Short
Diriku Seutuhnya

Diriku Seutuhnya

Oleh:  AprilTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
11Bab
1Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Di malam peringatan sembilan tahun pernikahan kami, suamiku yang bernama Felix Tosa, pria yang di siang hari menguasai keluarga mafia dan di malam hari menguasai hatiku, tidak memberiku setangkai mawar pun. Dia malah memberikannya pada Celine, asisten pribadinya. Di bawah lampu gantung tempat kami pernah berdansa saat baru menikah, dia menoleh padaku dengan pesona dingin yang dulu pernah membisikkan kata cinta di telingaku. “Dia hamil,” katanya, seolah itu sudah cukup sebagai penjelasan. “Dan dia sangat pilih-pilih soal makanan. Mulai sekarang, kamu yang harus menyiapkan makanan tiga kali sehari untuknya, nggak boleh ada menu yang berulang.” “Dia juga sensitif, nggak suka tidur sendirian. Jadi, kamu harus pindah ke kamar tamu.” Ruangan itu sunyi senyap. Aku tidak berteriak, tidak juga menangis. Aku hanya mengambil koper yang sudah kubereskan, lalu berjalan menuju pintu. Kepala pelayan mencoba menahanku, tapi Felix bahkan tak berkedip sedikit pun. “Dia pasti balik lagi,” katanya malas, sambil menggoyangkan gelas anggur. “Dalam waktu tiga hari, dia akan menangis dan memohon padaku.” Tamu-tamu pun tertawa terbahak-bahak. Mereka bertaruh satu juta dolar di depan mataku. Bertaruh bahwa aku bahkan tak akan sanggup melewati malam ini dan akan kembali memohon seperti anjing jalanan yang kehilangan harga diri, memohon agar Felix membiarkanku masuk ke rumah. Namun, mereka tidak tahu bahwa aku sudah menerima lambang keluarga dari ayah kandungku yang sebenarnya dan tiket pesawat pun sudah kupesan. Kali ini, aku benar-benar akan pergi.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Baru saja sampai di depan pintu vila, aku mendengar suara Felix dari belakang. Suaranya tetap seperti biasa, begitu rendah dan penuh wibawa,

“Nana, tinggalkan kalung obsidian di lehermu.”

Aku terdiam di tempat.

Kalung itu peninggalan nenekku.

Sebongkah batu vulkanik yang belum dipoles, ditempa dari api dan kesedihan, dikirim langsung dari Kota Binto.

Kalung itu tak pernah lepas dari leherku. Bahkan di hari pernikahan kami, saat Felix memelukku erat dan untuk pertama kalinya berbisik bahwa dia mencintaiku, kalung itu tetap menggantung di sana.

Dia melangkah lebih dekat, nada bicaranya terdengar ringan, tapi justru membuatku tidak nyaman.

“Celine selalu merasa nggak enak badan selama hamil. Mungkin kalung itu bisa bantu menenangkan perasaannya.”

Sejenak, aku mengira dia sedang bercanda.

Namun, tatapannya terlihat begitu serius.

Aku menggenggam erat kalung obsidian itu. Tepiannya yang bergerigi menusuk telapak tanganku, tapi rasa itu masih kalah dengan perih di dadaku.

Saat mata kami bertemu dan melihat mataku yang berkaca-kaca, pria itu mengalihkan pandangan dan menghela napas,

“Begini saja, Nana. Sebutkan saja harganya, aku akan membayarnya untukmu.”

Sembilan tahun pernikahan yang hina dan penuh luka, berapa nilai yang setara?

Aku malas menghitungnya.

Yang aku tahu, terakhir kali aku menolak meminjamkan pelindung lutut untuk Celine di arena ski, akibatnya….

Anak buah Felix menarik jaketku, membiarkanku berdiri di luar pondok kecil bersuhu minus, sementara Celine duduk santai di dekat perapian sambil menyeruput cokelat panas.

Jadi kali ini, di hadapan semua orang, aku melangkah ke arah Celine dan memakaikan kalung itu ke leher rampingnya.

Dengan suara rendah, aku berkata, “Semoga kamu dan bayimu baik-baik saja.”

