Share

Tempat Kita Pulang

Author: Syahhsyy
last update Last Updated: 2025-07-11 14:59:00

Florence malam itu sepi, dan langitnya begitu jernih hingga bintang bintang tampak seperti titik titik ingatan yang tak pernah padam. Averine berdiri di balkon hotel, membiarkan angin membawa pikirannya menjauh dari segala dokumen, warisan, dan penghapusan.

Di tangannya, secarik kertas adendum legal yang sudah ditandatangani. Nama Eira kini telah terdaftar secara resmi sebagai bagian dari sejarah Valente. Ia sudah menyegel masa lalu itu, tapi hatinya belum selesai bicara.

Darian datang dari belakang, membawa dua gelas wine merah. Tanpa bicara, ia menyerahkan satu ke Averine. Mereka berdiri berdampingan, menikmati sunyi yang lebih bersahabat malam ini.

"Ayahku dulu selalu bilang bahwa diam adalah perlindungan," kata Averine, suaranya nyaris dibawa angin. "Tapi diam juga bisa jadi cara paling lembut untuk menghancurkan."

Darian tak menjawab. Ia hanya memandang wajah Averine yang diterangi cahaya bulan.

"Aku tidak tahu kenapa aku masih bisa menangisi seseorang yang tak pernah benar benar
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   kembalinya luka

    Pagi itu, Averine terbangun lebih lambat dari biasanya. Tubuhnya lelah, tapi bukan karena fisik melainkan karena sesuatu yang tak bisa ia beri nama. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi tirai yang bergerak pelan, diterpa angin dari jendela yang setengah terbuka.Jam menunjukkan pukul delapan lewat lima. Mereka berjanji akan bertemu untuk sarapan di bawah pukul delapan tiga puluh.Ia mandi cepat, mengenakan sweater krem dan celana linen longgar. Rambutnya ia biarkan terurai. Saat ia turun ke lobi hotel, Darian sudah duduk di pojok kafe, dengan dua cangkir kopi dan roti panggang di meja. Tapi Eira tak terlihat.“Dia belum turun?” tanya Averine sambil menarik kursi.Darian menggeleng. “Sudah kucek ke kamar tadi. Tidak ada jawaban.”Averine menatap ponselnya. Tak ada pesan. Tak ada panggilan tak terjawab. “Dia bukan tipe yang telat tanpa kabar,” gumam Averine.Darian berdiri. “Aku coba ke resepsionis.”Sepuluh menit kemudian, Darian kembali dengan wajah cemas. “Kunci kamar Eira sudah di

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   The Porcelain Heart

    Hari itu akhirnya datang.Florence menyambut pagi dengan kesunyian. Valente berdiri seperti biasa tenang, elegan, dan tak tersentuh oleh waktu tapi di dalamnya, ada sesuatu yang berubah.Aroma tipis dari cat minyak dan kayu tua masih menggantung, tapi yang lebih kuat dari semua itu adalah degup pelan di dada Averine. Ia berdiri di tengah ruangan, memandangi dinding yang kini tak lagi kosong. Lukisan lukisan telah tergantung, membentuk alur yang tak bisa dijelaskan dengan kata kata. Ini bukan sekadar pameran. Ini adalah pengakuan. Ini adalah penguburan. Ini adalah kelahiran.Hari ini, Averine tidak hanya memamerkan karya. Ia memamerkan hatinya.Setiap lukisan yang terpajang adalah sepotong cerita. Beberapa penuh warna, dengan sapuan yang lembut. Tapi sebagian lain… gelap, keras, dan tak nyaman untuk dilihat. Salah satu lukisan utama, tergantung di tengah ruangan, seperti jantung yang memompa makna ke seluruh galeri. Seorang perempuan berdiri di bawah hujan, tubuhnya basah kuyup, wajah

