Kalau Bara selalu mendukungku untuk merebut Ellie dari Ryan, Lily adalah kebalikannya. Dia selalu berceloteh kalau aku dan Ellie lebih baik pisah saja daripada menjalani hubungan tidak jelas seperti ini. Jadi begitu ada kesempatan seperti ini, Lily dengan semangatnya mengirimiku foto-foto dari beberapa temannya yang dia bilang sedang ada di Bali saat ini.
“Pick one and I’ll give you her number.” Begitulah kata Lily tadi di akhir chat-nya padaku. Kulihat-lihat dia mengirim foto dari tiga orang wanita, yang ketiganya terlihat cantik dan seksi. Kuteliti satu-satu dan kucari yang paling mirip dengan Ellie. Walaupun tidak ada, tapi yang paling sesuai seleraku adalah yang bernama Jessica, si rambut panjang dengan ujung bergelombang tipikal cewek salon.
Jadilah aku menunggu Jessica ini di salah satu beach club tempat kami janjian tadi. Sebenarnya kalau mau cari pacar itu gampang, contohnya seperti ini, tinggal minta Lily untuk promosikan aku di hadapan teman-temannya. Aku sebenarnya tidak tahu apa yang Lily bicarakan tentang aku, tapi aku cukup percaya diri kalau aku masih masuk kategori ‘menarik’ sebagai lelaki. Hanya saja, aku sudah terlanjur jatuh cinta terlalu dalam pada Elliane. Dan aku masih selalu berharap hubungannya dengan Ryan akan berakhir, entah itu karena aku ataupun karena hal lain.
“Hai, ini Gamma?” sapa seseorang padaku. Aku pun menengok ke belakang. Berdiri lah di sana, di antara kebisingan suara musik, seorang wanita yang kutahu pasti dia yang bernama Jessica. Jujur, dia jauh lebih menarik daripada foto yang dikirim oleh Lily tadi. Dia tinggi, sekitar 175cm dan berisi pada lokasi yang tepat. Rambutnya hitam panjang sepunggung dengan ujung bergelombang. Dia mengenakan atasan sabrina yang memperlihatkan betapa seksi leher sampai pundaknya, dipadukan dengan hot pants yang juga menunjukkan kaki jenjangnya. Wajahnya tentu cantik, tipikal cewek high maintenance yang pasti rajin merawat diri,
“Jessica?” balasku sambil menghampirinya. “Halo…”
Wangi parfumnya ternyata serupa dengan parfum Ellie. Kuajak dia untuk duduk bersamaku sambil kutuangkan minuman di gelasnya yang sebelumnya memang sudah sudah kusiapkan.
“Lo temen sekantornya Lily?” tanya Jessica memulai pembicaraan.
“Iyap.” Jawabku. “Lo udah lama kenal Lily?”
“Lumayan. Kita mulai temenan dulu dari pas masih kuliah.”
Dan percakapan itu berjalan biasa saja, selayaknya orang yang baru berkenalan.
Dulu, sebelum ada Ellie dalam hidupku, memang kuakui kalau aku cukup ‘liar’ untuk urusan wanita. Dulu, aku nyaris tak pernah menjadi bucin untuk seorang wanita. Dulu, aku pernah membuat beberapa wanita menangis karena merasa ‘dimanfaatkan’ lalu kutinggalkan. Tapi kini, aku merasa harus menjadi pria yang ‘baik’ untuk wanita yang serius kucintai. Walaupun aku tahu kalau hubungan ini tidak akan berhasil nantinya.
Sekitar tiga jam aku dan Jessica ngobrol ngalor ngidul, mulai dari membicarakan Lily dan aib-aibnya, membicarakan pekerjaan yang ternyata Jessica adalah seorang influencer sosial media dengan pengikut hampir 100.000 akun, atau membicarakan masalah percintaan kami yang sama-sama sedang tidak mulus.
Setelah tiga jam itu, dengan Jessica yang mulai oleng karena terlalu banyak minum, kami berpindah tempat ke villa tempatnya menginap. Sebagai lelaki, aku sudah tahu akan ke arah mana ‘kegiatan’ kami selanjutnya.
