Share

Chapter 2

Claudya Nikita Rissa, seorang mahasiswa kedokteran umur akhir yang sedang internship di sebuah RSUD Gading Cempaka Tipe D, Provinsi Bengkulu. Ia berasal dari Jakarta. Rumahnya di daerah Gandaria, Jakarta Selatan, dan di rumahnya ada 7 pembantu: dua orang tukang masak, dua orang tukang kebun dan kolam renang, dua orang tukang bersih-bersih rumah, dan seorang bertugas di laundry rumahnya. Papinya pengusaha besar berawal dari hanya menjual sepotong dua potong baju di pinggir kota Padang sambil mengambil gelar insinyur pertanian dari universitas di Padang. Mami paling setia membantu papi yang kala itu hanya seorang pedagang kaki lima. Waktu itu mereka hanyalah teman dekat dan sama-sama kuliah di universitas yang sama dan duduk di kelas yang sama pula, tetapi ternyata papi dan mami saling menyimpan rasa sayang di hati mereka masing-masing. Akhirnya, setelah lulus jadi insinyur pertanian, papi Rissa menikah dengan maminya dan membangun pabrik Levis di Bandung. 

Setelah berhasil membangun pabrik Levis dari nol, berbekal kerja keras dan kesetiaan, mereka mendirikan rumah di Jakarta Selatan. Itulah sedikit cerita tentang mami dan papi Rissa.

"Duh!" Mulut Rissa memuncung, keningnya berkerut kecil, sorotan matanya tampak kesal sambil melihat tajam ke arah laptop yang ada di depannya. 

"Wifinya mati lagi?! RS Jakarta habis kuota, Persahabatan abis, Fatmawati abis, RSCM abis. Serius lho RS di Jakarta habis semua kuotanya? Cepat amat yak?!!" Omelnya pagi ini.

Lalu Rissa menyeruput kopi susu tabur cokelatnya di meja itu, tepat di samping laptopnya. Itulah yang membuat laptop Rissa sering basah kalau tidak sengaja menumpahkan kopinya. 

Internship dokter merupakan tugas mahasiswa kedokteran paling akhir agar diakui menjadi dokter "beneran". Setelah lulus 3,5 - 4 tahun di Sarjana Kedokteran Umum dengan gelar S.Ked., mahasiswa kedokteran harus menjadi koass selama minimal 1,5-2 tahun barulah bergelar dokter (dr.). Lalu harus internship dulu 1 tahun lagi (digaji), barulah setelah lulus ujian akhir, para mahasiswa kedokteran umum menjadi dokter "beneran" dan bisa dilepas menjadi dokter di berbagai rumah sakit dan klinik. Komplit. Bahkan ada yang lebih dari itu waktu lulusnya. Tergantung banyak faktor, salah satunya faktor nasib.

Pada saat mereka internship, mereka disebar ke seluruh Indonesia. Oleh karena itu, terkadang para dokter sebelum internship (iship), mereka yang dari daerah, dengan akses internet yang kurang baik, harus ke Jakarta jika tidak ingin ditugaskan ke pelosok daerah se-Indonesia, seperti ke tempat pembuangan gajah mati atau pelosok daerah yang dekat hutan antah berantah dan susah menemukan perlengkapan di kota karena jauh dari kota. Bukannya tidak mau mengabdi ke pelosok daerah, tetapi untuk menjadi dokter di  pelosok terpencil haruslah memiliki modal mental yang kuat, sekuat baja. Jadi, mana mungkin gadis cantik seperti Rissa, yang sudah terbiasa hidup mewah dan dekat kota akan bisa bertahan selama satu tahun bila mendapatkan tugas internship di pelosok daerah, bahkan jauh dari sebuah tempat yang masih bernama kabupaten.

"Sisa NTT, Kalimantan, Bengkulu!" Kata Rissa masih sebal. "ya, emang sih salah gue sendiri kenapa gak daftar dari kemarin-kemarin. Mami sih, pake ngajak ke England. Sebel!" Kata Rissa lagi masih manyun.

