Bitna terbangun dari tidurnya dan masih dalam setengah sadar mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk. Hal pertama yang ia cari ketika membuka matanya adalah air putih yang biasanya Dalmi siapkan. Namun, belakangan yang memenuhi kebiasaannya itu adalah Kenzo karena ia sekarang ada di rumah pria itu. Setelah meneguk air putih tersebut, Bitna merasa semakin segar dan mendapatkan kesadaran sepenuhnya. Ia beranjak meninggalkan tempat tidurnya yang sudah ia tempati di kamar ini beberapa hari belakangan. Sambil meregangkan tubuhnya, Bitna menuruni anak tangga menuju ke meja makan yang terdapat tak jauh dari dapur, tempat biasanya Kenzo menunggunya untuk menikmati sarapan bersama. Bitna sudah mengatakan berkali-kali untuk tidak menunggunya atau dengan cara membangunkannya, tapi Kenzo bersikeras hanya ingin menunggunya dengan alasan tidak ingin mengganggunya. Perlakuannya begitu manis hingga siapapun pasti akan jatuh hati pada pria ini. Ketika tiba di meja makan, kali ini pemandangan yang ia
Dari sikap Kenzo yang memperlihatkan langsung hubungan mereka di depan Jin saat sebelumnya Bitna sudah menceritakan masalah ini sekaligus membuat perjanjian dengannya. Kenzo mengingkarinya begitu saja seolah tidak menghargai apa yang sudah mereka sepakati. Bitna cukup kecewa dengan keputusan yang diambil oleh Kenzo, meski didasari oleh rasa cemburu sekalipun. Maka dari itu, ia membawa Jin keluar dari cafe untuk berbicara di tempat lain. Untuk membawa pembicaraan ini menjadi lebih serius tanpa hambatan. “Jangan ikuti aku kalau tidak ingin aku lebih marah,” bisik Bitna ketika ia yang tengah menarik tangan Jin, melewati meja yang diduduki Kenzo. Tanpa menunggu jawaban lagi, Bitna kembali menarik tangan Jin hingga mereka keluar. Jika Kenzo tetap mengikutinya, tidak menuruti apa yang menjadi keputusannya lagi, maka ia akan benar-benar marah padanya. Terlihat Jin di belakangnya yang begitu senang, merasa mendapat suara dari Bitna langsung. Kenzo cukup terkejut dengan nada suaranya yang
Kenzo segera mengalihkan atensinya dari ponsel pada pintu masuk cafe yang berbunyi, menandakan seseorang masuk. Menunggu dengan bosan sekaligus tidak nyaman karena membiarkan Bitna bersama Jin, sambil hanya memainkan ponselnya yang membosankan. Selalu memastikan seseorang yang masuk lewat bel yang terdengar ketika pintu masuk dibuka. Kali ini harapannya terkabul, Bitna yang masuk membuat ekspresi wajah Kenzo tak dapat dipungkiri begitu senang. Bahkan mengalahkan rasa cemasnya sendiri karena takut Bitna akan marah padanya sebab ia sudah melanggar janji mereka. “Apa pembicaraan kalian lancar?” tanya Kenzo setelah Bitna duduk di sampingnya. “Begitulah …” jawab Bitna tanpa mengatakan informasi lebih lainnya yang membuat Kenzo kecewa. Namun, Kenzo tidak menanyakannya lebih dalam. “Bukankah kita sudah berjanji sebelumnya, Ken?” Pertanyaan yang akhirnya ia takutkan terdengar. “Maaf,” ucap Kenzo pelan. “Kalau kamu tidak bersikap seperti ini, aku dan Jin bisa berbicara di sini dengan
“Ini sudah berapa lama?” tanya Yohan cukup terkejut dengan kedatangan Bitna di tengah-tengah acara hang out mereka berdua yang santai di balkon apartemen Bitna dan Dalmi. Beberapa hari berlalu sejak Bitna pulang ke apartemen. Setiap Yohan datang, Bitna sama sekali tidak keluar kamarnya. Bahkan saat mereka bertemu beberapa kali di lokasi pemotretan atau syuting iklan, Bitna terlihat tidak terlalu bersemangat meski di lapangan ia tetap begitu profesional. Sejak hari itu juga, Jin berhenti mengirim pesan pada Yohan untuk menanyakan segala hal tentang Bitna. Yohan dan Dalmi berasumsi jika Bitna sudah menyelesaikan permasalahan Jin yang mengganggunya. Namun, sejak hari itu juga, Bitna pulang dengan ekspresi muram yang bertahan cukup lama hingga sekarang. Keduanya sudah menduga jika Kenzo kemungkinan menjadi penyebabnya, tapi tidak ada satupun dari mereka yang mengangkat topik tersebut. Apalagi setiap Bitna dan Kenzo bertemu selama ini, Bitna berusaha keras menutupi isi hatinya. “Ya, beg
