Share

Bab 3

Author: Clara
Keesokan harinya, mereka membawaku keluar dari sel bawah tanah. Mereka memberiku pakaian bersih, meski lukaku masih berdenyut sakit.

Saat kembali ke kamarku, aku mengumpulkan semua yang mengingatkanku pada Vincent.

Diari masa kecil dan surat-surat cintaku, foto-foto rahasia dirinya, hadiah-hadiah yang kusimpan untuknya, kejutan-kejutan yang dulu kupersiapkan untuknya ... semua rencana yang ingin kusampaikan saat kami akhirnya bersama.

Namun sekarang aku tahu, tidak ada masa depan untuk kami. Semua itu tak ada nilainya lagi.

Aku memasukkan semuanya ke dalam kantong sampah hitam lalu berjalan ke tempat pembakaran di luar vila, menyaksikan api melahap mereka satu per satu.

Saat aku berbalik untuk pergi, aku justru berpapasan dengan Vincent yang baru kembali bersama Elena.

Elena dengan sengaja memamerkan gelang berlian di pergelangan tangannya yang konon ditukar Vincent dengan kendali atas tiga dermaga senjata. Gelang itu dikenal sebagai "Simbol Nyonya Cokro".

Vincent melirik tong sampah, lalu menatapku. Pandangannya tetap sedingin biasanya.

Elena melihat barang-barang itu dan memasang senyum palsu. "Lena, kamu menghancurkan semuanya? Apa itu artinya kamu akhirnya menyerah sama Vincent? Sudah melepaskan semua mimpi yang mustahil itu? Kita masih bisa jadi keluarga yang penuh cinta. Aku nggak akan menyalahkanmu atas apa yang terjadi. Kamu tetap adikku."

Dia menoleh pada Vincent, pura-pura murah hati. "Vincent, Lena sudah tahu dia salah sekarang. Kamu 'kan calon kakak iparnya. Kamu seharusnya bersikap baik padanya."

Vincent kembali melirik tong sampah itu, lalu menatapku. "Mataku hanya untukmu. Aku hanya bersikap baik pada wanita yang kucintai. Meskipun dia kakak atau adikmu, itu nggak mengubah apa pun."

Mendengar tawa Elena dan kata-kata dingin Vincent, aku mengabaikan mereka dan kembali ke kamarku. Hatiku sangat tenang.

Untuk merayakan kesembuhan Elena, pesta besar diadakan oleh Keluarga Ronan dan Keluarga Cokro. Tokoh-tokoh penting dari seluruh keluarga mafia di Navana hadir. Mereka membicarakan harga senjata, kendali dermaga, dan aliansi Keluarga Ronan dengan Kelurga Cokro.

Aku bersembunyi di sudut balkon lantai dua, mengamati dari kejauhan saat Elena, dengan gaun bertabur berlian berdiri diapit ayahku dan Vincent. Dia tampak persis seperti calon nyonya keluarga.

"Aku dengar Vincent menyerahkan seluruh jalur kokain Amsel pada Keluarga Ronan demi Elena."

"Elena benar-benar beruntung. Selain menjadi putri mafia Keluarga Ronan, dia juga akan menjadi Nyonya Keluarga Cokro."

"Pestanya luar biasa. Kudengar bunga-bunganya diterbangkan dari Erapa pagi ini. Nanti akan ada pertunjukan drone di atas kota. Perhiasan yang dipakai Elena nilainya triliunan. Vincent sendiri yang membelinya di tempat lelang!"

"Elena memang permata Keluarga Ronan. Dia pantas mendapatkan semuanya. Nggak seperti adiknya, Lena, yang kabarnya mencoba menggoda calon kakak iparnya sendiri."

"Ya, kudengar dia bahkan menyerang Elena demi menarik perhatian Vincent. Orang berhati kejam seperti itu nggak pantas berada di mafia. Dia harus diasingkan dan dilempar ke laut untuk jadi santapan hiu!"

Aku berdiri di sudut, mendengarkan semua itu tanpa merasa apa pun.

Tak jauh, Isabella membetulkan gaun Elena dengan penuh kasih, sementara Vito mengusap rambutnya dengan lembut. Melihat pemandangan bahagia itu, aku sadar mereka tak pernah bersikap sehangat itu padaku. Bahkan saat aku sakit dan rapuh sebagai anak kecil sekalipun, mereka tidak pernah peduli. Untuk mengantar Elena berbelanja, mereka rela melewatkan upacara kelulusanku.

Aku seperti orang asing, tak pernah mendapat perhatian atau kasih sayang. Hanya saat bersama Vincent aku pernah merasakan sedikit kehangatan. Dia peduli pada kesehatanku, menyiapkan hadiah untukku.

Aku kira aku tidak akan sendirian lagi. Namun, kasih kecil yang sempat kumiliki itu juga direbut Elena. Aku tidak akan merindukan itu lagi.