Seharusnya Rissa bisa dapat tugas internship dokter di Jakarta saja, dekat dari rumah. Atau di Bandung lah, juga dekat Jakarta dan banyak tempat main.

Kini Rissa memegang Hp-nya. Mencoba menelepon Tomi dan Rara, teman dekatnya. Mereka bertiga video calls.

"Rissa, gue dapat di Cianjur. Gue pilih kampung nyokap gue." Kata suara Tomi di seberang. "Lu ikut gue ke Cianjur yuk?!" Ajak Tomi pada Rissa.

"Ah payah lu, Tom! Lu gak milih kampung kita Padang?" Semprot Rissa.

"Habis kuota, Ris!" Jawab Tomi. "Lagian Cianjur lebih dekat kali dari Jakarta."

"Kuota Cianjur habis kali Tom. Lu kagak daftarin gue? Kini kuota tinggal jauh-jauh." Kata Rissa. "Lu di mana Ra?"

"Gue, hmm, ah lu bedua marah gak sama gue?!" Ucap Rara sambil tertawa kecil di seberang.

"Apaan sih lu, Ra?!" Kata Tomi.

"Iya nih, lu mau di mana Ra?" Tanya Rissa lagi. "Lu tahu gak kalau sekarang kuotanya cuma ada di Kalimantan, NTT, sama Bengkulu lagi. Lu mau gue pilihin di mana?" Tanya Rissa lagi. 

"Maaf ya Ris, Ra, gue harus di Cianjur bareng pacar gue." Ucap Tomi sambil gigit jari dari seberang telepon.

"Lu beneran jadian sama Wanda? Buset dah! Haha. Bisa berantem mulu tu ntar!" Rissa tertawa mengejek karena Wanda dan Tomi selama ini seperti Tom and Jerry, kok malah bisa jadian.

"Lu Ra, kekira lu mau nemein gue di mana? Cepetan ya ini biar langsung gue daftarin. Kini!" Ajak Rissa.

"Gue, gue...." Rara tidak melanjutkan kalimatnya.

"Gue apaan sih, Ra?" Tomi penasaran.

"Apaan sih nih prinses katak?" Kata Rissa lagi kebingungan.

"Duh, gue mau nikah gais!" Kata Rara.

Seketika kopi yang dikulum Rissa tersembur ke depan laptopnya.

"Buset! Laptop gue basah." Kata Rissa.

"Ah lu Ra, kalau mau berantem, jangan di telepon lah." Kata Tomi.

"Gue gak mau tahu, pokoknya kita betiga ketemu sekarang ya. Gue pengen nyilet elu, Ra." Kata Rissa.

"Ah lu Ra. Kita sahabatan bertiga, tapi lu mau nikah kok kita tahunya lewat telepon!" Ujar Tomi. 

Mereka pun bertemu di Cafe Gandaria, Red Table Cafe. Rara habis disiletin sama Rissa dan Tomi. Tomi memang lelaki sendiri di kelompok ini karena Tomi adalah sepupu Rissa.

"Buset bener dah lu, Ra. Lu mau iship tahun depan? Hahaha! Demi Chandra?" 

"Oke, oke, gue ngerti kalau dua bulan lagi Chandra mau dapat tugas ke Seoul."

"Jadi lo nikah sama dia itu hanya karena demi biar lo ikut ke Seoul apa demi Chandra?"

"Ya dua-duanya sih." Ujar Rara berhiaskan senyum tersipu-sipunya.

"Ya udah, gue sama Tomi mohon izin duluan iship ya!" Ujar Rissa lagi.

"Ya," jawab Rara enteng. "gue mohon izin duluan nikah ya." Lalu Rara menunjuk Rissa, "Jangan lupa nikah tu sama lelaki pilihan papi lu, Ris." Rissa manyun tak suka.

"Lu juga Tom, jaga Wanda ya di Cianjur. Semoga kalian berjodoh. Dokter sama dokter. Entar anaknya jangan jadi dokter juga kali?! Bosen kalee!" Kini mereka berpisah. Pertemuan singkat mereka berakhir karena Tomi sudah ditelepon Wanda.

