Share

Pasal Menyebalkan

“Me-menikah?” Ayda mengulang kalimat yang membuat syok pikiranya. Lelaki yang sama kembali datang, dengan perkataan yang mengubah keadaan. “Ini bukan saat yang tepat untuk bercanda, Pak,” imbuhnya sambil bangun dari posisinya.

“Saya tidak bercanda. Pikirkanlah keadaan ayah kamu dan jangan membuang waktu hanya untuk menangisi lelaki tidak berguna seperti dia,” ujarnya sambil menunjuk ke arah belakang Ayda.

Sosok lelaki yang sudah sangat mengecewakan terlihat jelas, Ayda meremas tangannya dan kembali membalikkan badan ke arah lelaki yang sudah memberikan tawaran dadakan padanya. “Baiklah, saya terima.” Dengan gemetar Ayda meraih uluran tangan yang diberikan.

Lelaki yang berdiri tegak dengan tawaran dadakan itu adalah Arya pemilik perusahaan ternama. “Pilihan yang bagus, ikutlah dengan saya,” titahnya dan menatap tajam ke arah Zayn yang berdiri tidak jauh di hadapannya.

Dengan penuh keyakinan, Ayda melangkahkan kakinya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menoleh ke arah belakang. Hubungannya bersama Zayn sudah benar-benar berakhir.

Tidak ada lagi yang bisa ia harapkan. Tangan yang ia genggam pun terus membawanya pergi menjauh dari taman. Setelah beberapa menit berjalan, Ayda pun menghentikan langkahnya di sebuah kafe pinggir jalan.

“Tunggu di sini, saya akan segera kembali,” ucap Arya yang langsung memasuki kafe dan membiarkan Ayda berdiri di luar.

“Dasar lelaki mesum. Dia itu sebenarnya bos atau pengintai sih, kenapa dia bisa tau kalau gue lagi ketemu sama Zayn. Terus tiba-tiba dia datang dan ngajak gue buat nikah. Bodohnya lagi gue terima lagi karena saking kesalnya liat muka Zayn di sana,” gerutu Ayda sambil terus menendang batu yang ada di tepi jalan.

“Jangan memarahi batu itu,” sergah Arya yang sudah keluar dari kafe sambil membawa selembar kertas di tangannya.

Ayda yang menatap aneh ke arah Arya pun langsung diam dan tak banyak bicara. Akan tetapi, keadaan sudah sangat di luar dugaan. Bagaimana pun juga Ayda harus menanyakan perihal kesepakatan yang sudah dibuat saat berada di situasi menegangkan.

“Tanyakan saja! Saya bukan orang kejam yang akan melarang seseorang untuk bicara.” Arya berdiri tegak menghadap Ayda sambil melipat kedua tangan di depan dada.

Hingga akhirnya, Ayda pun memberanikan diri untuk bertanya meskipun kakinya gemetar saat ditatap tajam oleh bosnya. “kenapa tiba-tiba Bapak mengajak saya untuk menikah? Kita bahkan baru kenal … apa bapak masih dendam karena kejadian di lift?” tanya Ayda dengan ragu.

Arya yang terlihat sangat tenang pun tersenyum dan memberikan selembar kertas yang ia bawa pada Ayda. “Bacalah ini dan pahami,” titahnya.

Tanpa ragu Ayda pun meraih kertas itu dan membacanya. Bola mata Ayda pun sontak membulat saat melihat jumlah uang kesepakatan yang ditawarkann. “Li-lima ratus juta?” ucapnya dengan terbata-bata. 

“Iya. Uang itu akan saya berikan kepada kamu sebagai mawar pernikahan. Selain itu, saya juga akan membayar semua biaya pengobatan ayah kamu. Lalu apa yang akan saya dapatkan sebagai imbalan? Apa kamu setuju dengan permintaan saya di surat kesepakatan itu?” tanya Arya untuk memastikan.

Ayda menganggukkan kepala paham dengan kesepakatan yang Arya ajukan. “Pernikahan atas dasar kesepakatan? Saya nggak nyangka kalau itu benar adanya. Bapak datang bak seorang penyelamat dan menawarkan kesepakatan untuk saya. Apa boleh saya tau apa yang sebenarnya Bapak inginkan?”

“Seorang istri,” sahut Arya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Ayda bahkan merasa bingung dengan apa yang ia rasakan. Bahagia atau bersedih saat ada seorang bos yang melamar dirinya dengan cara tak terduga. “Bapak mencintai saya?” Ayda pun kembali bertanya untuk memastikan landasan apa yang membuat bosnya itu memilih dirinya.

Arya yang semula terlihat tenang pun mulai menampilkan ekspresi dinginnya. “Tidak semua pernikahan dilakukan atas dasar cinta. Apa kamu pikir kita hidup di dunia dongeng cinderella? Jangan bodoh. Saya memilih kamu untuk menjadi istri saya karena keadaan yang memaksa saya.”

