Ayda menjatuhkan tasnya dan membalikkan badan ke hadapan lelaki yang sudah membuatnya merasa geram. “Lepas jas Anda sekarang!” tutur Ayda dengan emosi yang membara. Ekspresi wajah yang terlihat menakutkan membuat Ayda terlihat seperti harimau. “Saya bilang lepas!” tegasnya lagi sambil mulai beraksi.
“A-apa! Jangan mendekat atau sa-” lelaki itu berusaha menyelamatkan diri saat Ayda tiba-tiba mendekat dan menutup mulutnya.
Tatapan mereka saling bertemu. “Tampan,” gumam Ayda dalam hatinya yang terpesona dengan lelaki di hadapanya. Namun, saat kembali tersadar Ayda pun langsung memaksa lelaki itu untuk melepas jas yang digunakan. Masih dengan membekap mulut lelaki tampan di hadapanya, Ayda merasa gemetar. Untuk pertama kalinya Ayda bersikap seperti preman dan memaksa seseorang.
Lelaki yang berhidung mancung pun tak berkutik dan mengikuti semua perintah Ayda. Setelah jasnya terlepas dengan sempurna, Ayda pun langsung mengenakan jas itu untuk menutupi bagian lengan kanan tubuhnya. “Saya bukan wanita yang seperti kamu pikirkan ya. Anggap saja semua ini nggak pernah terjadi. Dasar lelaki mesum,” cicit Ayda tanpa merasa bersalah.
“Apa?!” Lelaki yang kini hanya mengenakan kemeja putih pun berteriak tak terima dengan perlakuan Ayda. “Memangnya kamu pikir saya tertarik dengan tubuh kamu gitu? Maaf ya, selera saya tinggi soal perempuan. Lagi pula kamu sendiri yang banyak tingkah sampai akhirnya … baju kamu robek,” urainya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Ayda yang sudah merasa sangat malu pun tak bisa memberikan pembelaan karena nyatanya dirinya lah yang bersalah. Dalam hati Ayda bahkan merasa sangat bersyukur karena ada jas yang masih bisa menyelamatkan dirinya. Keadaan lift yang tak kunjung menyala pun membuat Ayda merasa frustasi dibuatnya.
“Kenapa diam? Minta maaf!”
Ayda tetap tidak bergeming.
“Kalau tidak … saya akan melakukan hal yang membuat kamu menyesal,” ancamnya dengan penekanan di setiap kata.
Tanpa berpikir lama, Ayda pun langsung menangkupkan kedua tangan di depan dada dan memejamkan matanya. “Iya saya salah, maaf. Lagi pula saya tidak sepenuhnya salah, seharusnya saat tau baju saya robek kenapa Anda tidak langsung membantu saya dan malah bilang .…” Ayda menjeda kalimatnya.
“Wow … itu kata yang membuat kamu berpikiran saya mesum iya?” Lelaki itu menatap lekat ke arah Ayda.
Bersamaan dengan itu pintu lift pun akhirnya terbuka. Sontak Ayda pun langsung mengembuskan napas lega dan keluar dari lift dengan langkah setengah berlari.
“Hei tunggu! Saya belum selesai bicara,” teriak lelaki yang tak terima dituduh sebagai lelaki mesum. “Dasar cewek gila!”
***
Sebagai pegawai baru di hari pertama bekerja memang membutuhkan banyak waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Terlebih penampilan Ayda yang terlihat sangat aneh dan mirip seperti orang-orangan sawah membuatnya merasa tidak percaya diri.
Kejadian di lift sudah membuat Ayda terpaksa harus mengenakan jas lelaki yang ia temui untuk menutupi robekan baju di lengan kanannya.
Sesampainya di meja kerjanya, Ayda menatap ke arah sekitar. Semua barang tertata sangat rapi. Senyum Ayda mengembang sempurna dan merasa bangga dengan dirinya yang sudah berhasil sampai di titik sejauh ini. Meja kerjanya terletak di depan ruangan bos yang akan menjadi pengalaman baru untuknya.
