Home / Romansa / Cinta Dalam Riuh Salju / Bab 6: Percakapan yang Tak Pernah Direncanakan

Share

Bab 6: Percakapan yang Tak Pernah Direncanakan

Author: K.A. Helmy
last update Last Updated: 2025-06-11 20:36:45

Seminggu setelah salju pertama, kehidupan kembali ke ritme kampus yang padat. Kuliah, tugas kelompok, dan proyek akhir membuat Amara kembali larut dalam kesibukannya. Leo pun mulai tampak jarang terlihat. Katanya, keluarganya sedang mempersiapkan sebuah konferensi bisnis besar, dan ia harus ikut dalam sejumlah rapat sebagai calon pewaris.

Tapi Amara menyadari satu hal: sejak hari di taman itu, Leo belum menghubunginya lagi. entah karena sibuk atau...

Bukan berarti ia berharap lebih—setidaknya, itu yang berulang kali ia katakan pada dirinya sendiri. Tapi diam-diam, ia mulai terbiasa menunggu notifikasi dari satu nama yang kini seperti bayangan samar dalam kesehariannya. Dan ketika hari-hari berlalu tanpa kabar, rasa itu berubah menjadi ganjalan. dan ternyata Amara rindu meski sekedar mendapat kabar melalui sebuah pesan.

Hingga suatu sore, ketika langit Berlin berwarna kelabu dan mahasiswa lain memilih pulang cepat, Amara memutuskan mampir ke perpustakaan. Ia butuh suasana tenang untuk menyusun skripsi awalnya. Namun begitu masuk ke ruang baca lantai tiga, langkahnya terhenti.

Di sana, duduk di pojok ruangan, Leo sedang berbincang dengan seorang gadis berambut cokelat terang. Wajahnya cerah, penuh tawa, dan tangannya menyentuh lengan Leo dengan cara yang cukup akrab.

Amara berdiri di tempat selama beberapa detik. Ia tahu tidak ada hak untuk marah. Tidak ada ikatan. Tidak ada janji. Tapi tetap saja, sesuatu di dalam dadanya terasa berat. Ia pun memutar badan, kembali turun, dan berjalan cepat ke luar gedung.

Namun sebelum ia sempat menyeberang jalan, suara itu memanggil.

“Amara!”

Ia menoleh. Leo mengejarnya dengan langkah panjang, napasnya agak memburu. “Tunggu, kamu lihat aku tadi, ya?”

Amara mencoba tersenyum. “Aku cuma lewat.”

Leo mendekat. “Kenapa tidak menyapa?”

“Kelihatannya kamu sibuk.” Suaranya datar, lebih tenang daripada hatinya.

Leo menatapnya lekat-lekat. “Jangan lakukan itu.”

“Melakukan apa?”

“Bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja, padahal kamu jelas sedang menarik diri.”

Amara diam. Angin sore meniup ujung rambutnya, dan untuk sesaat, mereka hanya berdiri di trotoar sempit itu, dua dunia yang belum saling menyatu.

“Dia siapa?” tanya Amara akhirnya tak tahan. Bukan karena cemburu, ia pikir. Tapi karena ia butuh tahu apakah yang mereka alami di taman hari itu nyata… atau hanya salah satu dari banyak momen Leo yang sementara.

“Namanya Anna. Sepupuku. Dia sedang kuliah di Paris, mampir beberapa hari,” jawab Leo tanpa ragu.

“Oh.”

Leo menatapnya lama, lalu berkata, “Kenapa kamu tidak tanya sejak tadi? Kenapa kamu pergi sebelum mendengar penjelasanku?”

“Karena…” Amara menghela napas. “Mungkin aku takut jawabannnya akan menyakitkan.”

Leo mengangguk perlahan. “Kamu selalu kuat di luar, tapi kamu masih punya luka, ya?”

Pertanyaan itu membuat Amara terdiam. Ia mengalihkan pandangan, menatap pohon-pohon berbalut salju di pinggir jalan.

“Aku bukan tipe yang gampang percaya,” bisiknya. “Bukan karena aku keras kepala, tapi karena aku terlalu sering kehilangan arah setiap kali percaya penuh pada seseorang.”

