Share

Bab 3. Biar Aku Saja

Penulis: El GeiysyaTin
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-23 10:01:15

Wuri melirik sekumpulan wartawan yang melewati mereka. Bagi para wartawan itu, mereka bukan siapa-siapa. Wuri dan dua perawat, bukanlah orang yang tengah dicari oleh pera pemburu berita, melainkan mencari seorang selebritas yang tengah berkunjung dan memiliki keperluan lain di rumah sakit. Kabarnya, selebriti ini sedang terlibat sebuah skandal. Biasanya hanya para selebritis atau selebritas, yang memiliki skandallah, yang selalu diincar keberadaannya oleh mereka.

Wuri sudah biasa dengan kerumunan wartawan, tapi bukan di tempat seperti ini. Ia akan bertemu mereka di lokasi-lokasi bencana, di pusat layanan darurat, atau di antara siswa siswi, yang berprestasi dalam ekstrakulikuler sekolah, di mana Wuri menjadi pembimbingnya.

"Tunggu." Terdengar suara seorang wanita, yang tiba-tiba menghentikan kereta pasien.

Wanita itu menahan ujungnya, saat akan didorong masuk ke kamar perawatan. Wuri dan dua orang perawat pun menghentikan dorongannya.

Wajah wanita itu cantik seperti bidadari, rambutnya bergelombang indah, ia memakai pakaian dan perhiasan yang terlihat glamor, serta memiliki bau yang harum. Semua yang dipakainya sangat serasi, baik warna maupun modelnya.

Ia adalah selebritis, yang sedang dicari oleh para wartawan. Saat wartawan itu lewat, ia bersembunyi, di kamar pasien yang akan digunakan.

"Apa dia Zamidean?" Tanya wanita itu.

Ia menatap pasien dengan lekat, sambil mengusap lembut kepala pria yang masih pingsan karena pengaruh dari anastesi.

"Kami tidak tahu siapa namanya, Nona. Apa Anda mengenalnya?" Wuri balik bertanya.

"Iya dia, temanku. Apa yang terjadi padanya?"

"Dia mengalami kecelakaan, tidak ada identitas apapun dibajunya saat kejadian, dia yang sudah menyelamatkannya," kata salah seorang perawat, seraya menunjuk Wuri dengan dagunya.

"Bukan aku, Tuhan yang telah menyelamatkannya, aku hanya membantunya." Wuri menyahut sambil membantu perawat membereskan pasien.

"Oh. Apa dia baik-baik saja?" kata wanita itu.

"Iya, kondisi pasien stabil. Masa kritisnya sudah lewat," jawab perawat itu lagi.

Saat mereka berbicara, pasien sudah dibaringkan di atas bangsal perawatan, botol infus sudah berada di tempatnya dan catatan informasi pasien sudah terpasang. Setelah selesai, perawat pun pergi, meninggalkan Wuri dan wanita itu, di sana.

"Ceritakan padaku bagaimana kejadiannya, apa dia menabrak sesuatu?" Tanya wanita itu.

Wuri menceritakan semua kejadian yang ia lihat. Dua wanita itu berdiri saling berhadapan, di samping tempat tidur pasien, ketika mereka bicara.

"Jadi, kau yang menyelamatkannya. Terima kasih."

"Anda tidak perlu berterima kasih padaku, sudah sewajarnya bagi setiap orang untuk saling membantu."

"Bagaimana aku tidak berterima kasih, dia laki-laki yang kusukai," kata wanita itu sambil menatap pasien dan mencium keningnya lembut.

"Oh, ini kebetulan sekali. Baiklah, aku turut bahagia untukmu. Semoga kekasihmu cepat sembuh."

"Apa kau akan tetap menunggu di sini?" Tanya wanita itu setelah ia berdiri tegak kembali.

"Tadinya, iya. Aku ingin tahu identitasnya dan bertanya kenapa ia mengemudi dengan ceroboh. Aku hanya mau menyarankan padanya, agar jangan pernah mengemudi lagi."

"Namanya Zamidean. Aku biasa memanggilnya Zemi ...."

Saat wanita itu berkata, matanya menatap Wuri dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia wanita yang baik dan tangguh, berkulit eksotis dan memiliki senyum yang manis.

Tapi wanita itu memandangnya sebelah mata. Ia mengedikkan bahu saat melihat pada sepatu yang dipakai Wuri, menurutnya sangat terkesan kumuh, sepatunya rusak karena tadi, ia gunakan sebagai pemukul saat memecahkan kaca.

"Hmm ... Ya karena sekarang ada kau di sini, aku akan pergi, jangan lupa sampaikan pesanku padanya nanti."