***

Rissa yang baru tiba di rumahnya langsung menatap laptopnya lagi. 

"APA???!"

Matanya terbelalak menatap layar laptonya. Sambil gigit jari harus memilih antara NTT dan Bengkulu karena Kalimantan walau di pelosoknya pun sudah habis.

KLIK!

Rissa mengklik laptopnya pada formulir pendaftaran iship online. Ia memutuskan ambil internship di Bengkulu karena secara di peta, Bengkulu masih tetangga dengan Padang, kota kelahiran mami papinya.

***

"Ris, papi dan mami mau ngenalin kamu sama  anak temen papi. Namanya Richi. Dokter juga lho, sama kayak kamu." Mami Rissa malam itu duduk di ujung sofa di kamar Rissa untuk menyampaikan sesuatu yang penting seperti ini.

"Ih apaan sih, Mi." Ujar Rissa mengernyitkan dahinya sambil tertawa geli. Ia masih sibuk dengan saladnya.

"Mami dan papi dulu kerja keras dari titik nol hingga pabrik Levis pertama kita berdiri besar seperti sekarang." Lanjut mami lagi mencoba menjelaskan maksud dan tujuan.

"Hubungannya mi?" Tanya Rissa sambil makan salad, sambil memerhatikan wajah maminya yang masih bercerita.

"Hubungannya, mami dan papi dapat kamu dulu jadinya lama lho. Delapan tahun baru mami hamil."

"Oh. Terus mi?"

"Karena lama, kini mami sudah menuju masa tua." Lanjut mami. Rissa kini sedang menyendokkan salad terakhirnya.

"Terus mi?"

"Terus, ya Rissa harus nikah. Mami pengen gendong cucu!" Kata mami lagi kali ini langsung ke kalimat sasaran.

"Jadi mami mau jodohkan Rissa sama Richi?" Rissa mencoba menerangkan hal yang sudah terang.

"Ya iya lah!" Jawab mami.

Rissa tertawa terpingkal. "Gak ada yang lain apa mi?" Masih terpingkal. "Gak harus dokter kan?" Tanya Rissa lagi.

"Ya gak harus sih. Pengusaha juga boleh, pengacara, hakim, terserah sih. Tapi kalau sama Richi, hubungan mami papi dan keluarganya itu sudah dekat."

Rissa masih terdiam. Masih mikir dan masih menyendokkan saladnya ke bibir kasualnya.

"Kamu udah ketemu Richi?" Timpal mami lagi.

Rissa menganggukkan kepalanya.

"Terus kamu suka?"

Rissa kini masih tak tahan untuk tidak tertawa terpingkal. Rissa membuat maminya penasaran.

"Kenapa sih Rissa?" Tanya mami. "Richi ganteng, sopan, kekar, kaya, dan baik banget sama mami papi."

Rissa masih terpingkal. Ia kini malah semakin terpingkal dan memegang perutnya.

"Cocok lho namanya juga sama kamu. Rissa dan Richi." Ujar mami lagi mencoba meyakinkan Rissa.

Rissa kini berhenti tertawa dan mendekati maminya. "Tunggu mi, Rissa mau cerita. Pasti mami juga ikut terpingkal kayak Rissa.

SREETT!

Bunyi pintu kamar Rissa terbuka. Belum sempat cerita, Rara sama Tomi masuk ke kamar Rissa dan sungkeman sama mami.

"Siang Tante."

"Iya."

"Mau ajak Rissa beli perlengkapan merantau!" Kata Tomi.

"Iya, tante." Kata Rara juga. "Gue mau nemenin lu bertiga." Di sana juga ada Wanda. 

"Hah? Merantau?!" Tanya mami Rissa terbelalak.

"Iya, tante." Jawab Wanda.

"Merantau?" Mami Rissa masih mikir. "si Rissa disuruh nikah kok malah mau merantau?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status