“Gam, lo tau ga?” celoteh Jessica di antara kemabukannya. “Gue udah hampir setahun jomblo.”
“Iya gue tau, lo kan udah bilang tadi.”
Kami baru sampai di villa tempat Jessica menginap. Kami kesini tadi menggunakan taksi, dan selama dalam perjalanan Jessica setengah tertidur sambil memelukku. Aku cukup kuat menghadapi alkohol, jadi untuk malam ini aku masih sadar.
“Padahal kan gue cantik ya, Gam?” celotehnya lagi. Kubantu melepaskan sepatu dan tas yang dipakainya. Lalu kami duduk bersebelahan di sofa besar ruang tamu villa ini.
“Iya, lo cantik. Lo seksi.” Jawabku mencoba menimpali.
“Terus kenapa gue jomblo terus??” dia mulai merajuk.
“Lo kebanyakan milih-milih sih.”
Jessica merebahkan kepalanya di atas pangkuanku. Oke, kalau begini mungkin tak bisa kutahan. “Jess, bangun…” pintaku sambil mencoba mengangkat tubuhnya dan mendudukannya lagi. Dia malah lantas memelukku seperti yang dia lakukan di taksi tadi.
“Sebentar ya, Gam…” pintanya dan semakin erat memelukku. “Gue pernah punya pacar, gue cinta banget sama dia, tapi dia ninggalin gue, sampai hari ini gue ngga bisa lupain dia…”
“Aduh, lo udah diselingkuhin masih ngga bisa lupain. Pantesan lo jomblo.”
“Bukan selingkuh, Gamma…” entah kenapa Jessica terdengar seperti ingin menangis. Kisah cintanya yang ini belum sempat dia ceritakan saat masih sadar tadi.
“Terus kenapa lo ditinggalin kalau bukan selingkuh?”
“Dia meninggal, Gamma…”
Oh, oke kali ini ternyata kisahnya cukup sensitif. Aku berusaha membuatnya lebih rileks dengan mengelus-elus punggungnya, walaupun sebenarnya aku juga tak bisa rileks karena dipepet seperti ini olehnya.
“Sorry ya, sorry… Gue ngga tau…”
“Dia meninggal gara-gara gue…”
Ini sungguh di luar ekspektasiku, karena tidak terpikirkan kalau Jessica malah akan menceritakan kisah sedihnya.
“Waktu itu gue lagi marah sama dia, gue suruh dia datengin gue, kalau ga datengin gue bakal gue putusin, tapi pas di jalan dia malah kecelakaan…”
Aku dapat merasakan hangat dari air matanya yang menetes di dadaku dan membasahi pakaianku. Yang langsung kupikirkan mungkin Jessica trauma untuk memulai hubungan serius lagi. Tapi dalam kondisi seperti ini, aku tak bisa berkata-kata, hanya bisa mengelus-elus punggungnya saja.
“Gue nyesel, nyesel banget…”
“I know…” hanya itu yang bisa kuucapkan namun kali ini kuberanikan tanganku untuk mengelus rambutnya.
Jessica lantas mendongakkan kepalanya, dan menatapku. Wajahnya merah dan pipinya basah. Tentu tetap cantik, malah semakin seksi bagiku dan membuatku semakin tidak bisa rileks. “Apa gue bisa bahagia kayak dulu lagi?”
Aku tak bisa menahan diri lagi, kuraih wajahnya dan kukecup bibirnya. “Bisa, kalau lo ketemu orang yang tepat…”
Ah, sialan Gamma. Jangan bertingkah sok pahlawan baginya.
Jessica membalas dengan memberikan kecupan juga di bibirku, dan kali ini sudah benar-benar tak bisa kutahan karena kini aku sedang melumat bibirnya.
