Kenapa? Kamu luka? Sini aku bantu,” ucap seseorang, Irena melihat ke samping seorang pemuda berkacamata dan tampan, kulitnya berwarna putih dan hidungnya mancung seperti orang India. Bukan hanya hidungnya, matanya juga terlihat dalam dan bibirnya tebal sexy. Gadis Chubby itu bisa menhidu aroma sandalwood dari tubuhnya, otot tangannya tidak se-kekar Arie namun, terlihat hangat dan nyaman saat menyentuh kulitnya. Dia mengeluarkan sapu tangan dari sakunya dan menyiram luka Irena dengan air mineral yang dia bawa. Dia pun membersihkan luka Irena, lalu dengan sapu tangan miliknya dia mengeringkan tangan Irena dan menutup luka itu dengan plester bergambar panda.
“Nah, selesai. Lain kali hati-hati, ayo kita sama-sama cari kayu. Oh, iya namaku Satria Bimasakti, panggil saja Tria.”
“Aku Irena.”
“Nah, Irena. Ayo, kita lanjutkan pekerjaannya biar cepet selesai.” Satria tersenyum hangat, ternyata Satria memiliki lesung pipi yang membuatnya tampak semakin tampan dan senyumnya secerah matahari pagi.
Irena merasakan kupu-kupu terbang menggelitik perutnya, semburat merah menghias pipi tembemnya. Gadis itu sepertinya baru saja merasakan sesuatu yang bernama first love. Tria ternyata juga seseorang yang humoris, sepanjang perjalanan mencari kayu bakar, dia menceritakan banyak cerita lucu dan membuat Irena tertawa lepas.
Selesai mencari kayu, Irena mencuci tangannya dan duduk di rumput sambil menunggu Pie kembali. Sayangnya Pie masih belum datang, Irena merasakan seseorang duduk di sampingnya, dia pun menoleh, Satria dengan senyum secerah matahari dan membawa dua botol air mineral.
“Kamu pasti capek, ini minum.”
“Makasih ya, emhh … kamu dapat kelas apa?”
“Aku masuk kelas 10C dan kamu di kelas mana?” tanya Satria sambil meminum air mineralnya.
“Aku kelas 10A.”
“Whoaa, hebat. Kudengar kelas 10A terbaik, apa saat SMP kamu juara kelas?”
“Ummh ya, selama 3 tahun berturut-turut aku ranking pertama sejak kelas 1 SMP hingga lulus.”
“Aku tidak salah menilai seseorang, sudah kuduga selain manis kamu juga pandai.” Satria tertawa sambil meminum kembali airnya, gadis itu merasa melayang ke langit ke tujuh. Ketika seseorang yang berwajah tampan di sampingnya menyebut dirinya manis. Rasanya dia terbang menuju langit ketujuh, bermain bersama paus akrobatik lalu meluncur ke istana Dewi Selene. Oke fix dia mulai lebay.
“Ir! Ya ampun, aku cari ke mana-mana ternyata di sini.” Pie menghampiri Irena dan Satria.
“Tria? Lu ngapain di sini?” tanya Pie.
“Ya duduklah, mau ngapain? Dasar ceking aneh.” Tria mengejek Pie, Pie memukulnya dengan ranting kecil sementara Tria tertawa terbahak-bahak.
“Gue cabut dulu deh.” Tria pamitan pada Pie lalu Irena, dia ikut gabung bersama teman-temannya yang lain.
“Kamu kenal Satria?”
“Oh. Si Tria, aku sama dia satu les di tempat yang sama, terus rumahnya juga enggak jauh dari rumahku.”
“Pantesan kenal baik, hmm … Tria orangnya asyik ya.”
“Enggak juga tuh, kenapa? Ciee … ada yang naksir sama Tria?”
“Enggak ih, apaan sih.” Irena mencebikkan bibirnya meski pipinya merona merah mendengar ledekan Pie.