Leo mendekat satu langkah. “Kalau begitu… percayalah pelan-pelan. Aku tidak minta semuanya sekarang. Tapi izinkan aku tetap berada di sisi kamu. Setidaknya sampai kamu yakin kamu bisa membuka hatimu.”

Hening. Hanya suara mobil dan langkah kaki orang berlalu lalang.

“Aku tidak terbiasa dengan perhatian dari orang sepertimu, Leo,” kata Amara pelan.

Leo tersenyum. “Dan aku tidak terbiasa dengan rasa takut kehilangan yang aku rasakan setiap kali kamu menjauh.”

Amara menatapnya—pandangan mereka bertemu. Dan untuk pertama kalinya setelah seminggu yang ganjil, dadanya terasa ringan.

“Ayo,” ajak Leo, sambil menunjuk ke arah taman kecil di ujung jalan. “Sebelum salju sore turun lagi, kita perlu satu alasan untuk memaafkan minggu ini.”

Mereka berjalan berdampingan, diam namun saling mengerti. Tidak semua hal harus diucapkan. Kadang, keheningan pun cukup untuk menjahit sesuatu yang hampir robek.

Dan sore itu, di bawah langit kelabu dan dedaunan yang tertutup salju, Amara belajar satu hal baru: bahwa cinta, seperti musim dingin di Berlin, datang perlahan, senyap… tapi bisa meluluhkan yang paling beku sekalipun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 88 - Luka yang Disembunyikan

    Suasana kampus seakan berubah menjadi arena bisikan. Di koridor panjang yang biasanya dipenuhi tawa, kini setiap langkah Elena diiringi lirikan dan bisik lirih yang menusuk. Sebagian menatapnya dengan penasaran, sebagian lain dengan sinis.“Katanya Axel meninggalkan gala demi dia…”“Celeste sampai memutuskan kontrak sponsor, loh…”“Gila, gadis itu berani banget menentang keluarga Celeste.”Elena mendengar semuanya, tapi ia berjalan tanpa memperlambat langkah. Buku catatan di tangannya menjadi tameng diam yang melindunginya dari suara-suara jahat itu. Ia tahu rumor itu bukan sekadar gosip, Celeste yang menyebarkannya.Celeste Van Heeren. Mahasiswi kaya raya pewaris yayasan donor kampus, pemil

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 87 - Di Balik Munich

    Langit Munich sore itu berwarna keperakan, seolah menyatu dengan gedung-gedung tua yang berjajar di sekitar aula konferensi internasional. Di dalam ruangan besar penuh peserta dari berbagai negara, Elena berdiri di atas panggung dengan jas putih, papan presentasi di belakangnya berisi data kompleks tentang sistem energi berkelanjutan yang dikembangkan dari sisa proyek Aetheris.Suara Elena lembut tapi tegas, seperti nada yang terlatih dari keberanian dan pengalaman. “Kami percaya bahwa sumber energi masa depan bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga tentang tanggung jawab moral pada bumi.”Kalimat itu menggema, memantul ke dinding marmer aula, membuat beberapa kepala menoleh kagum. Namun di antara kerumunan penonton, ada sepasang mata yang menatapnya dengan cara berbeda — bukan sekadar bangga, melainkan penuh perasaan yang sulit disembunyikan. Axel.Ia datang tanpa undangan resmi. Meninggalkan gala besar yang diselenggarakan oleh keluarga Celeste, dengan alasan mendadak pada sekretaris

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 86 - Keberangkatan

    Musim gugur Berlin datang perlahan, daun-daun mulai memudar menjadi kuning pucat, udara terasa lebih tajam, dan jalanan kampus dipenuhi aroma kopi yang menenangkan. Tapi di antara keseharian yang tampak biasa itu, ada sesuatu yang berubah.Nama Elenakini terpampang di papan pengumuman internasional: Finalist of Global Energy Future, Munich. representing Humboldt Universität zu Berlin.Sorak sorai terdengar di aula kampus pagi itu. Beberapa mahasiswa menyalaminya, dosen-dosen tersenyum bangga. Namun di balik senyum Elena, ada tatapan tenang yang tak banyak bicara. Ia tahu perjalanan ini bukan sekadar kompetisi. ini adalah ujian, baik bagi dirinya maupun bagi hubungan yang diam-diam ia jaga bersama Axel.Di bengkel laboratorium tem