Nama yang tertera di depan pintu pun menarik perhatian Ayda. “Oh … jadi nama bos gue itu Pak Arya. Bagus juga, semoga orangnya baik dan ngga ngeselin kayak cowok yang tadi ketemu gue pas di lift,” gumamnya dengan senyuman sambil duduk di kursi.
Hal pertama yang Ayda lakukan adalah membaca semua berkas peraturan yang ada di atas mejanya. Terdapat beberapa hal yang harus Ayda lakukan. Semacam tugas tambahan yang diberikan oleh atasannya,
Peraturan 1: Datang setengah jam sebelum jam kerja dimulai. Siapkan makanan untuk sarapan.
Peraturan 2: Atur jadwal meeting dengan melihat jadwal rutin. Jangan membuat kesalahan yang membuat waktu terbuang sia-sia.
Peraturan 3: Buatkan kopi sesuai takaran yang sudah dituliskan.
Ayda membulatkan matanya dengan mulut yang terbuka. “Gue jadi sekretaris atau asisten rumah tangga sih?” elaknya dan mengembuskan napas kasar.
Semua peraturan itu sama sekali tidak Ayda ketahui sebelumnya. Jam kerja baru saja dimulai, tetapi Ayda sudah merasa sangat lelah hanya dengan membaca banyaknya tugas dan peraturan.
Dalam hati ingin rasanya Ayda pergi dan lari dari tanggung jawabnya ini. Akan tetapi, bayangan wajah sang ayah dan adiknya membuat semangat Ayda bangkit kembali. Tidak mudah untuk Ayda mendapatkan pekerjaan ini, cepat atau lambat ia yakin pasti akan terbiasa. “Semangat Ayda. Lo nggak boleh nyerah gitu aja,” ujarnya sambil mengepalkan kedua tangan di atas meja.
Dengan penuh semangat Ayda pun mulai bekerja. Hari ini ia harus bekerja mandiri karena bosnya sedang tidak ada di kantor. Hal itu Ayda ketahui saat bertanya pada salah satu karyawan yang berada di sana. Hingga tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Jam makan siang telah tiba. Ayda memutuskan untuk pergi ke kantin bersama Rara teman pertamanya di tempat kerja.
Setelah mengantri selama hampir dua puluh menit, Ayda pun berhasil mengambil makan dan menyantapnya di meja dekat tangga. Dengan lahap Ayda langsung memakannya. Ia tidak mau sampai mati kelaparan di hari pertamanya bekerja.
“Oh iya, gue denger tadi pak Arya nggak ada ya?” tanya Rara sambil sesekali menatap ke arah Ayda.
“Hmm katanya dia lagi ada urusan di luar kantor. Jadi, baru bisa datang setelah jam makan siang, memangnya kenapa?” Ayda balik bertanya pada Rara.
“Syukur deh kalau gitu. Pak Arya itu orangnya luar biasa banget, kalau lagi datang jinnya. Duhh marah-marah terus dehh kerjaannya.” Rara melahap habis semua ayam saat membicarakan Arya yang meningkatkan nafsu makannya.
Ayda yang melihat ekspresi Rara pun langsung tertawa. “Tapi kayaknya ada satu cowok yang super nyebelin deh di sini. Mukanya sih lumayan tampan, hidungnya mancung, matanya agak sipit, terus tinggi kayak oppa korea gitu, tapi … lo harus tau. Dia itu cowok mesum yang mau gue unyel-unyel kayak sam-”
“Ehem ehem.”
Ayda menghentikan kalimat penuh pujian dan umpatan saat mendengar suara deheman seseorang.
“Di belakang lo,” bisik Rara sambil menendang kaki Ayda di bawah meja setelah menyadari semua ciri-ciri yang disebutkan Ayda sangat mirip dengan Arya, bosnya.
Ayda yang tidak memahami apa maksud Rara pun langsung berdiri dan membalikkan badannya. “Cowok mesum!” ujarnya sambil menunjuk ke arah lelaki di hadapannya.
“Maksudnya kata unyel-unyel itu apa ya? Bisa tolong dijelaskan?” Lelaki yang diberi julukan oleh Ayda sebagai cowok mesum terlihat sangat kesal.