Malam harinya, semua berkumpul bersama di membentuk lingkaran, dengan api unggun di tengahnya. Irena dan Pie berharap sekali jika ketua OSIS mereka adalah Sehun atau Kai EXO gitu, terus mereka nari love shot. Haduh, otak-otak gadis ini sudah terkontaminasi sepertinya. Arie duduk di kursi lipat, lalu memainkan gitarnya.
“Malam adik-adik semua, Kak Arie bakal menyanyikan lagu buat kalian semuanya. Tepuk tangan buat Kak Arie.” Mita memberi sambutan, Arie Lucas dengan santainya memetik gitar dengan lihai, Irena dan Pie tentu saja hafal dengan nada lagu tersebut. Itu lagu berjudul Beautiful Goodbye dari Chen—EXO. Lagu yang membuat Irena dan Pie meneteskan air matanya, suara Arie ternyata bagus dan semua terhanyut dengan lagu itu. Saat lagu berakhir semua bertepuk tangan untuk Arie, walaupun dia hanya membalas dengan senyum sedikit.
“Kak Arie jarang senyum, ya?” tanya Pie.
“Emh … mungkin, tapi kalau dia senyum pasti lebih tampan.” Jawab Irena.
“Cie … tampan. Kamu suka Kak Arie, ya?”
“Kamu mah, aku bilang Tria baik dibilang suka Tria, aku bilang Kak Arie tampan kamu bilang aku suka Kak Arie, heuhh aya-aya wae.” Irena mencubit pipi Pie dengan gemas. Pie memang punya kebiasaan tersendiri jika bicara dengan Irena. Alih-alih pakai lu, gue dia memilih memakai maneh dan aing yang artinya sama.
Irena lalu menatap Tria yang ada di seberang sana, sedang bermain gitar dan menyanyikan sebuah lagu. Semua salut dengan aksi Tria yang sangat lihai memainkan gitar dan suaranya cukup bagus. Mata Irena tampak berbinar saat melihat Tria, tak pelak aksi Irena itu mendapat tatapan tajam dari seseorang. Dia kesal melihat orang yang disukainya malah berbinar melihat cowok lain.
“Kenapa kamu mengharapkan orang lain sih? Sementara aku di sini mencintaimu dengan begitu tulus, bisakah kamu melihatku?” ucapnya sambil menatap langit malam yang bertabur bintang. Dia menghela napas dan sesekali melihat Irena yang masih asyik memperhatikan Tria.
Tria membawakan beberapa lagu Ed Sheeran. Irena tersenyum sendiri membayangkan, jika Tria adalah kekasihnya, ia pasti menyuruh Tria memainkan lagu standing egg, kekasih? Membayangkan saja sudah membuat hatinya berbunga, apa mungkin seorang biasa dan jelek sepertinya bisa mendapatkan pangeran seperti Satria? Kalau dilihat dirinya seperti Shrek, si Ogre yang selalu tinggal di rawa-rawa. Irena si gadis bodoh, mengapa harus mengejar yang tidak melihatmu sementara jauh di sana seorang dengan berhati tulus siap menerimamu?
Ketika semua pertunjukan selesai, mereka harus segera tidur karena besok akan banyak kegiatan. Pie sudah duluan masuk tenda, telinganya disumpal oleh headset dan suara dengkuran terdengar bersahutan dengan teman lain. Irena belum tidur, dia tidak terbiasa tidur dengan orang lain di sampingnya, saat sekolah dasar temannya saja bisa dihitung jari. Jadi dia tidak pernah satu tenda dengan orang lain, dulu saat sekolah dasar dia hanya sendirian dalam tenda.
"Dingin." ucapnya menggosok kedua tangan di depan api unggun yang mulai padam, dia pun mencari ranting kayu kecil dan dan membiarkan api tetap menyala. Gadis itu menhangatkan tubuhnya di depan api unggun, lalu bersenandung pelan. Itu lagu yang sering dinyanyikan almarhum kakeknya, lagu berbahasa sunda itu bisa membuatnya tidur lelap saat kecil. Dia jadi rindu kakeknya.