Di tengah suasana meriah, para tamu membawa hadiah untuk Elena. Dia membuka semuanya satu per satu, dari tas mewah hingga perhiasan indah. Senyumnya tak pernah pudar. Dua hadiah terakhir, dari Vito dan Isabella, serta Vincent, membuat seluruh ruangan heboh saat diumumkan.

"Setelah pertimbangan matang, aku dan istriku memutuskan menjadikan Elena sebagai satu-satunya pewaris Keluarga Ronan," kata Vito penuh semangat. "Mulai sekarang, dia bukan hanya putri Keluarga Ronan, tapi juga pewaris seluruh bisnis dan aset keluarga!"

Vincent menyambung, "Hadiahku untuk Elena adalah pusaka Keluarga Cokro. Para tetua bilang, pasangan yang memakai cincin ini akan bersama seumur hidup. Elena, kamu satu-satunya wanita yang ingin kunikahi. Terima kasih sudah hadir dalam hidupku."

Di bawah tatapan semua orang, Vincent sendiri menyematkan cincin itu di jari Elena, lalu menariknya ke dalam ciuman mesra. Aula pun pecah dalam sorak-sorai, tepuk tangan, dan teriakan penuh restu.

Menyaksikan itu, dadaku terasa berat dan sesak. Saat aku hendak menyelinap pergi, salah satu pelayan Elena menghentikanku. "Nyonya memanggilmu. Dia ingin memperkenalkanmu pada keluarga-keluarga lain."

Aku tahu aku tidak bisa menolak, jadi aku mengikutinya menuju Elena.

Melihatku, Elena berbicara keras, menarik perhatian semua orang. "Lena, kamu dengar, 'kan? Vincent memberiku pusaka keluarga dan melamarku. Sebagai adik, apa kamu nggak ingin mengucapkan selamat pada kakakmu ini?"

Kerumunan langsung ikut bersuara. Hanya Vincent yang sempat terdiam, sebelum matanya terkunci pada pin yang kugenggam.

"Kenapa kamu punya pin itu?"

Dia mengenali teksturnya. Lima tahun lalu di rumah aman, dia telah merabanya berkali-kali, mendengar gadis itu berkata pin itu adalah miliknya yang paling berharga.

Sejak bersama Elena, gadis itu tak pernah menyebutkan pin itu lagi. Namun sekarang, pin itu berada di tanganku.

Aku menatapnya dan tanpa sadar menyentuh pin di gelangku. Saat Vincent masih buta, meski aku tahu dia tak bisa melihat, aku tetap berdandan setiap mengunjunginya. Setiap kali, aku selalu memakai pin bermakna ini.

Dia selalu menyentuhnya saat menggenggam tanganku, menanyakan artinya.

Saat aku tak menjawab, Vincent tiba-tiba menggenggam pergelangan tanganku, suaranya mendesak. "Jawab aku! Kenapa kamu punya pin ini? Siapa kamu?"

Aku tidak pernah menyangka Vincent tidak mengenaliku, tetapi mengenali pin ini.

Perasaanku campur aduk, tetapi sebelum aku bicara, Elena memotong.

"Lena," teriak Elena. "Ini pin yang Ayah berikan padaku. Kapan kamu mencurinya?"

"Pin ini bukan milikmu." Suaraku lembut, tetapi cukup untuk membuat seluruh aula terdiam. "Ini peninggalan kakek untukku. Dia memberikannya padaku, berharap aku mewarisi semangatnya dan melindungi Keluarga Ronan."

Inilah satu-satunya alasanku bertahan atas kekerasan Vito dan Isabella hingga hari kematianku di kehidupanku sebelumnya.

Wajah Elena langsung berubah. Dia berpegangan pada lengan Vincent, matanya memerah. "Dik, gimana bisa kamu bilang begitu? Kakek meninggal saat kamu baru lima tahun. Mana mungkin kamu ingat? Pin itu selalu disimpan di ruang kerja Ayah. Ayah sendiri yang memberikannya padaku."

Ayahku ikut membela Elena. "Lena, hentikan kebohonganmu! Pin itu memang kuberikan pada Elena. Kalau kamu terus memfitnahnya, berarti kamu mengkhianati keluarga!"

Kemudian, Elena mendekat untuk merebut gelang itu. Kukunya yang tajam meninggalkan bekas luka berdarah di punggung tanganku.

Aku meringis dan menarik tanganku. Elena kemudian berpura-pura terjatuh ke belakang. Melihat itu, ekspresi Vincent menggelap. Dia refleks menangkap Elena, lalu menatapku dengan dingin. "Ternyata begitu. Kupikir ...."

"Jadi kamu mencuri pin Elena dan mencoba membuat keributan di pesta ini? Kamu mempermalukan Keluarga Ronan!"

