Home / Romansa / Cinta Di Balik Tanda Tangan / Aturan Yang Mulai Retak.

Share

Aturan Yang Mulai Retak.

Author: Pita
last update Last Updated: 2025-08-07 11:23:31

Pagi menyapa Mansion mewah itu dengan sunyi. Hanya suara burung dari taman belakang yang terdengar samar. Aluna membuka matanya perlahan, mengingat kembali percakapan semalam dengan Leonard dan sorot mata lelaki itu yang tak bisa ia lupakan.

"Aku mulai menyadari, mungkin... menjaga jarak pun tak akan bisa menghapus keberadaanmu dari pikiranku."

Kalimat itu kembali terngiang dalam benaknya, membuat jantungnya berdetak lebih cepat meski ia belum bangkit dari tempat tidur.

Ia menarik napas dalam, lalu bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Hari ini, ia bertekad untuk bersikap seperti biasa. Tidak boleh larut dalam perasaan yang belum tentu memiliki arah. Lagi pula, pernikahan mereka adalah kontrak. Ia tak boleh lupa akan hal itu.

---

Di ruang makan, Leonard sudah duduk lebih dulu, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku. Ia tampak lebih santai dari biasanya, tapi aura dinginnya tetap ada.

Aluna ragu sejenak sebelum akhirnya duduk di seberang meja.

“Pagi,” sapanya pelan.

“Pagi,” jawab Leonard, tanpa mengalihkan pandangan dari tablet di tangannya.

Hening sejenak.

Aluna hendak menyendok bubur dari mangkuknya ketika Leonard tiba-tiba berkata, “Aku akan bekerja di Mansion hari ini.”

Aluna menghentikan gerakannya. “Oh… ada urusan mendadak?”

“Tidak juga. Aku hanya ingin di Mansion,aku malas kemana-mana.”

Sekali lagi, Leonard membuat Aluna bingung. Biasanya, lelaki itu selalu sibuk. Mansion ini hanyalah tempat tidur, bukan tempat tinggal baginya. Tapi hari ini dan semalam ada sesuatu yang berbeda darinya.

“Kalau begitu, mungkin aku akan membersihkan ruang kerja di lantai dua. Beberapa rak bukunya penuh debu,” ucap Aluna sekadar mengisi kekosongan.

Leonard mengangkat pandangan. “Kamu tidak harus melakukan itu. Ada Maid yang akan melakukannya..”

“Aku tidak suka diam saja. Membaca buku juga bisa menyenangkan,” jawab Aluna, mencoba tersenyum.

Leonard menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Baiklah. Tapi kalau kamu lelah, tinggalkan saja. Jangan paksakan diri.”

Aluna menunduk, menyembunyikan senyum kecilnya.

>Mungkin pria ini memang tidak tahu bagaimana cara bersikap manis. Tapi ia sedang mencoba. Dan itu cukup untuk hari ini.

---

Siang hari, Aluna memasuki ruang kerja Leonard. Ruangan itu luas dan penuh rak buku tinggi. Meja kerjanya besar, rapi, dan dikelilingi jendela yang menghadap taman belakang.

Aluna mulai menyusun buku, membersihkan rak dengan kain lembut, dan menemukan beberapa dokumen tua yang ditumpuk di sudut. Salah satunya menarik perhatiannya.

Map cokelat dengan tulisan tangan: “Perjanjian Nikah - Leonard & Aluna.”

Jantungnya langsung berdegup kencang. Tangan Aluna gemetar saat menyentuh dokumen itu.

Aluna membuka lembar demi lembar isinya seperti yang ia tahu: jangka waktu pernikahan, kewajiban masing-masing pihak, larangan jatuh cinta, larangan memiliki keturunan selama kontrak berlangsung...

Matanya berhenti di satu klausul:

“Jika salah satu pihak terbukti jatuh cinta dan pihak lain tidak bersedia melanjutkan hubungan, kontrak dapat diputus sepihak tanpa kompensasi.”

Aluna membeku.

"Jatuh cinta...?"

Apakah ia sudah sejauh itu? Apakah ia benar-benar mulai menyukai Leonard?

“Aluna?”

Suara Leonard dari balik pintu membuatnya terlonjak. Ia buru-buru menutup map dan menyembunyikannya kembali di tempat semula.