Mendengar ucapanku, akhirnya Felix memperlihatkan senyuman tipis, memberikan ekspresi yang sedikit bersahabat.

“Nana, selama kamu patuh, anakku juga akan menjadi anakmu. Tak ada yang bisa menggantikan posisimu.”

Usai mengatakan itu, entah karena kebetulan atau takdir mendengar, tiba-tiba tali kalung Celine putus. Obsidian itu jatuh ke lantai dan pecah menjadi serpihan.

Salah satu serpihan tajam melukai pergelangan kaki Celine.

Dia langsung menjerit kesakitan.

Felix reflek melompat dan menggendongnya, seakan-akan dia rapuh seperti kaca.

“Panggil dokter!” teriaknya pada kepala pelayan.

Lalu, dia melirikku dan pandangannya seakan menyalahkanku.

Pria yang dulu rela tak tidur tiga malam saat aku flu, menggenggam tanganku dan menyanyikan lagu nina bobo, kini menatapku seperti seorang penjahat.

Dan yang lainnya? Orang-orang dari kalangan old money, berpakaian merek-merek mewah, orang-orang yang dulu pernah kusebut sebagai teman.

Mereka semua menatapku dengan tatapan mengejek yang penuh sindiran.

Mereka menyaksikan perubahan diriku dari seorang wanita yang dulu duduk di sisi kanan pemimpin mafia, kini jatuh sampai harus berlutut di kakinya.

Bukan hanya mereka, bahkan aku pun menganggap pemandangan ini sangat menyedihkan.

Aku menggenggam erat gagang koper dan hendak pergi, tapi Felix mencengkeram pergelangan tanganku dengan keras. Tulangku terasa hampir hancur.

“Minta maaf atas kesalahanmu.”

Tanpa peduli pada perkataan dan perlawanan tubuhku, dia melemparku ke arah kaki Celine yang sudah duduk kembali.

Lututku menghantam pecahan tajam dan darah mengalir membasahi lantai marmer.

Melihat noda darah dan ekspresi kesakitanku, akhirnya Felix melepaskan genggamannya.

“Kamu sengaja menjatuhkan kalung itu dan membuat Celine terluka, ‘kan? Bukankah seharusnya kamu minta maaf padanya?”

Selama setahun terakhir, aku sudah mengatakan lebih banyak kata ‘maaf’ daripada seumur hidupku.

Maaf, masakanku nggak cocok dilidahmu.

Maaf, aku khawatir kamu mabuk dan mengganggumu lewat pesan.

Maaf, aku nggak sengaja membaca pesan Celine yang mengajakmu ke hotel. Aku melanggar privasimu….

Aku menegakkan tubuhku, bibirku berdarah karena kugigit terlalu keras. Aku takut air mataku akan jatuh kalau diriku bicara.

Lalu, aku membungkuk 180 derajat ke arah Celine.

Satu kali.

Dua kali.

Dan tiga kali.

Aku menatap Felix dengan datar dan bertanya pelan,

“Sudah cukup?”

Tatapannya tertuju pada darah di bibirku dan dadanya terlihat naik turun menahan emosi.

Dia meraih wajahku, menyeka darah itu dengan kasar, mencengkeram daguku dan berkata,

“Nana, ketua yang paling kamu andalkan itu lagi nggak ada di sini, sandiwara menyedihkanmu ini mau ditunjukkan ke siapa?!”

Belum sempat aku menjawab, dokter keluarga datang dengan cepat membawa kotak P3K lengkap.

Felix tidak lagi melihat ke arahku.

Dia membawa dokter itu ke arah Celine, melangkahi noda darahku, seolah-olah itu tidak berarti apa pun.

Saat seluruh perhatian Felix hanya tertuju pada Celine, aku perlahan berdiri, mengusap darah di tubuhku dengan sapu tangan.

Saat melangkah keluar rumah, aku melemparkan sapu tangan yang berlumuran darah ke tempat sampah, seolah juga membuang sesuatu yang yang lain bersamanya.

Benar.

Felix, kamu sudah tidak penting lagi bagiku.
Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
11 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status