Mendengar dia langsung percaya Elena tanpa memberi kesempatan aku menjelaskan, hawa dingin merayap ke tubuhku. Aku masih sempat berharap dia akan melihat kebenarannya, bahwa dia akan mengenaliku.

Saat itu, Isabella tiba-tiba melempar segelas anggur merah ke wajahku. "Anak tak tahu diuntung! Kalau bukan karena kebaikan Elena yang menerimamu setelah kamu keluar dari penjara anak, kamu sudah diasingkan! Bukannya bersyukur, kamu malah mencuri barangnya!"

Vincent menatapku dengan jijik. "Menurut hukum mafia, mempermalukan simbol keluarga dan merusak aliansi hukumnya cambuk garam."

Ayahku memerintahkan prajurit membawa cambuk garam itu. Dia sendiri berdiri di depanku. "Hari ini kamu akan belajar bahwa Keluarga Ronan nggak memberi tempat bagi pengkhianat!"

Cambukan pertama jatuh. Punggungku terasa seperti terbakar. Air garam meresap ke luka-luka, membuat tubuhku gemetar.

Aku menahan diri, tetap bersikeras. "Aku nggak mencuri apa pun. Pin itu ... punyaku. Kakek memberikannya padaku!"

Namun Vincent yang sedang membungkuk menenangkan Elena, sama sekali tak melihatku.

Setelah lima puluh cambukan, aku tergeletak di lantai. Darah membasahi bajuku dan mengalir di lantai marmer. Para tamu mundur ketakutan.

Dengan sisa kekuatanku, aku membuka mata. Ayah dan ibuku bahkan tidak melihatku. Mereka kembali menyambut para tamu. Sedangkan Vincent, tanpa menoleh sedikit pun, mengangkat Elena dan meninggalkan pesta.

Di aula perayaan yang megah itu, hanya aku yang tersisa. Hancur dan berlumuran darah di atas lantai yang dingin.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Buta yang Tak Akan Kuulangi   Bab 14

    Setelah hari itu, aku tak pernah melihat Vincent lagi.Aku hanya mendengar bahwa dia dengan cepat dan sepenuhnya mengonsolidasikan kekuasaan di dalam Keluarga Cokro, menyingkirkan semua potensi oposisi internal dan sepenuhnya menguasai atau menghancurkan sisa kekuatan serta aset Keluarga Ronan.Kemudian, dia sendiri seolah-olah lenyap dari muka bumi. Tidak ada lagi yang tahu di mana keberadaannya. Dunia mafia Navana tetap bergolak, hanya saja tanpa nama besarnya yang dulu selalu terdengar.Vito dan Isabella juga mencoba menghubungiku kemudian. Mereka telah kehilangan keluarga, putri kesayangan, dan kini tak memiliki apa-apa. Entah karena menyesal, atau sekadar mencari pegangan terakhir, mereka entah bagaimana menemukan alamatku di Samen dan mengirimkan surat.Isi surat itu penuh pengakuan terlambat dan pembelaan yang lemah. Mereka menulis tentang ketidakberdayaan dan keberpihakan mereka di masa lalu, memohon maaf dan berharap aku, demi darah yang sama, bisa menerima mereka kembali atau

  • Cinta Buta yang Tak Akan Kuulangi   Bab 13

    Langit Samen tiba-tiba menggelap tanpa peringatan dan gerimis ringan mulai turun, menggagalkan rencanaku untuk keluar makan. Aku baru saja berhasil melewati wawancara di sebuah firma desain dan tadinya ingin mengajak Dominik merayakannya bersamaku.Melihat wajahku yang sedikit kesal, Dominik langsung menyarankan, "Kamu jago masak, 'kan, Lena? Karena keluar agak merepotkan, gimana kalau kita makan di rumah saja? Misalnya hotpot?"Dia diam sebentar, lalu menambahkan dengan nada santai yang pas, "Kebetulan, temanku baru bawain aku kuah hotpot asli dari negaranya. Kita bisa coba bareng."Ucapannya langsung membuat keningku yang tertaut kembali melonggar. "Aku baru ngeluh beberapa hari lalu soal betapa terbatasnya pilihan makanan di sini! Dominik, kamu memang penyelamat!" seruku bahagia. "Kalau gitu, aku bikinin kamu dessert.""Oke." Dia tersenyum dan mengangguk. "Bahan-bahannya biar aku yang urus."Kami langsung bergerak. Berbagi payung hitam besar yang dia bawa, kami berjalan ke supermark