“Lagi pula kamu seharusnya membaca pasal yang sudah saya jelaskan, bukan hanya melihat angka lima ratus juta yang membuat kamu melupakan segalanya,” sambung Arya dengan ketusnya.

Dalam hati Ayda pun merutuki dirinya sendiri karena mengira bos mesumnya itu menyukai dirinya. Dengan perlahan Ayda membaca pasal demi pasal yang tertulis di selembar kertas.

Pasal 1: Pihak satu (Arya Adhitama) akan memberikan apa pun yang dibutuhkan oleh pihak dua (Ayda Karisma), kecuali perasaan.

Ayda berdecak kesal.

Pasal 2: Pihak satu berhak memutus kontrak sebelum waktu kontrak berakhir.

“Tidak adil,” gumam Ayda dalam hati.

Pasal 3: Pihak dua tidak wajib melayani semua keperluan pihak satu, kecuali saat berada di kantor. Sikap pihak dua harus seperti layaknya seorang sekretaris.

“Hah, terus saya masih berstatus sebagai sekretaris Bapak di kantor?” pekik Ayda sambil menatap Arya yang langsung menganggukkan kepala. “Kalau gini bukan pernikahan namanya, tapi jalan menuju penderitaan,” gumamnya dalam hati.

Pasal 4: Pihak dua harus menyembunyikan perihal pernikahan pada semua orang, kecuali keluarga terdekat. Jika melanggar maka akan dikenakan denda uang sebanyak lima ratus juta.

Ayda meneguk salivanya dalam-dalam. “Apa saya boleh tau alasan Bapak memilih saya sebagai seorang istri secara tiba-tiba?” tanyanya yang merasa janggal.

“Sudah saya bilang ini semua karena keadaan yang memaksa saya. Lagi pula saya sudah mengenal betul kamu perempuan yang seperti apa. Jadi, tidak perlu banyak bertanya dan segera tandatangani berkasnya,” titah Arya yang tidak suka berbasa-basi saat sedang berbicara.

“Baiklah,” sahut Ayda yang langsung lanjut membaca dua pasal terlahir dalam kesepakatanya.

Pasal 5: Pihak dua harus menjaga privasi pihak satu dan harus bersandiwara di depan keluarga bahwa pernikahan ini atas dasar cinta.

Pasal 6: Pihak dua tidak boleh memiliki perasaan pada pihak satu sampai kontrak ini selesai.

“Deal,” ujar Ayda sambil mengulurkan tangannya ke arah Arya.

“Deal.” Dengan senyum penuh kemenangan, Arya langsung menyambut uluran tangan Ayda.

Di depan kafe segalanya pun berubah. Kesepakatan sudah ditandatangani kedua belah pihak tanpa ada unsur pemaksaan.

Ayda terus menatap punggung Arya yang berjalan lebih dulu di depannya. Dalam hati ia terus bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya menjadi alasan Arya memilih Ayda sebagai istri kontraknya. Di antara ribuan wanita di dunia, kenapa harus dirinya? Hanya waktu yang akan menjawab. Hidup Ayda akan berubah, demi sang ayah yang sedang berjuang untuk tetap hidup.

Sesampainya di rumah sakit, Ayda pun hanya diam dan menuruti perintah yang Arya berikan untuknya. Langkahnya bahkan terus mengikuti bayangan Arya yang berhenti di meja resepsionis rumah sakit. Sebuah kartu ATM pun Arya berikan pada perempuan yang mengatur administrasi pasien. Hanya dengan sekali gesekan, satu masalah Ayda pun selesai.

“Semua biaya pengobatan ayah kamu sudah saya bayarkan. Uang lima ratus jutanya akan saya berikan setelah kita menikah besok,” ujar Arya sambil memasukkan kembali kartu ATM-nya ke dalam dompet.

“Be-besok?” Ayda membelalakkan mata tak percaya.

“Saya tidak suka membuang waktu. Operasi akan dilakukan satu jam lagi, setelah kondisi ayah kamu stabil. Besok pagi saya akan menjemput kamu untuk datang ke rumah dan bertemu dengan keluarga saya. Bersiaplah,” ungkapnya dan berlalu pergi meninggalkan Ayda sendiri.

“Ya ampun, bos mesum satu ini kenapa buru-buru banget sih. Apes banget sih gue harus jadi istrinya,” keluh Ayda sambil menghentakkan kakinya dan berjalan menuju ruang operasi ayahnya.

Tubuhnya terasa sangat lelah, tetapi Ayda tidak akan meninggalkan sang ayah. Terlebih Ayda tidak mungkin menyuruh adiknya untuk bergantian berjaga di sini. Hingga akhirnya, Ayda harus menahan rasa lelahnya dan tetap terjaga.

Satu jam sudah berlalu, tetapi lampu di depan ruang operasi masih menyala. Ayda mengembuskan napasnya dan melihat ke arah jam tangan yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam.

“Permisi,” ucap dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status