Ayda POV Perkataan rindu yang terdengar sendu meluluhkan hati Ayda tanpa celah. Amarah yang semula membara dalam hati pun perlahan mencair. Sambil menatap wajah Arya, Ayda mengulum senyuman. “Saya juga rindu, Pak Arya,” balasnya dengan sepenuh hati. Tanpa berlama-lama terbawa suasana, Ayda pun bergegas membantu Arya untuk bangkit dari posisinya. Berada di tengah jalan bukan posisi yang tepat untuk saling mengungkapkan rasa rindu. Dengan berusaha keras, Ayda menahan beban tubuh Arya yang terasa sangat panas. Hingga akhirnya, setelah berhasil membawa Arya ke kamar hotelnya. Ayda pun bergegas membuka sepatu Arya dan menyelimutinya. Dalam situasi seperti ini, Ayda mudah merasa panik dan khawatir dalam waktu bersamaan. Terlebih saat Arya terus mengigau. Ayda terus memantau suhu Arya dan mengambil handuk kecil untuk mengompresnya. “Pak Arya kenapa bisa demam gini sih? Saya khawatir kalau kondisi Bapak kayak gini,” gumam Ayda sambil memegangi handuk kecil yang sudah ia rendam air dingin.
*** Hari ini adalah hari terakhir liburan Arya dan Ayda di Bali. Meskipun begitu, Arya bahkan masih sibuk berkutat dengan pekerjaan yang sudah ia tinggalkan selama dua hari. Sedangkan Ayda yang sudah merasa bosan karena selama setengah hari berada di kamar pun bangkit dari posisi rebahannya.Meski sudah kembali tinggal di kamar yang sama, tetapi tetap saja Arya selalu sibuk dengan pekerjaannya. Dengan terpaksa Ayda pun mengikuti keinginan Arya untuk tetap tinggal di hotel dan tidak pergi kemana-mana. Namun, Ayda tidak bisa membiarkan waktu liburannya berlalu begitu saja.“Sepertinya tempat ini bagus,” gumam Ayda saat melihat salah satu aplikasi sosial media yang memberikan rekomendasi tempat bagus dan indah di Bali.Dengan semangat Ayda pun berlari menghampiri Arya yang sejak pagi fokus duduk dihadapan laptopnya. “Suamiku coba lihat tempat ini,” ucap Ayda yang berusaha membiasakan diri saat memanggil Arya dengan panggilan barunya.Arya yang masih belum bisa menyesuaikan dirinya pun s
“Hmm … setidaknya saya bisa bermain air lagi setelah sekian lama, karena kamu menyerang saya,” balas Arya. Sesekali ia menatap ke arah Ayda. Namun, dengan cepat ia mengalihkan pandangan ketika Ayda melihatnya.“Ngomong-ngomong, kenapa Bapak tidak menghabiskan waktu bersama Mbak Laras?” tanya Ayda yang merasa penasaran.Setelah mendengar nama Laras. Arya pun menghela napasnya dan menatap ke arah langit. “Saya sudah memutuskan hubungan dengannya,” jawab Arya tanpa sedikit pun terlihat beban di wajahnya.Berbeda dengan Ayda yang merasa terkejut saat mendengar penjelasan Arya. “Bapak serius?”Arya menganggukkan kepala dan menatap Ayda. “Dia bukan wanita yang baik untuk saya. Dengan mudahnya dia bersama lelaki lain di saat saya sudah memberikan kesempatan kedua,” tutur Arya. ‘Meski ragu Ayda pun memberanikan diri untuk menyentuh pundak Arya. “Jangan sedih ya, Pak. Saya yakin, Pak Arya bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dari Mbak Laras,” ucap Ayda yang berusaha menyemangati Arya.Situ
Alunan musik berputar. Sama halnya dengan keempat roda mobil yang berputar membelah jalan. Hari ini libur telah usai. Arya dan Ayda kembali ke rumah dengan banyak kenangan dalam hati mereka. Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan tak ada kata selain bahagia. Meskipun lelah, tetapi tawa masih terdengar jelas dalam ingatan Arya dan Ayda.Sesampainya di rumah, Arya dan Ayda pun bergegas turun. Pak supir yang setia mengantar dari bandara pun membantu Arya mengeluarkan koper. Sedangkan Ayda lebih dulu berjalan menghampiri Darma yang sudah menunggu di depan rumah.“Welcome, nenek senang kalian tiba dengan selamat” seru Darma sambil merentangkan kedua tangannya.Melihat ekspresi bahagia nenek Arya, Ayda pun menyambut pelukan hangatnya. “Apa kabar Nenek?” tanyanya memastikan keadaan.“Nenek baik sayang, kalian bagaimana? Liburannya menyenangkan?” Darma balik bertanya.Arya yang sudah membawa dua koper di tangannya pun berjalan menghampiri darma dan Ayda. “Tidak terlalu buruk,” jawab Ar
