Ayda yang menyadari kehadiran dokter pun langsung bangkit dari duduknya. “I-iya dok, saya anak dari pasien yang berada di dalam.”
Dokter yang terlihat berumuran sama dnegan ayah Ayda pun menganggukkan kepala. “Operasi pasien berjalan dengan lancar, tapi sepertinya akan membutuhkan waktu lama untuk pasien bisa sadar. Jadi, Mbak sekarang tidak perlu khawatir. Keputusan Mbak untuk segera melakukan operasi ini sudah benar. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat ayah Mbak segera pulih.”
Ayda mengulum senyumnya dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih banyak dokter,” ucapnya sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada.
Perasaan yang semua diliputi rasa khawatir pun akhirnya bisa merasa tenang. Ayda terus mengucap syukur dalam hati. Dokter yang sudah menyelesaikan tugasnya pun berlalu pergi.
“Sepertinya harus ada satu orang lagi yang harus kamu beri ucapan terima kasih.”
Ayda mengalihkan pandangan dan menatap seseorang yang berdiri tidak jauh dari posisinya. Senyuman yang terlihat penuh arti membuat Ayda kembali teringat dengan kesepakatan pernikahan. “Terima kasih, Pak,” urainya dengan terpaksa.
“Bapak? Bukankah saya calon suami kamu?”
Ayda berdecak kesal dan memejamkan matanya. “Lalu?” tanyanya untuk memastikan keinginan dari lelaki yang sangat menyebalkan.
“Bagaimana kalau sayang? Baby? Atau honey?” Arya mulai menggoda Ayda yang terlihat sangat kesal dibuatnya.
“Oh sayang ya? Kayaknya itu terlalu lebay banget deh, Pak. Menurut saya lebih tepat kalau panggilan saya ke Bapak itu … om? Bagaimana?” ledeknya dan langsung pergi meninggalkan Arya dengan langkah setengah berlari.
“Aydaaaa!” pekik Arya dan langsung mengejar Ayda yang sudah berjalan jauh di hadapannya.
***
“Kalau bukan karena uang, lebih baik gue nikah sama duda deh dari pada sama perjaka kayak pak Arya!” umpat Ayda yang terus menggerutu kesal.
Saat ini dirinya harus kembali melakukan hal yang sama sekali tidak ia sukai. Berada di salon bersama pekerja khusus untuk merias wajahnya membuat Ayda merasa seperti boneka.
Sudah hampir satu jam Ayda berada di sana, tapi sesi perawatannya tak kunjung usai. Di pojok ruangan terlihat sosok yang menjadi biang dari segala masalah. Sesekali Ayda melirik ke arahnya dengan tatapan tajam, tapi pandangannya kembali melemah saat ditatap balik oleh Arya.
“Finish,” seru salah satu pegawai salon.
Dengan perlahan Ayda pun bangkit dari duduknya. Kakinya seakan gemetar saat berjalan menggunakan sepatu high heels yang pertama kali ia kenakan. Rambutnya terurai panjang dengan sempurna. Baju dress yang sesuai dengan pilihan Arya membuat Ayda terlihat bak putri cinderella.
“Tidak terlalu buruk. Ayo!” ujar Arya yang terselip kalimat pujian di dalamnya. Pandangannya bahkan sempat terkunci pada penampilan cantik Ayda, tetapi jiwa dinginnya kembali muncul saat Ayda menatap dirinya
“Pak, harus sekarang banget ya?” tanya Ayda yang merasa belum siap untuk bertemu keluarga Arya.
“Sekarang atau ngga untuk selamanya!” jawab Arya dengan sangat ketus.
Sontak Ayda pun berusaha mengikuti langkah Arya yang berjalan lebih dulu darinya. Sepatu tinggi itu membuat Ayda kesulitan untuk berjalan. Namun, ia tidak akan menyerah dan akan melakukan tugas ini dengan penuh perjuangan.
