Share

Bimbang

Di bangku panjang depan kelas mereka berempat duduk menunggu teman-teman yang lainnya. Randy menatap Shilla yang sibuk memerhatikan anak-anak yang sedang berolahraga. Sementara, Sivia sibuk dengan pikiran yang menggangunya sejak pagi tadi. Aditya dia sudah sibuk dengan permainan mobile legend di smartphonenya. Aditya ini adalah teman dekat dan juga teman sebangkunya Randy.

Randy mendekati Shilla, menatapnya dengan lekat. "Shill, kamu kenapa sih? Aku ada yang salah?"

Shilla menatapnya sekilas. "Nanti saja kita bahas!"

"Kapan? Sekarang saja biar semuanya selesai kan?" ujar Randy tersenyum.

"Nanti sepulang sekolah saja. Ada yang mau aku omongin," jawab Shilla datar.

"Yaudah kalau gitu mau kamu. Tenangin dulu hati kamu ya, biar nanti kita diskusikan secara kepala dingin," ucap Randy tersenyum berlalu duduk di samping Aditya kembali.

"Shill, orang misterius itu masih ganggu kamu?" Sivia menatap Shilla.

Shilla melihat sekilas ke arah Sivia, lalu mengeluarkan smartphonenya menunjukkan pesan yang di kirim oleh nomor asing itu tadi pagi. "Padahal tadi pagi sudah aku kasih lihat loh ke kamu, tapi kamu kayak aneh gitu."

"He ... he ... he ... maafkan aku, Sayangku," ucap Sivia seraya dua jarinya membentuk huruf V.

"Oke, gak apa-apa kok. Jadi gimana ya sekarang?" tanya Shilla kemudian.

"Hmm ... aku juga bingung. Tapi ...." Ucapan Sivia terpotong karena Randy langsung saja memotong omongannya Sivia.

"Orang misterius? Nomor asing? Maksudnya apa?" Randy menaikkan salah satu alisnya.

Shilla dan Sivia terdiam untuk beberapa saat. "Kepo banget sih," ucap Sivia tidak setuju.

"Iya. Kamu ikut campur aja, ini urusan kita. Bukan kamu!" Shilla melipat kedua tangannya sebal.

"Shill dengan pacar sendiri pake main rahasian gitu." Kali ini Aditya mulai angkat suara.

"Apa semua ini ada hubungannya dengan kamu berubah hari ini?" Randy memegang pundak Shilla.

"Anak-anak silakan masuk! Waktu remedialnya sudah selesai," perintah Ibu Tina tersenyum.

Shilla, Sivia, Randy dan Aditya menoleh secara bersamaan ke arah Ibu Tina dan menjawab dengan kompak. "Iya Bu."

Mereka berjalan masuk ke dalam kelas.

***

Jam pulang sekolah telah tiba. Siswa-siswi berhamburan keluar kelas. Shilla memantapkan hatinya agar lebih tegar setelah menghadapi jawaban Randy nantinya. Sementara Sivia hanya memikirkan Galang. Dua sejoli ini memikirkan lelaki yang ada di hati mereka masing-masing dengan perasaan bimbang.

"Shill, aku pulang duluan gak apa-apakan?" tanya Sivia menatap Shilla tersenyum.

"Kamu mau ke mana?" Shilla menatap kembali Sivia.

"Mau pulang bareng Kak Galang," jawab Sivia tersenyum. Ia harap-harap cemas menantikan jawaban Shilla.

Shilla tersenyum dengan lebar, membuat Sivia menaikkan salah satu alisnya. "Kenapa?"

"Ciee ... cie ... cie ... sudah ada kemajuan aja sekarang," goda Shilla tersenyum.

Kamu gak tahu saja, semua ini bisa terjadi juga karena kamu. Sebenarnya aku juga sudah tidak tahu bagaimana jadinya hubungan kami.

Sivia hanya tertawa saja. "Iya gitu deh, Shill. Kamu juga masih pulang bersama Randy kan?"

"Iya Siv. Tenang saja," jawab Shilla tersenyum.

"Yaudah aku duluan ya Shill," ucap Sivia tersenyum berlalu keluar kelas.