Leonard masuk dengan ekspresi penasaran. “Kamu sudah makan siang?”

Aluna menggeleng. “Belum. Aku... baru saja mau ke dapur.”

Tatapan Leonard terhenti pada wajah Aluna. “Kamu baik-baik saja?”

Aluna memaksakan senyum. “Tentu. Hanya... sedikit lelah membersihkan rak buku.”

Leonard mengangguk. “Kalau begitu, ayo makan bersama.”

Tanpa banyak kata, mereka berjalan beriringan menuju ruang makan.

Tapi sepanjang perjalanan, isi kepala Aluna berputar bukan soal makanan, melainkan soal isi kontrak yang bisa mematahkan hatinya kapan saja.

“Jadi kalau aku jatuh cinta lebih dulu… aku bisa kehilangan segalanya?”

“Termasuk dia...”

Dan untuk pertama kalinya, Aluna merasa perasaan bisa jadi hal yang paling berbahaya dalam sebuah pernikahan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   Tatapan yang mengusik.

    Makan siang itu terasa hambar bagi Aluna. Lidahnya nyaris tak bisa merasakan apa pun meski hidangan di hadapannya tersaji begitu rapi. Ia hanya menunduk, menahan detak jantung yang masih kacau setelah membaca kembali isi kontrak pernikahan mereka.Di seberangnya, Leonard makan dengan tenang. Tidak ada tanda ia menyadari gelisah yang berusaha Aluna sembunyikan.“Kenapa tidak dihabiskan?” tanya Leonard tiba-tiba.Aluna tersentak. “Ah… aku kenyang.”Leonard menatapnya lama, lalu tanpa berkata apa pun, ia mendorong piringnya sendiri sedikit ke tengah meja. “Kalau begitu, jangan memaksakan diri. Tapi minum supnya, supaya tidak masuk angin.”Ucapan itu sederhana, tapi justru membuat dada Aluna semakin sesak. Lelaki itu… seakan perlahan melunturkan dinginnya. Ia takut kalau dirinya tidak lagi sanggup membendung perasaan yang seharusnya terlarang.Sore harinya, Aluna duduk di balkon kamarnya. Angin berembus pelan menerpa wajahnya,Namun ketenangan itu tak bisa menenangkan pikirannya.Kalimat d

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   Aturan Yang Mulai Retak.

    Pagi menyapa Mansion mewah itu dengan sunyi. Hanya suara burung dari taman belakang yang terdengar samar. Aluna membuka matanya perlahan, mengingat kembali percakapan semalam dengan Leonard dan sorot mata lelaki itu yang tak bisa ia lupakan. "Aku mulai menyadari, mungkin... menjaga jarak pun tak akan bisa menghapus keberadaanmu dari pikiranku." Kalimat itu kembali terngiang dalam benaknya, membuat jantungnya berdetak lebih cepat meski ia belum bangkit dari tempat tidur. Ia menarik napas dalam, lalu bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Hari ini, ia bertekad untuk bersikap seperti biasa. Tidak boleh larut dalam perasaan yang belum tentu memiliki arah. Lagi pula, pernikahan mereka adalah kontrak. Ia tak boleh lupa akan hal itu. --- Di ruang makan, Leonard sudah duduk lebih dulu, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku. Ia tampak lebih santai dari biasanya, tapi aura dinginnya tetap ada. Aluna ragu sejenak sebelum akhirnya duduk di seberang meja. “Pagi,” sa

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   Rasa Yang Tak Diundang.

    Tiga hari terasa lambat bagi Aluna. Mansion itu terlalu besar untuk dirinya sendiri, terlalu sunyi, dan terlalu asing meskipun ia sudah tinggal di dalamnya selama hampir dua minggu. Ia mengisi hari-harinya dengan membaca, memasak makanan sederhana meski ada koki di Mansion dan berjalan di taman belakang. Ia menolak untuk hanya menjadi hiasan di rumah mewah itu. Aluna ingin tetap menjadi dirinya. Seorang gadis biasa yang punya mimpi dan logika, walau kini terjebak dalam dunia yang tak pernah ia bayangkan. Namun, malam itu berbeda. Aluna terbangun karena suara hujan deras di luar. Petir menggelegar, dan kilatan cahaya menyinari langit. Ia menatap jendela kamar, berusaha mengusir rasa gelisah. Biasanya, ia tak takut badai, tapi malam ini... entah kenapa dadanya terasa sesak. Ia mengambil ponsel dari meja samping tempat tidur. Tidak ada pesan. Tidak ada panggilan. Tidak ada kabar dari Leonard sejak malam pertama ia pergi. “Kenapa aku menunggu? Bukankah ini pernikahan palsu?” “Buka

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   Di Antara Dua Dunia.