Mobil mewah yang membawa Arya dan Ayda pun melaju meninggalkan salon kecantikan. Dalam perjalanan tidak banyak percakapan di antara mereka yang hanya saling diam. Musik yang diputar pun mengisi keheningan. Ayda memejamkan mata sejenak untuk menjernihkan pikiran.
“Kita sudah sampai,” ucap Arya yang sontak membuat Ayda langsung membuka mata.
“Apa? Secepat ini?” pekik Ayda yang tampak tak percaya.
“Iya. Saya sengaja memilih salon yang berada di dekat rumah karena waktu kita tidak banyak,” ungkapnya dan berlalu keluar mobil tanpa menunggu respon Ayda.
Semua ini terasa berjalan begitu cepat. Dengan sangat terpaksa, Ayda menuruti semua perintah Arya. Kakinya melangkah masuk ke dalam rumah bertingkat tiga yang terlihat sangat mewah. Keberadaan barang-barang mewah dan berharga membuat Ayda merasa sesak. Seakan ada beban yang menghalangi dirinya untuk merasa bahagia.
“Mereka sedang berada di ruang keluarga. Bersiaplah. Saya tidak ingin ada kesalahan, katakan seperti apa yang sudah saya ajarkan. Di sini hanya satu orang yang harus kamu yakinkan.” Arya menjeda kalimatnya dan menatap Ayda. “Nenek saya.”
Ayda menganggukkan kepala dan mencoba tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya. Perjalanan pun dilanjutkan dengan Ayda berjalan di belakang Arya. Akan tetapi, saat selangkah lagi memasuki ruang keluarga. Ayda merasa sangat terkejut saat Arya menarik tangannya dan menggenggamnya dengan sangat erat.
“Jangan lepaskan tangan saya,” titahnya yang langsung dijawab Ayda dengan anggukan kepala.
Suasana ruang keluarga yang dipenuhi bunga terasa sangat hangat. Terlihat beberapa orang sedang mengobrol sambil menikmati kopi. Ayda menundukkan kepala saat merasa sangat gugup. Akan tetapi, untuk kesekian kali Arya kembali mengejutkan Ayda dengan memegang erat pinggangnya.
“Selamat pagi semuanya, Arya datang bersama calon menantu untuk keluarga kita. Namanya … Ayda Karisma.”
Deg!
Jantung Ayda berdegup dengan sangat kencang saat pandangan semua orang langsung tertuju padanya. “Kenapa harus mengatakan itu?” protes Ayda yang terlihat sangat malu.
“Itu yang biasanya saya lakukan saat mengenalkan seseorang,” sahut Arya sambil terus menatap Ayda.
Perempuan paruh baya yang melihat ke arah Arya pun tersenyum bahagia. Perlahan ia bangkit dari duduknya dan berjalan dengan bantuan tongkat. “Cantik. Arya memang selalu pintar dalam memilih pasangan,” ujarnya.
Suasana terasa sangat menegangkan. Arya mulai memperkenalkan satu persatu dari anggota keluarganya. Namun, ada satu orang yang melihat Ayda dengan tatapan tak suka. Perempuan berdarah inggris yang berstatus sebagai ibu Arya bukan tak sekali pun tersenyum ke arah Ayda.
“Permisi Nyonya, persiapan pernikahan sudah dilakukan,” ucap salah satu pelayan pada nenek Arya.
Sontak Ayda pun menjatuhkan secangkir gelas dari tangannya. Arya yang terlihat khawatir pun langsung menyuruh pelayan untuk membersihkannya.
“Kamu baik-baik saja?” tanya Arya untuk memastikan keadaan Ayda yang terlihat sangat tertekan.
“Ti-tidak. Kenapa pernikahannya secepat ini?” Ayda menatap intens ke arah Arya sambil mengepal kuat kedua tangannya.
“Selamat, kamu sudah lulus untuk menjadi menantu dari keluarga Adhitama,” bisik Arya yang terlihat sangat bahagia di atas penderitaan Ayda.