***“Fokus Ayda, jangan melakukan hal memalukan seperti kemarin,” ucap Ayda dalam hati sambil merias diri.Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Setelah Arya selesai bersiap kini berganti Ayda yang tidak ingin berlama-lama berada di dekat Arya. Meski ia yakin Arya sudah melupakannya, tetapi tetap saja. Ayda merasa malu bila menatap mata Arya yang seakan membuatnya teringat dengan sikap bodohnya.Setelah selesai bersiap, Ayda pun bergegas menuju meja makan untuk sarapan bersama. Seperti biasanya Darma selalu bersemangat saat menyapa Arya dan Ayda. Bahkan saat melihat Ayda hendak duduk, ia pun langsung menyuruh Arya untuk memundurkan kursi untuk Ayda..“Kamu itu harus peka kalau jadi suami,” tutur Darna sambil menepuk pundak Arya yang langsung membantu Ayda untuk duduk.“Tidak apa-apa ko Nek, Ayda bisa sendiri,” ucap Ayda yang merasa tidak enak. Sambil mengambil piring dan sendok.“Iya, Bu. Lagi pula Ayda itu bukan anak kecil lagi. Dia bisa menjaga dirinya sendiri dan tidak p
***Dengan langkah cepat Ayda berjalan menuju ruang kerjanya. Sudah hampir lima belas menit, Ayda telat datang tanpa kabar. Dapat dipastikan Arya pasti akan marah dan membuat masalah tak terduga. Sesampainya di depan pintu ruangan Arya, Ayda lebih dulu mengatur napas dan merapikan pakaiannya.“Semoga Pak Arya moodnya lagi bagus,” lirih Ayda sambil perlahan mengetuk pintu dan segera masuk setelah mendapatkan izin.Sosok yang tak asing terlihat sibuk berkutat dengan laptopnya. Ayda pun berjalan mendekat untuk menanyakan sesuatu yang mungkin diperlukan. “Pak Arya,” panggilnya dengan sangat pelan.“Kenapa datang terlambat?” cecar Arya dengan suara yang terdengar menggema ke seluruh ruangan.Rasa bersalah pun semakin membuat Ayda duduk saat hendak menjawab pertanyaan Arya. Ia bahkan tidak berani menatap wajah Arya yang saat ini sudah mode dingin dan menakutkan. “Tadi ada kendala di jalan, Pak. Ojek yang saya pesan tiba-tiba mogok di jalan,” jelasnya.“Baru saya tinggal sehari kamu sudah be
“Pak Arya cemburu ya?” Ayda balik mengajukan pertanyaan yang menyudutkan Arya.Sontak lelaki dihadapannya pun mengernyitkan dahi dan melipat kedua tangannya di depan dada. “Saya tidak punya waktu untuk cemburu. Lagian kamu saya tanya ko malah nanya balik. Memangnya siapa sih orang yang bikin kamu bahagia sampai terus memujinya?” Arya mencoba berusaha bersikap tenang.“Baiklah. Saya lega karena pak Arya tidak cemburu. Seseorang yang menggemaskan itu adalah … Bayu. Dia sangat baik, lucu, menggemaskan, dan seru. Meskipun baru pertama kali bertemu dengannya, tapi saya yakin dia orang yang baik,” urai Ayda yang terus memuji Bayu.“Kamu jangan menilai orang hanya dari wajahnya. Setiap orang memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing,” timpal Arya dan langsung berlalu masuk ke ruangan kerjanya.Sedangkan Ayda yang masih tidak paham dengan maksud dari perkataan Arya pun tak ingin menghiraukannya. Ia lebih memilih untuk mulai bekerja sambil mendengarkan lagu kesukaannya. Bagi Ayda mende
Mustahil rasanya Ayda melupakan kejadian memalukan saat pertama kali ia datang. Terlebih saat ini terdapat saksi yang melihat tragedi ini dan salah paham dengan apa yang terjadi. Ingin rasanya Ayda mengatakan bahwa dirinya bukan seperti apa yang Dara kira.Akan tetapi, rasanya itu akan sia-sia di saat rasa benci sudah memenuhi hati seseorang. Dengan tenang Ayda pun menganggukkan kepala pasrah. “Saya tidak akan pernah melupakan kejadian itu, tapi semua ini tidak seperti yang Anda kira. Saya bukan menggoda atasan saya, tapi situasi yang membuat saya terpaksa melakukan hal tak terduga,” jelas Ayda.Dara yang masih berdiri dengan tatapan tajampun kembali tertawa sumbang. “Jangan bohong ya kamu,” cecarnya sambil mendorong pundak Ayda.Bayu yang tersulut emosi melihat sikap Dara pun hendak maju untuk membela Ayda. Akan tetapi, lagi-lagi Ayda menahan Bayu agar tidak melakukan apa-apa. Bagi Ayda hal terpenting saat ini adalah segera pergi dari sana.“Kenapa hah? Kamu takut semua orang di sini