    Hujan malam itu turun semakin deras, membasahi pekarangan Mansion mewah tempat Aluna tinggal sejak statusnya berubah menjadi "istri kontrak." Ia belum terbiasa dengan keheningan megah Mansion itu, belum terbiasa dengan ruang-ruang besar yang terasa kosong dan dingin seperti hati pria yang sekarang menjadi suaminya. Di balik tirai kamarnya yang setengah terbuka, Aluna diam-diam memperhatikan Leonard. Lelaki itu berdiri di balkon kamarnya, mengenakan kemeja putih yang bagian atasnya terbuka. Rambutnya basah oleh rintik hujan, namun ia tak bergeming. Ada kesepian dalam sosok pria itu yang tak bisa Aluna abaikan. Sesuatu yang selama ini ia tutupi dengan dinginnya sikap, dengan tatapan tajam dan kata-kata yang selalu terdengar menyakitkan. Aluna menggenggam jemarinya yang dingin. Ia tahu ia tidak seharusnya peduli. Ini hanya pernikahan kontrak. Tidak ada cinta. Tidak ada keterikatan perasaan. Namun... kenapa hatinya terasa sesak saat melihat lelaki itu tampak begitu rapuh, meski tak m

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   Pria Yang Tak Percaya Cinta.

    “Dia bukan tipe wanita yang bisa di miliki.” Ucapan itu tiba-tiba muncul dari bibir Leonard saat tengah berbincang dengan Andrew, sahabat sekaligus asistennya, di ruang kerja kantor pusat Alvaro Group. Andrew menaikkan alis. “Kau berbicara tentang istrimu sendiri?” Leonard tak menjawab. Pandangannya lurus ke luar jendela kaca, menatap langit Jakarta yang kelabu. Angin hujan mengguyur jendela, seolah mencerminkan kekacauan dalam pikirannya. “Dia berbeda,” ucapnya akhirnya. “Terlalu tenang, terlalu sabar… dan terlalu kuat untuk wanita yang hidup di bawah bayanganku.” Andrew tersenyum tipis. “Kau takut jatuh cinta, Leo?” Leonard menoleh dengan tatapan dingin. “Cinta tidak pernah membuat siapa pun menang. Cinta itu hanya kelemahan yang bisa membuat orang bertekuk lutut,dan aku tidak percaya dengan cinta." Andrew hanya mengangguk karena ia tau jika leonard adalah pria yang tak pernah percaya dengan cinta,bagi leonard cinta hanyalah sebuah perasaan yang tak ada artinya. --- Sement

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   Rumah Tanpa Kehangatan.

    Mansion itu terlalu besar untuk dihuni dua orang. Begitu Aluna melangkah masuk ke dalam mansion keluarga Arsenio, ia merasa seolah terjebak dalam istana es. Dinding marmer putih memantulkan cahaya dingin, dan lorong-lorong sunyi menyambutnya tanpa kehangatan. “Ini kamar anda,” ucap pelayan wanita sambil membuka pintu kamar di sayap kanan rumah. Aluna hanya mengangguk. Pandangannya menyapu seisi kamar luas, elegan, tapi kosong. Tak ada satu pun sentuhan yang menunjukkan ‘rumah’. Tak ada warna-warna hangat, tak ada figura keluarga. Semuanya hanya perabot mewah tanpa jiwa. Di belakangnya, Leonard berdiri sambil menyilangkan tangan. “Atur batasmu. Jangan masuk ke area pribadiku tanpa izin.” Aluna menoleh perlahan. “Aku tidak berniat mencampuri hidupmu.” Mata mereka bertemu. Sekilas. Tapi cukup bagi Leonard untuk menangkap ada luka di mata wanita itu luka yang dalam, tapi tak meronta. Luka yang diam-diam sedang menyembuhkan diri. Leonard membuang muka. “Besok pagi kita harus tampil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status