***
Semua persiapan sudah dilakukan. Dengan sekejap mata, kini Ayda telah duduk bersanding dengan lelaki yang sebentar lagi akan berganti status menjadi suaminya. Meskipun tanpa rasa cinta, tetapi Ayda tetap menjalaninya dengan sepenuh hati dan jiwa.
Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan, selebihnya biar Tuhan yang akan mengatur bagaimana nasib Ayda selama lima bulan kedepan.
“Pak Arya suda siap?” tanya pak penghulu sambil mengulurkan tangannya ke arah Arya.
“Siap, Pak,” sahut lelaki yang terlihat sangat tampan dengan menggunakan kemeja putih dan jas hitam.
“Bismillahirrahmanirrahim … saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Arya Adhitama bin Surya Adhitama dengan Ayda Karisma binti Rahman Winawan dengan mas kawin berupa uang senilai lima ratus juta rupiah dibayar tunai.”
Arya memejamkan mata sejenak dan menarik napas panjang. “Saya terima nikah dan kawinnya Ayda Karisma binti Rahman Winawan dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai,” ucapnya dengan satu kali helaan napas.
Kalimat penuh makna telah terdengar. Semua tamu undangan mengucap syukur dan memberikan selamat atas pernikahan Arya dan Ayda yang dilaksanakan secara sederhana. Tidak banyak undangan yang datang. Hanya beberapa keluarga yang menjadi saksi dari ikatan halal Arya dan Ayda.
Suasana haru begitu terasa. Terlebih saat Ayda meminta restu pada keluarga dari pihak Arya. Rasanya benar-benar nyata, Ayda bahkan meneteskan air mata saat nenek Arya memeluk dan mencium keningnya. “Jadilah istri yang baik untuk Arya. Nenek yakin … Arya akan selalu membahagiakan kamu Ayda. Jagalah rumah tangga ini seperti kamu menjaga sebuah kaca. Sekali saja kaca itu jatuh, maka bentuknya tidak akan lagi sama.”
Ayda menganggukkan kepala dan membalas pelukan. “Jadi, ini rasanya menjadi istri di atas kertas,” gumamnya sambil menghapus air mata.
“Ini kamar kamu dan Arya. Nenek sudah menyiapkan segalanya. Kamu bisa mandi dan bersiap untuk malam pertama kalian,” ucap Darma, nenek Arya yang terlihat sangat menyukai Ayda.“Ma-malam pertama?” Ayda tersenyum gugup saat mendengar dua kata yang membuat jantungnya langsung berdegup kencang.Darma pun ikut tersenyum dan memahami kegugupan yang Ayda rasakan. “Jangan khawatir, Arya adalah lelaki yang lembut. Nenek yakin dia pasti akan memperlakukan kamu dengan baik. Selama ini nenek tidak mengira kalau dia bisa mendapatkan istri yang baik seperti kamu. Selama ini dia selalu menghabiskan waktu untuk bekerja dan bekerja,” urainya yang berusaha untuk membuat Ayda merasa nyaman.Memiliki keluarga yang penuh kehangatan memang menjadi impian dari setiap orang. Ayda bersyukur karena nenek Darma bisa memahami dirinya meskipun belum mengenal lama. “Terima kasih Nek. Ayda senang bisa diterima dengan baik di keluarga ini,” sahutnya dengan senyum bahagia.Tanpa berlama-lama, Ayda pun langsung masuk
