Share

Bab 3. Biar Aku Saja

Wuri melirik sekumpulan wartawan yang melewati mereka. Bagi para wartawan itu, mereka bukan siapa-siapa. Wuri dan dua perawat, bukanlah orang yang tengah dicari oleh pera pemburu berita, melainkan mencari seorang selebritas yang tengah berkunjung dan memiliki keperluan lain di rumah sakit. Kabarnya, selebriti ini sedang terlibat sebuah skandal. Biasanya hanya para selebritis atau selebritas, yang memiliki skandallah, yang selalu diincar keberadaannya oleh mereka.

Wuri sudah biasa dengan kerumunan wartawan, tapi bukan di tempat seperti ini. Ia akan bertemu mereka di lokasi-lokasi bencana, di pusat layanan darurat, atau di antara siswa siswi, yang berprestasi dalam ekstrakulikuler sekolah, di mana Wuri menjadi pembimbingnya.

"Tunggu." Terdengar suara seorang wanita, yang tiba-tiba menghentikan kereta pasien.

Wanita itu menahan ujungnya, saat akan didorong masuk ke kamar perawatan. Wuri dan dua orang perawat pun menghentikan dorongannya.

Wajah wanita itu cantik seperti bidadari, rambutnya bergelombang indah, ia memakai pakaian dan perhiasan yang terlihat glamor, serta memiliki bau yang harum. Semua yang dipakainya sangat serasi, baik warna maupun modelnya.

Ia adalah selebritis, yang sedang dicari oleh para wartawan. Saat wartawan itu lewat, ia bersembunyi, di kamar pasien yang akan digunakan.

"Apa dia Zamidean?" Tanya wanita itu.

Ia menatap pasien dengan lekat, sambil mengusap lembut kepala pria yang masih pingsan karena pengaruh dari anastesi.

"Kami tidak tahu siapa namanya, Nona. Apa Anda mengenalnya?" Wuri balik bertanya.

"Iya dia, temanku. Apa yang terjadi padanya?"

"Dia mengalami kecelakaan, tidak ada identitas apapun dibajunya saat kejadian, dia yang sudah menyelamatkannya," kata salah seorang perawat, seraya menunjuk Wuri dengan dagunya.

"Bukan aku, Tuhan yang telah menyelamatkannya, aku hanya membantunya." Wuri menyahut sambil membantu perawat membereskan pasien.

"Oh. Apa dia baik-baik saja?" kata wanita itu.

"Iya, kondisi pasien stabil. Masa kritisnya sudah lewat," jawab perawat itu lagi.

Saat mereka berbicara, pasien sudah dibaringkan di atas bangsal perawatan, botol infus sudah berada di tempatnya dan catatan informasi pasien sudah terpasang. Setelah selesai, perawat pun pergi, meninggalkan Wuri dan wanita itu, di sana.

"Ceritakan padaku bagaimana kejadiannya, apa dia menabrak sesuatu?" Tanya wanita itu.

Wuri menceritakan semua kejadian yang ia lihat. Dua wanita itu berdiri saling berhadapan, di samping tempat tidur pasien, ketika mereka bicara.

"Jadi, kau yang menyelamatkannya. Terima kasih."

"Anda tidak perlu berterima kasih padaku, sudah sewajarnya bagi setiap orang untuk saling membantu."

"Bagaimana aku tidak berterima kasih, dia laki-laki yang kusukai," kata wanita itu sambil menatap pasien dan mencium keningnya lembut.

"Oh, ini kebetulan sekali. Baiklah, aku turut bahagia untukmu. Semoga kekasihmu cepat sembuh."

"Apa kau akan tetap menunggu di sini?" Tanya wanita itu setelah ia berdiri tegak kembali.

"Tadinya, iya. Aku ingin tahu identitasnya dan bertanya kenapa ia mengemudi dengan ceroboh. Aku hanya mau menyarankan padanya, agar jangan pernah mengemudi lagi."

"Namanya Zamidean. Aku biasa memanggilnya Zemi ...."

Saat wanita itu berkata, matanya menatap Wuri dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia wanita yang baik dan tangguh, berkulit eksotis dan memiliki senyum yang manis.

Tapi wanita itu memandangnya sebelah mata. Ia mengedikkan bahu saat melihat pada sepatu yang dipakai Wuri, menurutnya sangat terkesan kumuh, sepatunya rusak karena tadi, ia gunakan sebagai pemukul saat memecahkan kaca.

"Hmm ... Ya karena sekarang ada kau di sini, aku akan pergi, jangan lupa sampaikan pesanku padanya nanti."

"Baik, akan aku sampaikan, biar aku saja yang mengurusnya," jawab wanita itu, yang menatap kepergian Wuri dengan dingin dan tersenyum kecut.

****

Enam bulan kemudian, di sebuah Cafe Bar Coffe.

Wuri berdiri di sisi jendela cafe, yang tampak lengang karena sebentar lagi cafe itu akan tutup. Ia menunggu bibi Natia selesai bekerja, sambil menikmati secangkir kopi pesanannya dan berjalan mondar mandir di sana. Ia melihat pemandangan malam kota, yang tampak indah dari balik kaca. Banyak lampu warna-warni menghiasi jalan, pertokoan dan beberapa pohon yang tumbuh di sisi kanan dan kirinya.

"Nona Lawu!" Panggil bibi Nat dari balik meja kasir.

Wuri yang merasa dirinya dipanggil, segera berbalik badan. Ia hendak beranjak mendekati bibinya. Namun naas, saat itu ...

Brukk!

Wuri menabrak seorang lelaki bertubuh tinggi dan atletis, yang memakai setelan jas rapi. Pria itu hendak berbelok ke arah jendela, saat Wuri berbalik. Dua orang itu sama-sama tidak menyangka akan saling bertabrakan seperti itu. Akibatnya baju yang dipakai pria itu kotor terkena tumpahan kopi yang dipegang oleh Wuri.

"Maaf, Tuan. Maaf ...." Kata Wuri sambil mengusap-usap baju lelaki yang ada di hadapannya, dengan penuh rasa bersalah.

"Cukup!" Hardik pria itu, sambil menepis kasar tangan Wuri dari badannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status