Share

Hei Boy!

Rasanya baru kemarin, Irena meninggalkan acara camping penuh kesan. Bagaimana tidak, dua hari itu ia dan Tria dekat satu sama lain. Tria pribadi yang hangat, murah senyum dan juga suka membaca manga. Selama kegiatan camping, Tria banyak membantunya dan memberi kesan yang baik.

 Saat berangkat kemah, dia pikir bakalan menyebalkan melihat kakak kelasnya yang galak dan Rara yang menempel padanya. Tapi semua berubah sejak avatar Aang menyerang eh maksudnya saat Tria datang. Irena sering dibuat terkejut dan terheran-heran, bukan karena Tria makan daging ayam dengan sayur kol, tapi perbuatannya selalu sukses bikin si cewek melting tingkat dewa 19.

“Capek? Ya udah kamu istirahat aja dulu. Biar aku saja yang bawa airnya,” sambil senyum ala iklan pasta gigi. Siapa coba yang enggak melting digituin, berasa jadi cewek-cewek di film superhero gitu. Lagi capek bawa air, napas Rabu-Kamis terus Tria datang nolongin sungguh nikmat mana lagi yang Irena dustakan?

“Makasih, ya Tria.” Irena malu-malu Miaw, Tria cuma senyum terus mengusap poni cewek chubby di depannya, makin melayang rasanya.

“Buruan jalan! Malah pacaran.” Ketus si ketua OSIS sekonyong-konyong koder dari belakang, Irena menggerutu kenapa sih kakak kelasnya itu selalu datang tak terduga dan saat dia lagi merangkai momen manis sama Tria?

Itu enggak sekali dua kali, kemarin saat disuruh bantu nyuci sayuran buat dimasak. Irena sama Tria lagi asyik ngobrol sambil bercanda, terus Kak Arie datang nyuruh Tria pergi. Gantinya dia yang sama Irena bersihin sayuran buat dimasak. Enggak asyik rasanya, tiap hari dipelototin gitu, Kak Arie mirip werewolf. Ya soalnya kalau ganteng-ganteng serigala nanti Aliando kesinggung jadi ganti aja werewolf. Terus paling kesel tuh pas Irena sama Tria lagi ngobrol berduaan sambil cerita soal masa kecil Tria, Kak Arie datang terus nyelip di tengah-tengah.

“Cowok sama cewek enggak boleh berduaan soalnya yang ketiganya setan.” Akhirnya Irena sama Tria masuk tenda masing-masing, gagal deh momen romantismenya. Rasanya Irena ingin berteriak, ingin menangis, tapi air mata telah tiada lagi … eh tunggu bukannya itu lirik lagu Mbak Dedew, ya? Intinya Irena pengen protes tapi lihat mata Kak Arie yang kayak werewolf itu dia kicep mending diem-diem bae.

Sampai pulang pun kembali ke sekolah, Kak Arie maksa dia lagi buat sebangku sama dia. Alasannya karena badan Irena gede nanti takut kegencet anak lain. Kalau badan dia ‘kan tegap katanya enggak mudah tumbang mau digilas badan anak gajah juga. Tapi Irena bersyukur karena di mobil ada Tria meskipun Tria duduk sama Rara, kesel. Enggak apa-apa toh Tria sama dia udah tukeran nomor w******p jadi bisa chatingan kalau malam.

Irena sudah 3 bulan menjadi murid SMU, tentunya dengan banyak duka daripada sukanya. Ia pikir bakalan sekelas dengan Pie, ternyata Pie di kelas B. Irena hanya bisa pasrah kali ini ia sendirian dengan teman-teman yang belum mengenalnya, bahkan ia duduk sendirian. Murid kelas A tidak seperti murid kelas B atau C mereka terlihat  ribut apalagi kelas C terkenal dengan kenakalan dan keusilannya. Sementara kelas B kelas yang biasa saja, mereka masih bisa ribut mengobrol dan bahkan membawa ponsel ke kelas. Sementara kelas A dengan ketua kelas super ketat. Jangankan membawa ponsel, isinya adalah sekumpulan anak-anak rajin dengan otak encer kualitas super, padahal Irena merasa dirinya enggak pintar-pintar amat kenapa masuk kelas A?

Kalau istirahat anak-anak kelas A lebih milih ke perpus daripada kantin. Moto mereka adalah, belajar nomor satu yang lain nomor sekian. Pulang dari sekolah bahkan mereka mengikuti les lagi.