"Sayang, pulang yuk!" Randy menghampiri Shilla di bangkunya.

"Ayo. Tapi jangan langsung pulang ya." Shilla lalu berdiri dari bangku menggendong tas sekolahnya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Randy kemudian.

"Kamu jalan saja nanti aku kasih tahu arah jalannya," ucap Shilla datar.

Randy terdiam. "Oke deh, Sayang."

***

Zahra hampir tidak berhenti tersenyum dengan sendirinya, ia merasa sangat bahagia. Gimana gak bahagia seorang lelaki yang paling popular di sekolah pulang bersama bahkan lunch bersama dirinya. Apalagi perlakuan Randy yang menurutnya sangat special membuat hatinya berbunga-bunga.

"Sepupu!" Zahra mengucapkan kata itu lalu menaikkan salah satu alisnya. Menyungingkan senyum dengan penuh arti.

"Shilla oh Shilla. Kamu memang pintar dalam hal pelajaran tetapi kamu belum terlalu pintar dalam suatu hubungan," ucap Zahra tersenyum sendiri.

"Orang pintar memang akan kalah sama orang cerdik kayak aku!" lanjut Zahra kembali. Sedari tadi Zahra hanya ngomong sendirian.

***

Sivia menuju depan gerbang sekolah sesuai dengan janji Galang pagi tadi. Namun, sesampainya di sana ternyata Galang belum menampakkan dirinya. Sivia menoleh kanan dan kiri masih mengharapkan kalau seorang Galang sudah ada, tetap saja hasilnya nihil.

Apakah aku hanya di bohongi saja?

Apakah Galang akhirnya sudah menyerah denganku?

Atau Galang malah kembali dengan Anita?

Tiga pertanyaan tersebut sedang menghantui Sivia saat ini. Ia begitu cemas dan khawatir dengan hubungannya bersama Galang. Bagaimana tidak khawatir, baru saja akan di mulai akan tetapi pengakhiran sudah nampak jelas di depan mata. Lalu, ia mengeluarkan smartphonenya mencoba menghubungi Galang.

To : Galang

From : Sivia

Kakak di mana?

Aku sudah berada di depan gerbang sekolah.

Terkirim. Hanya menunggu beberapa saat saja, sudah dapat balasan dari Galang.

To : Sivia

From : Galang

Tunggu saja di sana.

Aku baru keluar kelas nih.

Setelah membaca isi pesan tersebut, Sivia merasakan sedikit kelegaan di hatinya. Ia menunggu sembari melihat siswa-siswi lain yang berlalu lalang untuk pulang juga.

"Ayo naik," ajak Galang dari motornya yang telah berada di hadapan Sivia saat ini.

Sivia hanya menurutinya saja, ia langsung duduk di atas motornya Galang dengan perasaan yang tidak karuan. "Kita mau ke mana?"

"Ikut saja! Yang pasti aku tidak akan membawamu ke tempat yang sepi," ujar Galang datar.

"Apaan sih Kak Galang!" Sivia menautkan kedua alisnya.

Galang tertawa sendiri, ia geli melihat gadis di depannya yang wajahnya sudah keliatan sekali seperti ketakutan. "Lagian kamu sih, itu wajah kenapa kayak pucat gitu?"

"Ihh ... Kak Galang nyebelin," ucap Sivia lalu memukul pundak Galang dengan pelan.

"Ada yang harus kita bicarakan lebih banyak. Semuanya demi kepentingan kita bersama. Agar aku tidak salah paham maupun kamu sebaliknya," ujar Galang dengan tegas.

Sivia mengedikan bahu, ia mengeri melihat tingkah Galang yang berubah drastis seperti ini. Tadi di saat ia sudah mulai merasakan ketakutan malah di ajak tertawa, sekarang sudah tertawa malah di ajak kembali dalam suasana serius. Sebenarnya apa yang sedang ada di pikiran seorang Galang saat ini?

"Siap, Kak!" jawab Sivia tersenyum.