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 85 -Tatapan di Balik Sorotan

    Sinar lampu studio memantul di kaca gedung Fakultas Teknik Berlin saat Axel keluar dari ruang rapat yayasan. Langkahnya berat, pikirannya berisik. Di tangannya masih tergenggam proposal riset yang baru saja disetujui Celeste, proyek “Neural Quantum Core,” yang sebenarnya adalah modifikasi dari rancangan awal Elena.Ia tahu Celeste tidak mencuri secara langsung. Ia hanya “menyesuaikan arah proyek yayasan.” Namun di balik kata-kata manis itu, Axel bisa merasakan aroma manipulasi yang halus tapi tajam.“Bagus sekali idemu, Axel,” ucap Celeste tadi di ruang rapat, dengan senyum yang kini terus terngiang di kepalanya. “Tapi agar proyek ini layak didanai, aku rasa kita harus menyesuaikannya sedikit… kau tahu, demi nama baik yayasan.”“Menyesuaikan,” pikir Axel kesal. Itu bukan penyesuaian, itu pengambilalihan.Hari mulai sore ketika ia berjalan melintasi taman kampus. Dari kejauhan, ia melihat Elena sedang duduk di bawah pohon maple, laptop terbuka di pangkuannya, dikelilingi tumpukan kerta

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 84 - Meja Makan dan Panggung Kekuasaan

    Dua minggu berlalu sejak pesta di rumah keluarga Reinhardt, dan gosip tentang kedekatan Axel dan Celeste belum juga mereda. Bahkan kini media kampus menulis artikel opini tentang “Dua Otak Brilian yang Akan Mengubah Dunia Sains Jerman.”Judul itu, disertai foto mereka berdua sedang duduk dalam seminar, menjadi perbincangan hangat di kantin dan aula fakultas.Namun di tengah semua hiruk pikuk itu, Elena memilih diam bukan karena kalah, melainkan karena ia sedang menyusun langkahnya sendiri.Ia tidak membalas dengan komentar, tidak mencari pembelaan, tidak membuat drama. Ia justru memusatkan energinya pada kompetisi nasional “Future Energy Challenge” ajang prestisius tempat mahasiswa seluruh Jerman mempresentasikan riset energi bersih. Proyek yang ia kembangkan bersama tim kecilnya, Aurora Cell, merupakan teknologi penyimpanan energi berbasis fotosintesis buatan.Namun siapa sangka, dewan juri kompetisi itu kini disponsori oleh Yayasan Reinhardt tempat Celeste duduk sebagai dewan kehorm

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 83 - Bayang kedua

    Sejak konferensi di Zurich, nama Celeste makin sering terdengar di lorong kampus. Ia bukan sekadar mahasiswi baru biasa, ia adalah pewaris yayasan riset terbesar di Berlin, cucu dari industrialis legendaris Jürgen Reinhardt. Kehadirannya membawa aura yang membuat banyak orang ingin dekat, tapi juga hati-hati untuk tidak menyinggungnya.Dan tentu saja, gosip paling hangat yang beredar di antara mahasiswa adalah kedekatannya dengan Axel mahasiswa paling jenius sekaligus paling tertutup di fakultas teknik.Axel tak pernah benar-benar mencari perhatian. Namun sejak Celeste mulai sering muncul dalam acara riset, atau sekadar “menitipkan berkas” ke laboratorium tempat Axel bekerja, gosip itu tumbuh dengan cepat. Ia tahu bagaimana media sosial kampus bekerja, satu foto, satu senyum, bisa memicu badai yang sulit dikendalikan.Namun masalahnya, keluarga Axel memiliki hubungan lama dengan keluarga Celeste. Ibu Axel, Irene Krauss pernah bekerja sama dengan keluarga Reinhardt dalam proyek pengemba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status