“Arrghhh! Stres.”

 Irena ngacak kepalanya yang terasa berputar, setiap hari makan kalkulus sama aljabar, dia khawatir nanti otaknya kisut kebanyakan mikir. Lirik kanan kiri semua sibuk sama buku masing-masing, ah mana enggak ada yang bisa pakai cuci mata lagi. Ada satu ketua kelas, tapi dia orangnya pendiam sekali. Contohnya kalau Irena tanya atau sapa jawabannya cuma dua kalau enggak ‘Ya’ jawabannya ‘Tidak’.

“Rip, besok ada ulangan?”

“Ya.”

“Rip, lagi flu ya? Kok dari tadi pakai masker?”

“Ya.”

“Rip, mau ke kantin?”

“Tidak.”

Duh, Irena berasa ngomong sama robot bionik tahu enggak, mendingan dia main pou sekalian atau talking angela. Mereka lebih lancar kalau diajak curhat atau ngobrol, mereka juga enggak pernah diam saja kecuali kalau ponselmu eror.

Satu kelas tapi berasa beda kelas, ini kayak satu rumah tapi kamu enggak merasa ada di rumah. Semua tampak asing, sibuk dengan urusan masing-masing. Antara satu dengan yang lain hanya bicara seadanya, kadang Irena ingin pindah kelas saja. Ke tempat Pie misalnya atau kelas C. Huh! Beruntungnya Rara bisa satu kelas dengan Satria. Bisa melihat Tria setiap hari, menatapnya sedang menulis tentunya lebih berfaedah rasanya. Kadang Irena suka alasan pada gurunya.

“Pak, saya permisi mau ke toilet.”

Padahal sebenarnya Irena diam-diam lihat Tria yang lagi main basket sama teman-temanya, lihat dia keringetan terus nyapu poninya ke atas itu rasanya adem. Lihat dia lap keringat terus seragamnya tersingkap sedikit memperlihatkan tonjolan otot perutnya, Irena dadakan sesak napas mau meninggoy rasanya. Padahal tadi pagi udah sarapan roti tapi roti sobek di depannya tidak bisa diabaikan. 

“Ir, kamu kok di luar? Bukannya lagi pelajaran Pak Yanto ya?” tanya Tria sambil senyum membuat pipi chubby Irena merona terus merasakan gejolak dalam perutnya.

“Ah, itu … itu ….”

“Kamu, balik ke kelas sana.” Lagi-lagi Kak Arie melotot, ‘mengganggu kesenangan nan haqiqi ini saja,’  gadis itu mendengkus dalam hati.

Irena terpaksa kembali ke kelasnya, jengkel sebenarnya. Masih ingin lihat roti sobek Tria, eh?

“Perhatikan semuanya, Bapak akan menjelaskan tentang rumus ini. Kalian perhatikan baik-baik ya, anak-anak.” Pak Yanto mengetuk papan tulis dengan penggaris kecil.

“Jika himpunan xy bertemu dengan x-2+y.”

Pak Yanto sedang menjelaskan rumus di depannya, tapi pikiran Irena masih melayang ke lapangan basket. Membayangkan Tria berkeringat, terus buka baju seragamnya lalu basahi rambutnya pakai air mineral habis itu rambutnya dikibas ala iklan sampo ke belakang. Rasanya ada manis-manisnya gitu, oleng brother gadis chubby ini. Dia bukan meshoom loh, dia cuma penasaran saja. Gimana rasanya kalau bisa bersandar di dada bidang Tria yang pelukable, terus gelayut manja di lengannya yang glendotable, karena di mata Irena cowok bernama Satria itu bener-bener suamilable, tuh pikirannya saja langsung suami bukan pacar lagi. Yang jelas, kalau Irena nikah sama Tria, itu bisa memperbaiki kualitas dan kuantitas keturunan Tatang Wahyudi bin Haji Juki. Dia bayangin Tria pakai baju ala-ala CEO di Good Novel gitu, terus ngedip manja sambil bilang, “Hey! Baby girl why you so mad? You can call me your dad.” Makin oleng dia, Irena melotot memikirkan khayalannya serasa nyata di depan mata. Tanpa sadar mulutnya terbuka terus ngeces.

Enggak tahu Pak Yanto udah menatap dia face palm dari tadi. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status