Ayda pun mengepalkan tangan dan menarik napas panjang. “Dengan senang hati saya akan menjelaskan. Kalau sa-”
“Saya bisa menjelaskan kalau maksud dari perkataan Ayda adalah dia sangat terpesona dengan ketampanan bapak.” Rara menjeda kalimat Ayda dan membungkam mulutnya.
“Ihh Rara! Kenapa sih lo pake tutup mulut gue. Dia ini cowok yang ….” Ayda terus berusaha untuk bicara.
Akan tetapi, Rara kembali membungkam mulutnya. “Dia adalah Pak Arya, CEO dari perusahaan yang terkenal dengan kebaikan dan ketampanannya.”
“Apa?!” Ayda langsung berteriak dengan mata yang membulat sempurna. Kepalan tangannya bahkan perlahan melonggar. Dalam hati Ayda terus merutuki dirinya sendiri karena sudah mengumpat bosnya sendiri. “Pa-pak Arya?” tanyanya saat menatap Rara yang terlihat sangat menderita.
“Iya! Dia pak Arya. Beri salam,” sahut Rara dengan sangat bersemangat dan sedikit memaksa.
Dengan cepat Ayda pun membungkukkan tubuhnya. Berharap lelaki itu amnesia dan tidak mengingatnya. Setidaknya dengan begitu Ayda baru bisa bernapas lega. Saat ini bukan pekerjaan Ayda yang dipertaruhkan, tetapi juga hidupnya. “Se-selamat siang. Ma-maf, Pak Arya,” urainya dengan gugup.
Suasana kantin yang semula ramai pun mendadak sunyi saat Arya perlahan berjalan mendekat ke arah Ayda. Semua orang terus menatap wajah Arya yang terlihat sangat marah. Rara bahkan hanya bisa diam mematung di samping Ayda yang berusaha menguatkan dirinya.
Langkah demi langkah menghapus jarak antara Ayda dan Arya. Tatapan mereka kembali bertemu, tetapi tak ada sorot emosi di mata Ayda yang terlihat sangat ketakutan.
“Sebagai hukuman … saya tidak akan mengijinkan kamu pulang sebelum semua tugas selesai. Kalau kamu gagal menyelesaikannya, saya yakin kamu pasti tau apa konsekuensinya,” titah Arya dengan tatapan tajam bak elang dan langsung pergi meninggalkan Ayda.
“Astaga Ayda … cowok mesum itu atasan lo,” gerutu Ayda di dalam hati sambil melihat bayangan Arya yang perlahan menghilang.
Setumpuk berkas pekerjaan memenuhi meja kerja Ayda yang sedang fokus menjalani hukumannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi Ayda masih belum menyelesaikan tugas yang diberikan. Tidak banyak waktu lagi yang Ayda miliki, dengan konsentrasi dan semangat tinggi Ayda berusaha menyelesaikan kembali semua tugasnya.Akan tetapi, tiba-tiba Ayda teringat bahwa dirinya belum mengabari sang ayah yang pasti mencemaskannya. Tanpa berpikir lama, Ayda pun mencoba menghubungi Rahman untuk memberitahu kalau dirinya akan pulang telat. Namun, entah kenapa Ayda merasa khawatir karena Rahma tak kunjung menjawab panggilannya.Hingga akhirnya, di percobaan kedua panggilan telepon pun terhubung. “Halo, Ayah dari mana aja sih? Ayda telepon ko lama banget diangkatnya,” keluhnya yang merasa cemas.[“Ayah sedang di jalan kenanga. Tadi ada orang yang menyewa angkot ayah. Ini baru mau pulang, tapi tiba-tiba angkot ayah mogok. Sekarang ayah lagi mau minta bantuan orang di jalan. Kamu sendiri sudah