“Kita bicarakan semuanya baik-baik dan aku jelaskan semuanya termasuk Vanessa. Kamu turun dari sana.” “Aku gak mau dengar penjelasan kamu tentang perselingkuhan kamu dan Vanessa. Yang aku mau sekarang cuman cerai dari kamu!” “Kalau kita cerai, lalu bagaimana dengan anak kita?” "A-apa? Apa maksudmu anak?" “Ken-kenzo!” Bitna membuka kedua matanya dengan cepat bersamaan dengan napasnya yang terengah-engah. Ia melirik ke sekitarnya yang cukup gelap, tapi masih bisa melihat jika tempat ia berada masihlah kamarnya. Bitna mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk setelah napasnya lebih tenang, lantas menyeka keringat yang entah sejak kapan sudah membanjiri dahi dan pelipisnya padahal pendingin ruangan dibiarkan menyala. Menghembuskan napas panjang, Bitna meraih gelas di atas nakas dan meminum isinya. Klik! Bunyi sakelar yang ia tekan guna menyalakan lampu di kamarnya. Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Bitna memutuskan untuk beranjak dari kasurnya dan man
“Sayang, apa kamu baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat?” Kenzo segera menghampiri Bitna yang berjarak beberapa meter di depannya, terlihat cukup pucat dan lesu. “Bitna …” panggil Dalmi dari belakang, mengalihkan atensi Bitna untuk menoleh padanya. Dalmi melihat Bitna, kemudian Kenzo, dan keberadaan Yohan di belakangnya. Menangkap apa yang terjadi Dalmi lantas berkata, “Sepertinya kamu belum memberitahu Yohan. Aku juga lupa mengatakan padanya untuk tidak memberitahu Tuan Kenzo.” “Tidak apa-apa,” jawab Bitna. “Kamu yakin tidak apa-apa?” tanya Dalmi sekali lagi karena merasa tidak yakin. Bitna mengangguk dan Dalmi menatap sekali lagi pada Kenzo, seolah mengatakan lewat tatapan matanya untuk tidak menyakiti Bitna. Yohan yang sejak tadi hanya mendengarkan dan memperhatikan pembicaraan, cukup bingung maksud dari perkataan mereka berdua. Namun, ia tidak bertanya atau ikut campur sebelum ia meninggalkan Bitna dan Kenzo untuk bertanya lebih banyak pada Dalmi. Apa yang tidak boleh ia kat
Kenzo terbangun dari tidurnya sebab lagi-lagi mendengar rintihan lirih dan gerakan-gerakan kecil yang cukup sering. Itu semua berasal dari tidak lain adalah wanita yang ada di dalam pelukannya. Rasa khawatir langsung menyergap pria itu, begitu ia bangun dan mendapati Bitna yang sekali lagi tidur dengan gelisah seperti ini. Mimpi buruk yang dikatakan oleh wanita itu tempo hari, kembali datang. Segera Kenzo menekan saklar dan dalam sekejap kamar dibanjiri cahaya lampu. “Sayang, Bitna …” Kenzo memanggilnya sembari menepuk-nepuk pipinya lembut, berusaha membangunkannya. Mimpi buruk apa yang membuat wanita itu begitu terlihat gelisah dan ketakutan di dalam tidurnya. Bahkan hingga mengeluarkan keringat dingin di setiap bagian wajahnya. Pakaian tidur berbahan satin tipis yang dikenakan oleh Bitna juga tampak cukup kuyup akibat keringat di tubuhnya. Setelah usaha Kenzo membangunkan Bitna dengan lembut, meski sedikit memaksanya dengan kasar sebab rasa kalut dan khawatirnya, Bitna akhirnya
Seharian penuh kemarin Bitna menghabiskan waktunya di rumah Kenzo. Tidak cukup bosan saat pagi hari ia masih melihat bagaimana pria itu bersiap-siap ke kantor. Menyenangkan melihat bagaimana transformasinya dari seorang pria rumahan yang imut, menjadi seorang bos besar yang dihormati dan dikagumi oleh banyak orang. Wibawa dan karismanya terpancar secara alami begitu ia mengenakan jas lengkap beserta sepatu pantofel hitam yang mengkilap, tidak lupa jam tangan mahal merek ternama terpasang di pergelangan tangan kirinya. Begitu berbanding terbalik saat disandingkan dengan Bitna yang pada waktu itu masih bergelung di bawah selimutnya. Meski telah berpakaian rapi, pria itu tanpa ragu menaiki ranjang kembali demi mendapatkan satu ciuman Bitna. Padahal ia sudah mengatakan tidak mau ketika Kenzo memintanya sebelum pergi ke kantor. Katanya, bibir manis dirinya adalah penyemangat terbaik bagi pria itu sekaligus pengisi daya energi kehidupannya. Siapapun yang mendengar hal tersebut pasti akan m