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   bangun warna

    Keesokan paginya setelah mereka menutup pintu galeri, udara Florence masih membawa sisa dingin hujan malam. Di kamar hotel yang redup, Averine terbangun lebih awal dari biasanya. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi telapak tangannya yang masih terasa lelah namun ringan. Surat Camilla masih tersimpan rapi di dalam jurnal. Bunga anyelir di vas kecil yang ia bawa dari Valente semalam mulai sedikit mekar, putihnya pudar tapi jujur. Darian masih tertidur. Tapi Averine sudah tahu hari ini bukan hari biasa. Ia bangkit perlahan, mengenakan jaket tipis, dan membuka jendela. Cahaya pagi belum terlalu terang, tapi cukup untuk menampakkan arah. Untuk pertama kalinya, ia tidak merasa seperti gadis yang hanya mengejar jejak ibunya. Ia bukan lagi penjaga warisan. Ia pencipta arah. Dan Valente, pikirnya, bukan hanya tempat yang harus dilestarikan. Tapi ruang yang harus dinyalakan. Averine menutup jurnalnya, mengemas beberap

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   keputusan camilla

    Florence, sore hari. Hujan tipis turun, seperti kabut yang jatuh perlahan dari langit. Valente tampak redup dari luar, lampu dalam galeri menyala temaram. Averine membuka pintu perlahan, aroma cat tua dan kayu basah menyambutnya. Galeri itu kini lebih hidup, tapi tetap menyimpan sunyi yang tidak bisa dibersihkan begitu saja. Di ruang tengah, Darian sudah menunggu. Di tangannya ada satu kotak kayu tua. “Averine,” ucapnya saat mendengar langkah. “Apa itu?” tanyanya sambil mendekat, matanya mengamati kotak itu seperti sesuatu yang pernah ia lihat di masa kecilnya. “Dari ruangan kerja Benedetta. Ia bilang... ini peninggalan terakhir dari Camilla. Disimpan jauh sebelum beliau sakit. Benedetta bilang, Camilla hampir menjual Valente.” Averine membeku. “Apa?” Darian mengangguk perlahan. “Tapi dia batal. Dan keputusan itu yang jadi titik balik semuanya.” Averine duduk d

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Valente Bukan Sekadar Nama

    Sinar matahari menyelinap masuk lewat celah jendela besar galeri Valente yang masih dipenuhi debu renovasi. Lorong lorongnya mulai bersih, tapi aroma kayu dan cat baru masih kuat menguar. Averine berdiri di tengah ruangan utama, memandangi fondasi ruang yang kelak akan memajang karya Eira. Di tangannya, sebuah sketsa tua dari Camilla yang ia temukan semalam sketsa dua anak perempuan duduk berdampingan, dengan latar siluet gedung tua.Ia tahu, lukisan ini belum pernah dipamerkan. Bahkan tak ditemukan catatan penjualannya. Hanya goresan tangan Camilla di sudut kertas "Untuk masa depan yang belum kuizinkan hadir bersama."Langkah Darian terdengar di belakangnya. Ia membawa dua cangkir kopi dan tatapan yang sulit ditebak."Kamu masih di sini sejak subuh?" tanyanya lembut.Averine mengangguk pelan. "Ada sesuatu yang tak membiarkan aku tidur."Darian menyerahkan kopi, lalu berdiri di sampingnya. Keduanya diam sejenak, memandangi ruangan kosong dengan pikiran masing masing."Averine," Darian

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Lukisan yang Tidak Pernah Dijual

    Pagi itu, galeri Valente belum dibuka untuk umum. Tapi keheningan ruang ruangnya sudah dipecah oleh bunyi langkah dan suara kain lap yang digosokkan ke bingkai kayu.Averine, masih mengenakan baju rumah dan rambut yang diikat seadanya, membungkuk di lantai belakang galeri, di mana tumpukan berkas lama dan kotak penyimpanan mulai dibuka kembali. Sejak surat Camilla ditemukan, tak ada yang bisa menghentikan dorongan untuk menggali lebih dalam.Eira datang sambil membawa dua gelas teh hangat. "Ini. Kamu bahkan belum minum apa pun sejak pagi."Averine mengangkat wajahnya dan menyambut gelas itu dengan senyum kecil. "Terima kasih. Maaf, aku cuma...""Ingin tahu lebih banyak," potong Eira, duduk di sampingnya. "Aku juga."Mereka duduk diam sejenak, hanya terdengar bunyi detik jam dinding dan pelan tumpukan kertas yang dibalik balik. Di antara catatan tua dan sketsa tak bernama, tiba tiba Eira menarik satu map besar berdebu dari bagian paling bawah. "Ini belum pernah kulihat sebelumnya..."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status