“Me-menikah?” Ayda mengulang kalimat yang membuat syok pikiranya. Lelaki yang sama kembali datang, dengan perkataan yang mengubah keadaan. “Ini bukan saat yang tepat untuk bercanda, Pak,” imbuhnya sambil bangun dari posisinya.“Saya tidak bercanda. Pikirkanlah keadaan ayah kamu dan jangan membuang waktu hanya untuk menangisi lelaki tidak berguna seperti dia,” ujarnya sambil menunjuk ke arah belakang Ayda.Sosok lelaki yang sudah sangat mengecewakan terlihat jelas, Ayda meremas tangannya dan kembali membalikkan badan ke arah lelaki yang sudah memberikan tawaran dadakan padanya. “Baiklah, saya terima.” Dengan gemetar Ayda meraih uluran tangan yang diberikan.Lelaki yang berdiri tegak dengan tawaran dadakan itu adalah Arya pemilik perusahaan ternama. “Pilihan yang bagus, ikutlah dengan saya,” titahnya dan menatap tajam ke arah Zayn yang berdiri tidak jauh di hadapannya.Dengan penuh keyakinan, Ayda melangkahkan kakinya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menoleh ke arah b
Ayda yang menyadari kehadiran dokter pun langsung bangkit dari duduknya. “I-iya dok, saya anak dari pasien yang berada di dalam.”Dokter yang terlihat berumuran sama dnegan ayah Ayda pun menganggukkan kepala. “Operasi pasien berjalan dengan lancar, tapi sepertinya akan membutuhkan waktu lama untuk pasien bisa sadar. Jadi, Mbak sekarang tidak perlu khawatir. Keputusan Mbak untuk segera melakukan operasi ini sudah benar. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat ayah Mbak segera pulih.”Ayda mengulum senyumnya dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih banyak dokter,” ucapnya sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada.Perasaan yang semua diliputi rasa khawatir pun akhirnya bisa merasa tenang. Ayda terus mengucap syukur dalam hati. Dokter yang sudah menyelesaikan tugasnya pun berlalu pergi.“Sepertinya harus ada satu orang lagi yang harus kamu beri ucapan terima kasih.”Ayda mengalihkan pandangan dan menatap seseorang yang berdiri tidak jauh dari posisinya. Senyuman yang terl
“Ini kamar kamu dan Arya. Nenek sudah menyiapkan segalanya. Kamu bisa mandi dan bersiap untuk malam pertama kalian,” ucap Darma, nenek Arya yang terlihat sangat menyukai Ayda.“Ma-malam pertama?” Ayda tersenyum gugup saat mendengar dua kata yang membuat jantungnya langsung berdegup kencang.Darma pun ikut tersenyum dan memahami kegugupan yang Ayda rasakan. “Jangan khawatir, Arya adalah lelaki yang lembut. Nenek yakin dia pasti akan memperlakukan kamu dengan baik. Selama ini nenek tidak mengira kalau dia bisa mendapatkan istri yang baik seperti kamu. Selama ini dia selalu menghabiskan waktu untuk bekerja dan bekerja,” urainya yang berusaha untuk membuat Ayda merasa nyaman.Memiliki keluarga yang penuh kehangatan memang menjadi impian dari setiap orang. Ayda bersyukur karena nenek Darma bisa memahami dirinya meskipun belum mengenal lama. “Terima kasih Nek. Ayda senang bisa diterima dengan baik di keluarga ini,” sahutnya dengan senyum bahagia.Tanpa berlama-lama, Ayda pun langsung masuk
“Duhh … sakit banget sih ini badan gue,” keluh Ayda saat merasa sakit di seluruh tubuhnya. Alarm yang berbunyi membangunkan Ayda dari tidurnya. Dengan perlahan ia mengerjapkan mata dan merasa kesulitan untuk bergerak. Sampai akhirnya, setelah sepenuhnya sadar Ayda langsung membelalakkan mata ketika melihat Arya yang tidur tepat di hadapannya. “Aaaa!” teriak Ayda sambil mendorong tubuh Arya dengan sangat kencang.Brukkk!Tubuh yang masih belum mendapatkan kesadaran sepenuhnya pun langsung terjatuh ke lantai setelah mendapatkan serangan dadakan. “Aydaaa!” pekik Arya yang merasa sangat terkejut sekaligus sakit pada tubuhnya.Ayda yang merasa bersalah pun langsung bangkit dari posisi tidurnya dan membantu Arya untuk bangun. Akan tetapi, dengan kasar Arya menolaknya.“Kamu itu bisa ngga sih ngga bikin saya kesal sekali aja! Baru juga nikah sehari sama kamu, tapi badan saya udah remuk semua,” keluh Arya sambil memegang pinggangnya.Sedangkan Ayda yang merasa tidak enak pada Arya pun langsun