Angin malam berhembus kencang, membuat api unggun berkobar. Irena mendesis kedinginan, namun tak lama dia merasakan sebuah kehangatan di pipinya. Gadis itu terkejut melihat sang kakak kelas berada di sampingnya dengan menenteng cangkir berisi air teh hangat.
"Ini, teh krisan, Mama gue bilang ini bisa membantu masalah insomnia." ujarnya menyerahkan cangkir itu dan dengan senyuman manis sang gadis menerimanya, mereka duduk bersebelahan, sekarang Irena merasakan tubuhnya tidak lagi dingin karena tubuh jangkung Arie menghalu angin yang bertiup dari samping.
"Lu pasti enggak betah ya, soalnya kalau tidur dikelonin Mama lu." ucap Arie sambil terkekeh pelan. Irena mendelik lalu meninju pelan lengka kekar sang ketua OSIS.
"Sok tahu kakak ini, aku cuma enggak terbiasa tidur sama orang lain, aku biasa sendiri dulu di tenda. Aku takut buat mereka enggak merasa nyaman." ucap Irena. Arie menatap heran gadis di sebelahnya lalu berkata, "Emangnya ini pertama kali lu ikut camp?"
Gadis berpipi Chubby itu meniup cangkir di tangannya dan menyesap air teh yang diberikan Arie secara perlahan. Kini tubuhnya terasa semakin hangat tatkala air teh itu melewati tenggorokannya.
"Pernah, saat SD dan SMP pernah camp. Tapi tidak ada yang mau satu tenda sama aku, katanya takut tertimpa gajah." Irena tertawa kecil, sementara Arie meremat tangannya sendiri saat mendengar pengakuan Irena. Hati kecilnya terasa tercubit, ayolah kenapa manusia sekarang sering mengkotak-kotakan pertemanan karena bentuk badan?
"Mereka bodoh. Harusnya mereka mau tidur satu tenda sama lu, bagus dong enggak usah bawa kasur sendiri dari rumah udah ada di tenda." Arie mencubit pipi gadis chubby di sebelahnya, membuat Irena mendelik kesal lalu balas memukul lengan kekar sang kakak kelas, keduanya tertawa kecil karena takut membangunkan siswa dan siswi lain. Tanpa mereka sadari seorang gadis di ujung gelapnya malam mengepalkan tinjunya kesal. Dia sengaja menyelinap keluar hanya untuk bertemu Arie, bahkan memakai baju tidur dengan belahan dadanya terlihat dan parfum agar laki-laki itu tergoda. Namun yang dia dapatkan hanya interaksi antara lelaki itu dengan gadis yang menurutnya buruk rupa. Dia mendecih lalu pergi dengan sumpah serapah dari mulutnya.
Note : Heureuy : bercanda
Aya-aya wae : ada-ada saja
Rasanya baru kemarin, Irena meninggalkan acara camping penuh kesan. Bagaimana tidak, dua hari itu ia dan Tria dekat satu sama lain. Tria pribadi yang hangat, murah senyum dan juga suka membaca manga. Selama kegiatan camping, Tria banyak membantunya dan memberi kesan yang baik.Saat berangkat kemah, dia pikir bakalan menyebalkan melihat kakak kelasnya yang galak dan Rara yang menempel padanya. Tapi semua berubah sejak avatar Aang menyerang eh maksudnya saat Tria datang. Irena sering dibuat terkejut dan terheran-heran, bukan karena Tria makan daging ayam dengan sayur kol, tapi perbuatannya selalu sukses bikin si cewek melting tingkat dewa 19.“Capek? Ya udah kamu istirahat aja dulu. Biar aku saja yang bawa airnya,” sambil senyum ala iklan pasta gigi. Siapa coba yang enggak melting digituin, berasa jadi cewek-cewek di film superhero gitu. Lagi capek bawa air, napas Rabu-Kamis terus Tria datang nolongin sungguh nikmat mana lagi yang Irena dustakan?