Terdengar ketukan di pintu kamarku. Ketukan yang terdengar buru-buru, yang kutahu siapa yang sudah pasti mengetuk dengan cara seperti itu. Pasti Elliane. “Kenapa sih, Ell?” ujarku begitu kubukakan pintu. Dan benar, itu Ellie yang terlihat marah dan dia langsung menghambur masuk ke kamarku. “Kenapa sih, Ell?” ulangku lagi sambil menariknya dan berusaha mengajaknya untuk duduk di atas tempat tidur. Tapi dia menolak. Dia buru-buru mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan menunjukkan sesuatu padaku. “INI APA? INI KENAPA BISA KAYAK GINI?” serunya dengan semakin marah dan menunjukkan isi ponselnya padaku. Yang Ellie tunjukkan adalah tangkapan layar dari akun sosial media yang pasti milik Jessica, menampilkan foto kami berdua yang terlihat begitu dekat dan sungguh mengesankan orang pengar yang baru saja bangun tidur. “Kamu dapat foto ini darimana?” balasku balik bertanya, dan jujur rasanya panik seperti orang yang ketahuan selingku
Sudah satu minggu berlalu sejak huru-hara di Bali itu, dan kini kehidupanku sudah berjalan normal kembali. Sempat ada satu drama lagi saat kami siap untuk pulang ke Jakarta, namun saat itu posisinya Ryan masih dua hari lagi di Bali. Jadilah Ellie mengajukan cuti dadakan karena masih ingin bersama dengan Ryan. Sebenarnya aku ingin melarangnya, tapi aku tak ingin membuatnya mengungkit perihal Jessica lagi karena itulah senjatanya sekarang. Dan di Jumat pagi yang agak mendung ini, aku sedang menunggu Ellie di basement parkiran tower apartemennya. Aku sudah beberapa kali meminta Ellie untuk pindah saja supaya dekat denganku, tapi dia bilang tidak bisa karena apartemen yang dia tempati sekarang itu milik Ryan dan akan jadi pertanyaan besar kenapa malah pindah padahal sudah difasilitasi. Lokasi kantor kami ada di antara apartemenku dan apartemen Ellie, jadi setiap hari aku harus berangkat jauh lebih awal agar bisa menjemputnya dulu. Dia tidak bisa menyetir, dan
Bara dan Lily pulang dari tempatku sekitar pukul sebelas malam, dan itu pun harus kuusir dulu karena aku ingin berduaan saja dengan Ellie. Ellie sendiri baru datang sekitar pukul sembilan dan langsung menyerbu kami dengan keluh kesah dan kelelahannya menjaga cucu balita Mr. Ishikawa yang sedang aktif dan ceriwis. Kini keadaan sudah tenang, aku dan Ellie sudah dalam posisi siap cuddling di atas kasur. Posisi Ellie memunggungiku, dia mengenakkan lingerie hitam yang cukup transparan dan menunjukkan bagian punggung yang terbuka. Putih, mulus, dan seksi tentunya. Kucium bagian tengkuknya dan dia merespon dengan kegelian. Aromanya menenangkan sekali. Obsesiku ingin sekali bisa merasakan hal ini setiap malam dan setiap bangun tidur, seumur hidupku. “Capek banget ya hari ini?” tanyaku sambil memeluknya dari belakang. Kuciumi aroma segar rambutnya yang baru saja keramas. “Mau aku pijitin?” Ellie berbalik ke posisi telentang. “Ngga usah,
Jadi semalam itu Ellie tetap ngotot ingin pulang dan tak ingin diantar olehku. Karena aku juga tak mungkin membiarkannya pulang sendirian tengah malam, mau tak mau aku meminta tolong Lily untuk menjemput Ellie dan mengantarkannya pulang. Sebenarnya pertikaian semalam benar-benar ingin kurahasiakan dari Lily ataupun Bara, tapi yang namanya Lily itu sudah sepaket dengan Bara. Tentu Lily datang berdua dengan Bara dan langsung menanyai kami macam-macam. Lalu hari ini, Ellie tak masuk kerja dengan alasan sakit padahal kata Lily sebenarnya dia masih tak mau bertemu denganku. Jadi sejak Jumat malam itu sampai Senin malam ini, Ellie sama sekali tidak menghubungiku. Aku beberapa kali meneleponnya dan mengiriminya pesan, tapi tetap diabaikan olehnya. “Lil, ajakin Ellie kesini dong!” pintaku pada Lily. Aku, Bara dan Lily, seperti biasa kami bertiga nongkrong di kafe dekat kantor karena percuma kalau langsung pulang jam di jam sekarang ini, jalanan Jaka