"Baik, akan aku sampaikan, biar aku saja yang mengurusnya," jawab wanita itu, yang menatap kepergian Wuri dengan dingin dan tersenyum kecut.

****

Enam bulan kemudian, di sebuah Cafe Bar Coffe.

Wuri berdiri di sisi jendela cafe, yang tampak lengang karena sebentar lagi cafe itu akan tutup. Ia menunggu bibi Natia selesai bekerja, sambil menikmati secangkir kopi pesanannya dan berjalan mondar mandir di sana. Ia melihat pemandangan malam kota, yang tampak indah dari balik kaca. Banyak lampu warna-warni menghiasi jalan, pertokoan dan beberapa pohon yang tumbuh di sisi kanan dan kirinya.

"Nona Lawu!" Panggil bibi Nat dari balik meja kasir.

Wuri yang merasa dirinya dipanggil, segera berbalik badan. Ia hendak beranjak mendekati bibinya. Namun naas, saat itu ...

Brukk!

Wuri menabrak seorang lelaki bertubuh tinggi dan atletis, yang memakai setelan jas rapi. Pria itu hendak berbelok ke arah jendela, saat Wuri berbalik. Dua orang itu sama-sama tidak menyangka akan saling bertabrakan seperti itu. Akibatnya baju yang dipakai pria itu kotor terkena tumpahan kopi yang dipegang oleh Wuri.

"Maaf, Tuan. Maaf ...." Kata Wuri sambil mengusap-usap baju lelaki yang ada di hadapannya, dengan penuh rasa bersalah.

"Cukup!" Hardik pria itu, sambil menepis kasar tangan Wuri dari badannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Dan Kutukan Tanda Lahir   Ya Tentu Saja (TAMAT)

    Ya Tentu Saja (TAMAT)Wanita itu sedikit lebih berisi dan ketika wanita itu turun di tempat yang agak tinggi, di mana dia biasa turun dan naik ke leher gajah, terlihat dengan jelas perutnya sedikit membencit.Zemi menghampiri Wuri dengan langkah yang perlahan dan sedikit ragu, dia mengingat kejadian terakhir saat mereka bertemu dan waktu itu mereka sempat melakukan sesuatu yang bisa membuat wanita itu, mengandung benihnya saat ini.Begitu dua insan itu saling menatap dan berdekatan, seketika keduanya pun sama-sama mengeluarkan air mata yang, entah disebabkan oleh apa. Namun, yang jelas kerinduan itu terukir pada tatapan mereka.Zemi tiba-tiba berlutut sambil menyebut nama Wuri, beberapa kali. Air matanya mengalir lebih deras, dia yakin bahwa gadis itu menanggung beban yang cukup berat selama ini. Tentu saja benar apa yang di pikirkan oleh Zemi, jika Wuri memang sudah menanggung beban yang demikian berat, dia berusaha setengah mati menahan rindu dan cintanya sementara dia tengah m

  • Cinta Dan Kutukan Tanda Lahir   Tidak Menemukannya

    Tidak MenemukannyaSemalaman mereka bergadang, sesekali Zemi menggantikan Ajer menyetir karena pria itu terlihat mengantuk.Sesampainya di sana, hari sudah menjelang pagi, mentari sudah menampakkan cahayanya. Dua mobil kontainer yang tiba lebih dulu, menunggu perintah dari majikan mereka untuk menurunkan barang. Setelah mobil mewah yang dikendarai Zemi, Renata dan Ajer tiba, barulah semua barang mereka turunkan semuanya.“Kau datang lagi?” tanya Khazanu menyapa Zemi.“Ya, Tuan Khazan, apa ada masalah dengan kedatanganku?” tanya Zemi penuh percaya diri.“Tidak,” sahut Khazanu.Dia mengabaikan Renata dan Ajer, karena hanya Zemi yang dia kenal. Saat melihat dua truk besar tiba, dia segera melihatnya dan begitu melihat Zemi, dia pun heran karena pria itu begitu gigih berjuang demi mendapatkan Wuri, seperti keinginannya. Kedatangannya kali ini menunjukkan jika ujiannya berhasil setelah sekian lama.Wuri tidak ada di tempat itu, karena sejak kejadian terungkapnya penyebab kematian aya