“Irena Putri Wahyudi, jelaskan soal di papan tulis.”Irena yang sedang mengkhayal iya-iya pun terkejut, soalnya bukan CEO ganteng yang ada di depannya tapi Pak Yanto dengan kacamata melorot ke hidung terus kumis nyeremin ala Pak Raden. Irena buru-buru ngusap ilernya pakai sapu tangan terus melihat ke arah Pak Yanto dengan wajah kikuk. Pak Yanto tahu muridnya ini sejak tadi melamun bukannya belajar.“Hah?! Saya, Pak?”“Ya, iya kamu memang saya panggil siapa?”“Coba Bapak ingat-ingat mungkin yang Bapak maksud bukan saya,”“Loh, kamu malah tawar menawar. Dipikir ini lagi transaksi sayuran apa? Udah sini maju!” Pak Yanto kesal lama-lama.Irena beranjak dari mejanya, lalu ke papan tulis. Dia berkeringat dingin, sebenarnya dia tidak mendengarkan penjelasan Pak Yanto, Irena menggigit bibir bawahnya. Setahu dia Pak Yanto itu kalau marah suka gebrak meja, masih mending tapi gebrak meja
Semua orang menatap ke arah meja Irena, Bu Centini ketar-ketir soalnya pangeran sekolah udah lama enggak bad mood, sekalinya dia lagi kesel bikin orang ketar-ketir enggak karuan.“Enggak usah deh, aku udah enggak lapar.” Jawab Arie meninggalkan bangku Irena, Irena menatap kepergian kakak kelasnya itu dengan bingung, sementara kakak kelas yang lain serta teman-temannya menatap Irena, seolah cewek itu melakukan kesalahan besar membuat seorang Arie bad mood. Pie tergopoh-gopoh kembali ke meja dan melihat Irena yang masih bingung.“Maneh ada masalah apa sama si ketua OSIS itu?”“Sumpah, Pie. Aku enggak ngapa-ngapain, suer deh.” Irena benar-benar bingung kenapa Arie marah.“Duh, kalau Kak Arie bete semua orang pasti kena amuk deh.”“Hah, serius? Kamu tahu dari mana, Pie?”“Semua orang tahu itu, kamu saja yang sibuk liatin Tria.” Pie mendeng
Irena entah harus merasa bersyukur atau tidak, dia bisa seharian semalaman latihan bersama Satria, meski kenyataannya Satria berada jauh dari tempatnya. Irena satu kelompok dengan Arie dan Igna, sementara Satria dengan Rara. Sementara itu dadanya terasa sesak dan patah hati, melihat Rara begitu serasi dengan Satria. Pedih banget rasanya, melihat seseorang yang kita sukai bersama orang lain. Meskipun di hadapannya ada bakso enak dan es teh manis, tetap saja Irena enggak bakal tergoda.“Mereka sangat cocok dan serasi, ah Rara memang cantik dan Satria juga tampan, mereka cocok kalau jadi pasangan kekasih.” Celetuk salah satu temannya, membuat Irena semakin miris.‘Iya sih aku mah apa atuh hanya remahan rengginang di kaleng Khong Guan.’Bukan hanya Irena yang berpikir hidup tidak adil, coba lihat Igna. Wajahnya kusut dan lingkaran hitam menghias matanya, tanda beberapa hari ini tidak bisa tidur. Igna menyukai Rara, tapi sayangn
Irena tidak sanggup lagi, lebih baik segera ke toilet, untuk menyelesaikan urusannya yang mungkin bertambah dengan menangis. Di perjalanan, dia melihat Arie bersama dengan Mita. Ah, mengapa dunia tidak adil? Irena juga ingin seperti Rara dan Mitha. Apa benar apa kata orang, orang ganteng hanya untuk orang cantik? Irena ingin sekali mematahkan persepsi itu karena benar-benar membuat dirinya atau orang lain yang mengalami hal yang sama seperti dirinya merasa tidak nyaman.“Ra, harusnya lu tahu gue suka sama lu.” Irena baru saja menyelesaikan urusannya, ia duduk sebentar di toilet tapi ia mendengar suara seorang cowok yang sedang menangis.‘Apa hantu? Kenapa ada suara cowok di toilet cewek?’ “Ra, gue sayang sama lu, kenapa sih lu milih si Satria itu.”‘Suaranya kayak Kak Igna?’ Irena membuka pintu dengan takut-takut. Ia melirik ke kanan dan ke kiri, sosok cowok jangkung sedang m
