Share

Bab 2. Sebuah Kebetulan Lagi

"Apa tidak apa kalau aku ikut?" Kata Wuri, ketika pasien sudah dimasukkan dalam ambulans.

Evan mengangguk.

Ambulans mulai melaju saat semua orang sudah ada di dalam. Suara sirine yang kuat menemani perjalanan menuju rumah sakit.

Wuri dan Evan duduk saling berhadapan, sementara pasien ada di antara mereka berdua.

"Denyut nadi pasien rendah, aku menghitung hanya enam puluh perenan enam puluh Luka di dahi dan kepala cukup parah, tulang kaki dan paha mungkin retak karena terjepit, tangan dan bahu hanya luka ringan," kata Wuri memberi sedikit penjelasan.

"Baik, tekan bagian luka di kepalanya agar tidak terjadi pendarahan akut." Evan berkata sambil memasangkan selang oksigen di hidung pasien.

"Oke."

Wuri dan Evan melakukan beberapa tindakan lanjutan. Tidak banyak yang bisa mereka lakukan, selain usaha agar tidak terjadi hal, yang lebih buruk.

"Tidak apa. Oh ya, kau mau kemana?" Tanya Evan. Setelah selesai.

"Aku mau pulang."

"Kau sangat cekatan menolongnya. Apa kau kenal siapa dia?"

"Tidak. Aku hanya kebetulan lewat."

"Orang ini beruntung bertemu denganmu."

"Oh, bukan seperti itu. Tapi Tuhan yang masih menyayanginya."

Tanpa mereka ketahui, setelah beberapa saat mereka pergi, mobil yang tadi mengalami kecelakaan itu terbakar. Api yang keluar dari mesin bagian depan, membesar dan menghanguskan semuanya. Bayangkan kalau laki-laki itu tidak segera diselamatkan, ia akan hangus terbakar di dalamnya.

Wuri dan Evan, terus bercakap cakap dan mengira orang yang menjadi pasien itu, pinsan. Namun sebenarnya ia tidak pingsan dan bisa mendengar percakapan mereka.

Pria yang tergeletak pada bangsal ambulans, mengingat nama Wuri, wanita yang sudah menyelamatkannya dan menyimpan dalam memori kepalanya.

"Kau bekerja di mana, apa kau perawat, bidan atau dokter?"

"Haha. Bukan semuanya. Aku cuma pernah menjadi sukarelawan saja di Palang Merah."

"Oh ... Kalau aku lihat dari caramu membantunya tadi, sepertinya kau sudah terbiasa, apa kau pekerja lapangan di sana?"

"Iya."

"Kau sudah mendapat sertifikasi?"

"Sudah, aku dapat sertifikatku hari ini."

Evan tersenyum mendengar Wuri berkisah tentang semua usaha dan bagaimana perjalannya sampai ia berhasil mendapatkan sertifikasi, dalam bidang itu. Ia tahu, tidak banyak wanita yang mendapatkannya, Tapi Wuri adalah pengecualian.

Bulan Emas adalah tempat para sukarelawan dari seluruh negeri bersatu dalam menanggulangi bencana, keadaan darurat dan juga membantu rumah sakit pemerintah kota, dalam menangani masalah sosial lainnya.

Sesampainya di rumah sakit, Wuri ikut turun dan melihat bagaimana pria, yang tidak dikenalnya itu akan di tangani. Seperti ada sesuatu yang menarik dirinya, yang membuat Wuri ingin tetap menemaninya. Apalagi saat ia melihat jari-jari tangan laki-laki itu bergerak ke arahnya, membuatnya penasaran dengan identitas pria yang sudah diselamatkannya.

Evan membiarkan gadis itu masuk dan menunggu pasien di depan ruang UGD. Ia sebenarnya ingin tahu dimana Wuri tinggal, tapi ia tak mungkin melarangnya melakukan hal yang ia inginkan. Lagipula, sudah ada tugas lain yang harus ia selesaikan. Ia hanya berharap suatu saat nanti akan bertemu Wuri kembali.

Ketika Wuri duduk menunggu, ada beberapa orang yang mengenal dan menyapanya, bahkan mengajaknya mengobrol, sertamenanyakan keperluannya.

Ia pernah menjadi sukarelawan, sebagai penghibur anak-anak penderita kangker di sana. Ia wanita yang ramah, sehingga banyak orang yang mengingatnya.

Tidak berapa lama, pintu ruang tindakan dibuka. Seorang dokter keluar sambil tersenyum, dan bertanya padanya.

"Wuri, apa dia saudaramu?"

"Bukan."

"Apa dia pacarmu, kukira dia cukup tampan."

"Dokter, aku tidak kenal siapa dia. Aku hanya perlu memastikan dia baik-baik saja."

"Ya, aku tahu kau yang menyelamatkannya. Dia baik-baik saja. Jangan khawatir."

"Terima kasih, Dokter."

Dokter itu kemudian mengangguk.

"Apa kau yang akan menjadi penanggungnya?"

"Ya, tidak ada identitas apapun ditubuhnya. Jadi aku tidak tahu siapa, yang bisa dihubungi untuk jadi penanggungnya.

"Baiklah, ayo daftarkan dia atas jaminanmu."

"Baik."

Setelah Wuri selesai melengkapi administrasi rumah sakit, ia kembali ke bangsal UGD dan melihat pasien yang kini dalam jaminannya itu, akan dipindahkan ke kamar rawat inap.

"Kau memasukkannya di kamar kelas satu, padahal kau tidak mengenalnya, Wuri?" Tanya seorang suster yang cukup akrab dengan Wuri saat dulu ia ditugaskan di sana.

"Aku kira dia bukan orang biasa, jadi aku mengambil kelas itu."

"Haha. Kau mengharapkan balasannya?"

"Tidak. Aku hanya tidak enak saja."

Saat mereka tengah mengobrol, sambil mendorong kereta tempat tidur pasien, ada sekumpulan orang melintas, dengan langkah yang tergesa-gesa. Beberapa orang itu mirip dengan para wartawan yang sedang memburu berita. Para wartawan yang melintas itu akan meliputi berita dari seorang selebriti yang kemungkinan berada di sana.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
El Geisya Tin
seru juga ini agak beda
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status