***

Shilla dan Randy telah sampai di salah satu Cafe yang begitu mewah di Kota Palembang. Cafe yang di datangin oleh Randy dan Zahra kemarin. Shilla sengaja mengajak Randy ke tempat ini agar Randy menyadari kesalahannya dan juga Shilla ingin melihat ekspresi Randy ketika ke tempat ini bersama kekasihnya sendiri.

Randy tampak terdiam. Sepertinya ia sudah mulai takut dengan apa yang telah di lakukannya kemarin sudah ketahuan oleh Shilla, tapi dia masih berpikir positif karena dengan alasan sepupu pasti membuat Shilla memercayainya. Ia berusaha setenang mungkin.

"Gak apa-apakan aku ajak ke sini?" tanya Shilla tersenyum. Senyuman yang sangat di paksakan walaupun di dalam hati sangat menjerit begitu sakit.

"Gak apa-apa kok, Sayang. Tempatnya indah ya?" jawab Randy sambil tersenyum.

Ingin sekali rasanya Shilla bilang di saat itu juga, IYA INDAH. APALAGI JALANNYA SAMA MANTAN! Namun, ia masih berusaha untuk mengontrol emosinya saat ini.

"Hmm ... iya, kita langsung masuk aja yuk!" ajak Shilla berjalan mendahului Randy.

"Eh, tunggu dong, Sayang." Randy berusaha mensejajarkan posisinya di samping Shilla.

***

Sivia dan Galang telah sampai di cafe yang sama dengan Shilla dan Randy.

"Cafe ini." Sivia memandangi keadaan di sekitarnya.

"Kenapa?" Galang menyadari ada sesuatu di diri Sivia.

"Hmm ... gak apa-apa, Kak. Nanti aku jelasin saja. Agar Kakak menjadi lebih paham," jawab Sivia tersenyum.

"Oke," jawab Galang singkat.

Mereka pun masuk ke dalam Cafe tersebut. Sivia juga melihat sedang ada Shilla dan Randy di sana.

"Kita gak usah gabung sama mereka!" Kalimat yang terlontar dari mulut Galang menyadarkan Sivia.

"Iya, Kak," jawab Sivia singkat.

***

"Hmm ... kamu sudah pernah ke sini belum?" tanya Shilla seraya menyeruput milkshake chocolate di hadapannya.

Randy menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Menimbang-nimbang jawaban yang akan ia berikan. "Sudah, Sayang."

Deg!

Hati Shilla terasa bagai di sambar petir. Dengan santainya kekasihnya bilang begitu. Bukankah ini kali pertama ia dan Randy ke sini?!

"Oh, kapan? Sama siapa?" Shilla masih berusaha dengan setenang mungkin. Itu semua di lakukannya demi sebuah jawaban yang ingin di ketahuinya.

"Sama Zahra!" jawab Randy lalu melanjutkan aktivitas makannya.

Shilla terdiam memandangi kekasihnya yang seperti tidak ada salah sedikitpun. Bahkan saat ini Randy sudah dengan santainya melahap mie goreng di hadapannya.

Sepupu?!

Akankah sepupu semesra itu?

Dan, kenapa kamu seperti tidak ada salah sedikit pun.

Atau semua ini memang kesengajaan kamu terhadap aku.

Kesengajaan kamu membuatku cemburu.

Kesengajaan kamu membuatku merasakan sakit hati.

Ketenangan yang di tunjukkan Shilla sedari tadi kali ini sudah goyah. Ia sudah tidak tahan lagi, air mata yang sedari tadi memaksa untuk keluar akhirnya berhasil juga walaupun ia sangat tidak ingin sekali menunjukkan aliran air mata di depan kekasihnya tersebut. Ia hanya terdiam saja, masih berusaha untuk mengatur napas dan emosi saat ini.

"Kamu kenapa nangis?" Randy terkejut mendapati Shilla sedang menangis. Padahal menurutnya tadi Shilla baik-baik saja.

"Apa aku ada salah?" Randy begitu terlihat khawatir dan berusaha mengengam tangan Shilla.

Shilla masih nampak terdiam saja. Ia menepis genggaman tangan dari Randy. "Zahra itu sepupu kamu?"

***

Apa ya jawaban Randy?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status