“Bapak jahat banget sih nyuruh saya minum jamu yang pahit kayak gini. Saya ‘kan harus kerja, Pak. Kalau pas di kantor saya muntah-muntah gimana?” gerutu Ayda yang masih bisa merasakan pahit di lidahnya.Sedangkan Arya yang sudah mendukung keinginan nenek Darma hanya diam dan tertawa saat melihat ekspresi lucu Ayda setelah meminum jamu yang terasa membingungkan. “Memangnya kamu berani nolak nenek? Semalam juga saya minum. Jadi, sekarang gantian dong. Biar adil,” sahutnya tanpa rasa bersalah.Dengan tatapan intens, Ayda menatap Arya. “Dasar suami durhaka!” gumamnya dalam hati yang tak bisa mengatai suami sekaligus bosnya secara langsung.“Kenapa ngeliatin saya kayak gitu? Kamu pasti mengumpat saya dalam hati ‘kan?” cecar Arya yang seakan mengetahui isi hati Ayda.“Ihh nggak, Pak. Curigaan banget sih. Lagi pula kalau mau mengumpat Bapak saya bisa ngelakuinnya secara langsung kali,” elak Ayda sambil mengalihkan wajahnya ke arah jendela mobil.Perjalanan menuju kantor terasa sangat menegan
"Dimana ya gue nyimpen berkas laporannya. Kalau pak Arya nanyain, gimana? Malah gue belum bikin salinannya lagi,” ucap Ayda sambil melihat setumpuk berkas di atas meja kerjanya.Waktu kerja telah selesai, tetapi Ayda masih harus berada di kantor karena tiba-tiba Arya memberikan pekerjaan tambahan untuknya. Setelah mencari berkas penting yang ingin ia berikan ke Arya, Ayda un merasa frustasi karena tak kunjung menemukannya. Ia terlihat sangat lelah dan panik karena takut kena tatapan menakutkan seperti sebelumnya.“Ayda!” panggil Arya yang sudah berdiri tepat di depan meja Ayda.“Iya, Pak,” sahut Ayda yang langsung bangkit dari duduknya dan menatap Arya.“Dimana berkas yang harus saya tanda tangani? Apa kamu sudah mengeceknya?” tanya Arya yang terlihat sangat menyeramkan saat di jam kerja.Dalam kondisi panik, Ayda pun menganggukkan kepala. “Saya sudah mengeceknya, Pak. Sebentar lagi akan saya berikan ke meja Bapak,” jawabnya yang berusaha bersikap tenang.“Tidak perlu. Saya ingin mena
“Kamu dari mana aja sih Ayda?” tanya Arya yang terlihat kesal karena harus menunggu lama di parkiran.Dengan cepat Ayda pun menutup pintu mobil dan mengenakan sabuk pengaman. “Iya maaf, Pak. Tadi saya habis telpon bibi saya dulu,” sahutnya yang menjawab apa adanya.Tanpa mengatakan apa pun lagi, Arya pun langsung melajukan mobilnya. Terlihat jelas ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Hal itu membuat Ayda merasa ragu untuk mengajak Arya datang ke rumah bibinya. Meskipun masih ada harapan Arya akan bersedia, tetapi membayangkan penolakan membuat Ayda mengurungkan niatnya.Dalam perjalanan pulang, Ayda pun hanya diam dan menatap ke arah jendela. Pikirannya bergelut dengan alasan apa yang bisa ia berikan pada sang bibi yang pasti sudah menunggunya datang. Akan tetapi, Ayda sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada Arya.Hingga akhirnya, setibanya di rumah. Ayda pun bergegas turun dari mobil. Niatnya untuk menemui bi Sri pun ia urungkan saat melihat raut w