Motor gede itu keluar dari tempat latihan, Irena duduk nyaman di belakang sang ketua OSIS dan Igna mendengkus sendirian di luar pagar, dia pun menelepon temannya buat datang menjemput lagipula otaknya butuh di refresh, barangkali nongkrong di base camp atau di tempat latihan band bisa membuatnya lebih segar.“Kak Arie kok ngajak saya, kenapa enggak ngajak Kak Igna aja?” tanya Irena di jalan. Arie fokus mengendarai motornya.“Karena aku pengennya kamu, bukan Igna.”“Hah?” Irena merasa pendengarannya berdengung dadakan, perkataan kakak kelasnya itu ambigu, dia jadi mikir aneh-aneh jadinya. Irena berusaha menormalkan detak jantungnya yang mendadak seperti bedug di malam takbiran. Motor Arie melaju di atas jalan kota Jakarta, Irena tanpa terasa memegang pinggang kakak kelasnya itu dan menyenderkan kepalanya di punggung Arie. Entah kenapa, bersama Arie segala kesedihan di dalam rongga dadanya perlahan hilang.“Ma
Kata orang cinta pertama itu sering meninggalkan kesan yang dalam, sedalam palung Mariana. Kalau kata Slank terlalu manis untuk dilupakan tapi, juga terlalu sakit untuk dikenang.Irena kudu kuat menerima kenyataan kalau Tria sekarang sudah sold out dan pemenangnya adalah Rara. Kebencian di hati Pie semakin menumpuk terhadap Rara dan Tria, mereka seolah-olah pamer kemesraan dan sering membuat Irena terlihat terluka. Seperti siang ini, mereka jalan bergandengan tangan sambil mengumbar keromantisan ala drama Korea.“Boleh kami di duduk di sini?”“Memangnya bangku cuma ada di sini? Cari saja tempat lain.” Pie mendengus kesal.“Irena saja tidak keberatan, kenapa kamu sewot?!” Rara mencebikkan bibirnya. Dia dan Satria duduk di depan Irena dan Pie yang sedang makan siang di kantin. Irena hanya tersenyum miris, melihat kemesraan dua sejoli di depannya, udah kayak Galih dan Ratna versi now. Pie kesal pada Tria, co
Lagi dan lagi kakak kelasnya itu menjadi penolong untuknya saat dia terluka, sementara itu manusia lain di sana tertawa keras, seakan dia adalah badut yang lucu dan patut untuk ditertawakan. Rasanya ingin menangis keras, namun dia hanya menahanya di dalam hati. “Terima kasih, Kak Arie.” “Hmm sama-sama, lain kali berhati-hatilah.” “Terima kasih, Kak.” Arie berlalu dari hadapan Irena dengan wajah dinginnya, Pie terlihat terburu-buru mendekati Irena. “Ngapain Kak Arie?” “Ngasih ini.” Irena menunjukkan sebungkus tisu basah pada Pie. “Hoh? Jadi dia beli ini tadi buat kamu, dia sampai diolok-olok sama teman-temannya.” “Hah serius?” “Iya serius, Kak Arie baik ya sama maneh. Hmm jangan-jangan dia—” “Stop enggak usah diteruskan dan jangan mengada-ngada. Mana airnya aku haus.” Irena seperti ikan mujair yang kehausan, dia meminum habis air mineral yang diberikan Pie padanya. Rasanya cukup sak