  • Cinta Dan Kutukan Tanda Lahir   Hadiah Sekampung

    Hadiah SekampungBeberapa bulan berlalu setelah kejadian itu, Zemi berharap Wuri mengirimnya pesan melalui ponsel tapi, benda canggih itu selalu hening, tanpa adanya panggilan dari orang yang dia rindukan. Hatinya sakit karena merasa diabaikan padahal hanya dirinyalah satu-satunya harapan.Zemi memutuskan untuk kembali ke negaranya dan, menjalaninya hari-hari seperti biasa. Dia kembali menyibukkan diri di perusahaan bahkan, pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah disentuhnya, pun sekarang selesai di tangannya. Dia melakukan semua itu hanya karena ingin melupakandisentuhnya, setelah merasa dicampakkan oleh kekasihnya begitu saja, tanpa pesan dan kata-kata, hanya karena kesalahpahaman belaka.Zemi sudah mengirimkan bukti walaupun tidak kuat dan tidak banyak, tetapi, bukti itu seharusnya cukup untuk meyakinkan kepala suku Khazanu, juga Wuri, jika keluarganya terutama sang kakek tidak bersalah dalam kejadian itu.“Kedua orang itu bersahabat karib sejak lama, tidak mungkin saling menya

  • Cinta Dan Kutukan Tanda Lahir   Antara Percaya Dan Tidak

    Antara Percaya dan Tidak Wuri diam dan hanya menangis bahkan, saat Zemi hendak menghapus air mata di pipinya pun dia menolak bahkan menepis tangannya dengan kasar. Oleh karena itu, Zemi langsung menghubungi kakaknya karena saat kejadian itu berlangsung kakaknya pun berada di sana. Dia mengatakan apa yang terjadi di tempat itu semuanya, tanpa kecuali bahkan sejak pertemuan awalnya dengan Wuri secara singkat. “Bukan begitu ceritanya, yang dilihat laki-laki itu salah, kamu sudah melarangnya untuk mengambil boneka milik anakku. Memang anakku terus menangis karena dia tidak bisa tidur kalau tidak memeluk bonekanya.” Kakak Zemi bercerita dari ujung telepon. “Jadi, itu hanya salah paham?” kata Zemi. “Ya, aku dan Kakek sudah melarangnya, dan itu pun sudah kami bawa dia berlari lebih cepat, bukankah Kakek juga terluka kakinya hingga dia harus memakai kruk sampai dia tiada?” “Ya!” “Semua karena kejadian itu, tapi, kakek selalu bilang itu karena kecerobohannya, padahal saat itu, Kakek sed

  • Cinta Dan Kutukan Tanda Lahir   Keluarga Seorang Pembunuh

    Keesokan harinya ketika Wuri keluar dari kamar, Khazanu, sang kepala suku sudah menunggu bersama seorang pembantunya. Tentu saja Wuri mengenal dua orang yang sangat akrab selama ini. Mereka kemudian duduk secara berhadap-hadapan di ruang tamu.Kepala suku Khazanu, sengaja datang ke rumah Wuri karena dia mendengar sebuah informasi bahwa, gadis itu bermalam dengan seorang laki-laki. Kecurigaannya muncul karena dipicu oleh rasa khawatir jika anak dari sahabatnya itu memiliki hubungan khusus dengan orang yang kemarin datang dan bermesraan sampai malam tiba.“Apa kau melindunginya di sini?” kata Khazanu memulai pembicaraa setelah mereka berbasa basi sebentar.“Siapa maksud Anda, tidak ada orang lain di sini selain aku!” Wuri berkata membala diri.“Jangan berbohong padaku aku mengetahui semuanya!”“Apa maksudmu Jemi? Kalau dia yang Anda maksud, ya ... memang dia datang kemarin malam dan aku mencegahnya untuk pulang, memangnya Apa salahnya dengan hal itu?”“Apa kau lupa dengan resiko

  • Cinta Dan Kutukan Tanda Lahir   Bab 55. Sebuah Tanda

    Sebuah Tanda Yang Sama Sesampainya di rumah Wuri, Zemi meminta gadis itu untuk menunjukkan di mana kamarnya. Tentu saja Wuri enggan tapi, Zemi berkata, “ Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu, dan sebelum orang lain tahu, aku ingin kau yang lebih dahulu tahu!” “Apa itu, katakan saja padaku!” Wuri masih tidak mengerti dengan apa yang akan ditunjukkan oleh Zemidean, seorang pria yang dahulu hanya dikenanya sebagai anak manja yang sering kabur dari rumah itu. Dia memiliki keraguan tentang apa yang akan dilakukan Zemi di rumah itu, meskipun demikian dia menilai Zemi memiliki kekuatan dan jujur tentang tanda pada tubuhnya. Zemi melihat ke sekeliling dan dia tidak menemukan orang lain selain mereka, itulah suasana rumah yang diinginkannya. “Ke mana semua pelayanmu?” tanya Zemi. “Mereka bekerja di kebun, dan baru akan pulang sore nanti.” “Baiklah kalau begitu, tidak masalah aku membuka bajuku di sini!” “Tunggu, apa yang akan kau lakukan?” “Wuri, aku punya tanda yang sama seper

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status