“Duhh … sakit banget sih ini badan gue,” keluh Ayda saat merasa sakit di seluruh tubuhnya. Alarm yang berbunyi membangunkan Ayda dari tidurnya. Dengan perlahan ia mengerjapkan mata dan merasa kesulitan untuk bergerak. Sampai akhirnya, setelah sepenuhnya sadar Ayda langsung membelalakkan mata ketika melihat Arya yang tidur tepat di hadapannya. “Aaaa!” teriak Ayda sambil mendorong tubuh Arya dengan sangat kencang.Brukkk!Tubuh yang masih belum mendapatkan kesadaran sepenuhnya pun langsung terjatuh ke lantai setelah mendapatkan serangan dadakan. “Aydaaa!” pekik Arya yang merasa sangat terkejut sekaligus sakit pada tubuhnya.Ayda yang merasa bersalah pun langsung bangkit dari posisi tidurnya dan membantu Arya untuk bangun. Akan tetapi, dengan kasar Arya menolaknya.“Kamu itu bisa ngga sih ngga bikin saya kesal sekali aja! Baru juga nikah sehari sama kamu, tapi badan saya udah remuk semua,” keluh Arya sambil memegang pinggangnya.Sedangkan Ayda yang merasa tidak enak pada Arya pun langsun
“Bapak jahat banget sih nyuruh saya minum jamu yang pahit kayak gini. Saya ‘kan harus kerja, Pak. Kalau pas di kantor saya muntah-muntah gimana?” gerutu Ayda yang masih bisa merasakan pahit di lidahnya.Sedangkan Arya yang sudah mendukung keinginan nenek Darma hanya diam dan tertawa saat melihat ekspresi lucu Ayda setelah meminum jamu yang terasa membingungkan. “Memangnya kamu berani nolak nenek? Semalam juga saya minum. Jadi, sekarang gantian dong. Biar adil,” sahutnya tanpa rasa bersalah.Dengan tatapan intens, Ayda menatap Arya. “Dasar suami durhaka!” gumamnya dalam hati yang tak bisa mengatai suami sekaligus bosnya secara langsung.“Kenapa ngeliatin saya kayak gitu? Kamu pasti mengumpat saya dalam hati ‘kan?” cecar Arya yang seakan mengetahui isi hati Ayda.“Ihh nggak, Pak. Curigaan banget sih. Lagi pula kalau mau mengumpat Bapak saya bisa ngelakuinnya secara langsung kali,” elak Ayda sambil mengalihkan wajahnya ke arah jendela mobil.Perjalanan menuju kantor terasa sangat menegan
"Dimana ya gue nyimpen berkas laporannya. Kalau pak Arya nanyain, gimana? Malah gue belum bikin salinannya lagi,” ucap Ayda sambil melihat setumpuk berkas di atas meja kerjanya.Waktu kerja telah selesai, tetapi Ayda masih harus berada di kantor karena tiba-tiba Arya memberikan pekerjaan tambahan untuknya. Setelah mencari berkas penting yang ingin ia berikan ke Arya, Ayda un merasa frustasi karena tak kunjung menemukannya. Ia terlihat sangat lelah dan panik karena takut kena tatapan menakutkan seperti sebelumnya.“Ayda!” panggil Arya yang sudah berdiri tepat di depan meja Ayda.“Iya, Pak,” sahut Ayda yang langsung bangkit dari duduknya dan menatap Arya.“Dimana berkas yang harus saya tanda tangani? Apa kamu sudah mengeceknya?” tanya Arya yang terlihat sangat menyeramkan saat di jam kerja.Dalam kondisi panik, Ayda pun menganggukkan kepala. “Saya sudah mengeceknya, Pak. Sebentar lagi akan saya berikan ke meja Bapak,” jawabnya yang berusaha bersikap tenang.“Tidak perlu. Saya ingin mena
“Kamu dari mana aja sih Ayda?” tanya Arya yang terlihat kesal karena harus menunggu lama di parkiran.Dengan cepat Ayda pun menutup pintu mobil dan mengenakan sabuk pengaman. “Iya maaf, Pak. Tadi saya habis telpon bibi saya dulu,” sahutnya yang menjawab apa adanya.Tanpa mengatakan apa pun lagi, Arya pun langsung melajukan mobilnya. Terlihat jelas ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Hal itu membuat Ayda merasa ragu untuk mengajak Arya datang ke rumah bibinya. Meskipun masih ada harapan Arya akan bersedia, tetapi membayangkan penolakan membuat Ayda mengurungkan niatnya.Dalam perjalanan pulang, Ayda pun hanya diam dan menatap ke arah jendela. Pikirannya bergelut dengan alasan apa yang bisa ia berikan pada sang bibi yang pasti sudah menunggunya datang. Akan tetapi, Ayda sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada Arya.Hingga akhirnya, setibanya di rumah. Ayda pun bergegas turun dari mobil. Niatnya untuk menemui bi Sri pun ia urungkan saat melihat raut w