  • Cinta Buta yang Tak Akan Kuulangi   Bab 12

    Setelah Vincent "membereskan" Vito, Isabella, dan Elena, rasa getir di dadanya belum sepenuhnya hilang. Karena aku sudah menandatangani dokumen resmi untuk memutus hubungan dengan Keluarga Ronan, dia bisa menuntaskan balas dendamnya tanpa ragu sedikit pun.Dia memberi perintah untuk memanfaatkan "kekacauan" Keluarga Ronan dan meluncurkan akuisisi besar-besaran terhadap bisnis legal mereka, bisnis yang diam-diam terkait dengan penyelundupan dan pencucian uang.Dengan pengaruh Keluarga Cokro, Vincent memutus beberapa jalur penyelundupan utama mereka, menekan pangsa pasar mereka, bahkan membuang barang-barang ilegal yang mereka simpan dengan harga sangat murah.Pendekatan yang nyaris melanggar aturan ini dengan cepat memicu ketidaksenangan dan perlawanan dari keluarga lain beserta para mitra mereka. Reputasi Keluarga Ronan di lingkaran itu menurun drastis dan mereka segera tersingkir dari rantai bisnis.Namun, itu belum cukup. Vincent sengaja menyuruh anak buahnya ke basemen untuk secara

  • Cinta Buta yang Tak Akan Kuulangi   Bab 11

    Vincent berdiri di depan jendela kaca besar di ruang kerja kediaman Keluarga Cokro, frustrasi karena menemukan jalan buntu lagi dalam pencariannya terhadapku."Bos." Suara asistennya terdengar hati-hati dari belakang. "Ini penyelidikan lanjutan yang kamu perintahkan. Kami menemukan ... bukti yang lebih konkret."Vincent berbalik, tatapannya jatuh pada map yang agak lusuh di tangan asistennya. Dia berjalan ke meja kerjanya dan duduk, memberi isyarat agar map itu diletakkan.Saat map dibuka, beberapa dokumen hukum yang sudah menguning dan beberapa foto hitam-putih yang buram tampak di dalamnya.Dokumen-dokumen itu mengungkap masa lalu yang selama ini dibungkam Keluarga Ronan. Lebih dari sepuluh tahun lalu, saat terjadi bentrok dengan keluarga pesaing, Elena Ronan dengan impulsif menembak dan membunuh seorang penasihat senior pemerintah yang memiliki kedekatan dengan FBI.Untuk melindungi putri sulung kesayangan mereka dan menjaga citra bersih Elena, Vito dan Isabella membuat keputusan ya

  • Cinta Buta yang Tak Akan Kuulangi   Bab 10

    Matahari Samen menembus jendela apartemenku, menyinari lantai yang baru saja aku pel. Aku mengenakan gaun katun sederhana, berniat turun ke supermarket dekat apartemen untuk membeli tepung. Malam ini, aku pikir aku akan mencoba membuat kue.Saat aku berjalan melewati semak-semak di depan gedung apartemenku, sebuah suara "meong" lemah membuatku berhenti seketika. Aku berjongkok, menyingkap daun-daun hijau yang rimbun. Di dalam pipa pembuangan plastik bekas, aku menemukan sepasang mata amber, membelalak penuh ketakutan.Itu seekor anak kucing oranye, kurus sampai tulang-tulangnya terlihat. Kaki belakang kanannya tertekuk pada sudut yang aneh, darah kering mengeras di sekitar bulunya.Napasku tercekat ketika aku melihat kalung kulit yang hampir putus di lehernya. Tertanam di dalamnya ada sebuah liontin perak kecil yang sudah usang.Aku mengenali pola itu di mana pun. Itu adalah segel pribadi kakekku, mantan bos mafia Keluarga Ronan. Dia membuat desain itu hanya untuk dirinya sendiri, sesu

  • Cinta Buta yang Tak Akan Kuulangi   Bab 9

    Begitu aku menginjakkan kaki di Samen, udara langsung dipenuhi aroma asin laut dan aura panas menyengat dari matahari.Keterbukaan kota ini sangat kontras dengan tekanan berat gedung-gedung pencakar langit yang ada di Navana. Aku tidak takut. Bahkan, ada rasa berharap dalam diriku untuk kehidupan baru ini.Aku menarik koper ke tepi jalan dan mengecek alamat yang dikirim agen perantara. Tidak terlalu jauh, tetapi menyeret koper besar lewat transportasi umum jelas merepotkan. Aku memakai ponselku untuk memanggil taksi.Mobilnya datang dengan cepat. Sopirnya seorang pria berbadan besar dengan wajah garang, kedua lengannya penuh campuran tato lama dan baru yang rumit. Dia turun tanpa banyak bicara dan memasukkan koperku ke bagasi.Dia pasti bisa merasakan keteganganku. Dia melirik lewat kaca spion dan bertanya dengan suara berat beraksen tebal, "Turis? Orang Amril?""Dari Navana," jawabku singkat.Dia hanya menggumam kecil, tidak bertanya lebih jauh, fokus menyetir. Beberapa saat kemudian,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status