“Fahri,” ucap Ayda sambil perlahan berjalan mendekati adiknya. Dengan lembut ia mengelus pucuk kepala Fahri dan mengecupnya. “Sudah ya takutnya. Om ini bukan orang jahat ko, kakak juga mengenalnya. Jadi, kamu tidak perlu ketakutan seperti ini ya,” urainya dengan penuh kasih sayang.Arya yang sejak tadi memperhatikan Fahri pun mengernyitkan dahinya. “Apa yang terjadi padanya?” tanyanya sambil menatap Ayda.“Hmm, saya akan jelaskan masalah itu nanti,” balas Ayda sambil memeluk Fahri dan berusaha menenangkannya. Menjadi seorang kakak sekaligus ibu bagi seorang adk bukanlah hal yang mudah. Saat Fahri baru berusia lima tahun, Ayda harus menerima kenyataan pahit kalau kaki kanan Fahri harus diamputasi karena kecelakaan yang dialami.Meskipun berat untuk menerima kenyataan, tetapi Ayda harus terlihat kuat di hadapan malaikat kecil dalam hidupnya. Dengan sepenuh hati Ayda menyayangi Fahri yang membutuhkan perhatian khusus darinya. Terlebih hingga saat ini, Fahri terkadang selalu merasa takut
Rasanya seperti mimpi saat mendengar kalimat indah yang terucap dari mulut Arya. Bahkan sulit rasanya menerima kenyataan bahwa semua ini hanyalah pura-pura. Seharusnya Ayda tidak membawa perasaannya dari permainan yang tak akan bertahan lama. Akan tetapi, dalamnya makna yang Arya katakan membuat Ayda merasa begitu nyata dengan rasa cinta yang ada.“Kamu sangat beruntung mendapatkan suami seperti Arya. Dia terlihat sangat mencintai kamu, Ayda. Dari caranya bicara, bibi bisa melihat ketulusan dari matanya. Bersama Arya, bibi yakin kamu akan merasa bahagia,” ucap Sri yang sedang merapikan meja makan setelah makan malam bersama selesai.Ayda yang sedang mengupas buah mangga pun terenyuh dengan perkataan Sri padanya tentang Arya. Dalam hati ia berharap kebahagiaan yang dikatakan bibinya adalah benar, tetapi nyatanya ia pun mengetahui semua itu hanya sebuah kebohongan. Tanpa mengatakan apa pun, Ayda pu hanya tersenyum saat Sri mengatakan banyak hal padanya tentang ketulusan Arya.Setelah s
Arya POV“Apa seharusnya saya tidak melakukan ini? Kenapa rasanya sangat aneh setelah bertemu dengan keluarganya? Tidak seharusnya saya merasakan hal ini, bahkan pertemuan dengan Velin pun dibatalkan hanya karena tidak tega meninggalkan Fahri sendirian setelah berhasil mendapatkan perhatian darinya,” gumam Arya dalam hati yang merasa bingung dengan apa yang sudah ia lakukan.Dalam perjalanan pulang tidak banyak obrolan yang tercipta. Arya bergulat dengan pikiran sambil sesekali menatap Ayda yang terlihat sangat kelelahan. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Arya meraih ponselnya dari saku jas dan menyalakan data jaringan.Setelah beberapa detik berlalu, muncullah banyak notifikasi dari ponsel Arya yang baru mendapatkan kehidupan setelah dibekukan. Arya memperlambat laju mobilnya dan membuka satu persatu pesan yang masuk.“Pak,” panggil Ayda saat melihat Arya sedang tidak fokus menyetir.“Hmm,” balas Arya dengan gumaman sambil terus melihat ke layar ponsel.Ayda yang takut terja