Kuhentikan laju mobil sesaat setelah Jessica meminta untuk berhenti. Tampak sebuah rumah kos-kosan yang tidak terlalu besar. Apakah Jessica tinggal di kosan ini? “Ngga usah heran.” Ucap Jessica seolah tahu apa yang sedang kupikirkan. “Gue memang tinggal di sini kok.” “Sorry, bukan gitu…” aku jadi merasa tidak enakan. Saat ini sudah hampir pukul sebelas malam, dan aku disuruh Lily untuk mengantarkan Jessica pulang. Sebenarnya aku menghindari hal-hal seperti ini, seperti hanya berduaan dengannya tapi aku juga tidak bisa membiarkan dia pulang sendirian. “Kehidupan nyata ngga seindah sosial media, Gam…” Aku sudah ingin mematikan mesin mobil, tapi Jessica masih terlihat duduk dengan nyaman dan seperti belum ada niatan untuk turun. “Gimana rasanya jadi terkenal, Jess?” tanyaku, yang memang penasaran. Bagaimana rasanya punya pengikut hampir 100.000 orang? Bagaimana rasanya menghadapi banyak komentar dari oran
Kami benar-benar check in di hotel. Dan aku baru merasa menyesal sekarang. Kenapa aku melakukan hal ini lagi, dan mengkhianati Ellie lagi. Ah tapi aku begini kan karena Ellie juga cuek padaku berhari-hari. Ah itu hanya pembenaran. Ah memang akunya saja yang brengsek. Berbagai pemikiran muncul di kepalaku. Tak mungkin kan kalau aku dan Jessica hanya ngobrol berduaan di kamar sampai besok? Sekarang aku sedang di parkiran mobil, mengambil baju yang ada di bagasi, sedangkan Jessica sudah di kamar dan katanya mau mandi. Baju-baju yang kuambil ini adalah bajunya Ellie yang memang dia siapkan di dalam mobilku, niatnya mau dia simpan di lemariku, tapi karena kemarin dia keburu marah jadi baju-baju ini masih ada dalam bagasi. Aku rindu Ellie. Aku ingin mendengar suaranya. Sekali lagi aku mencoba meneleponnya, dan kalau dia mau angkat teleponku kali ini, saat ini juga aku akan kabur dari Jessica dan akan langsung mendatangi Ellie. Setelah tiga kali pang
Aku terbangun dan kudapati Jessica masih terlelap di sampingku. Saat ini ternyata sudah hampir pukul sebelas siang. Kuperiksa ponselku dan tetap nihil, tak ada kabar dari Ellie. Yang ada malah Lily dan Bara yang berisik menanyai di mana aku, kenapa aku tiba-tiba cuti, apakah aku memang sedang bersama Jessica. “Emm… Gammmaaa…” kutengok, dan Jessica menggeliat lalu membuka matanya. “Jam berapa sekarang?” “Jam sebelas.” “Waaah lumayan lama juga ya tidurnya…” Semalam, atau tepatnya tadi pagi, Jessica tidur pukul empat sedangkan aku sejam kemudian karena aku mengirim email dulu untuk menginfokan bahwa aku cuti dan mengecek beberapa kerjaan yang untungnya bisa kukerjakan secara mobile. Jessica lantas bangun dan beranjak menuju meja untuk mengambil minum. Aduh kenapa penampilan saat bangun tidurnya ini membuatku nyaris tegang lagi, dengan rambut berantakan, wajah polos tanpa make up dan lingerie Ellie yang me
Karena bosan di kamar terus, hari ini aku dan Jessica memutuskan untuk jalan-jalan keluar walaupun tanpa tujuan. Untuk sementara, Jessica menggunakan bajuku, daripada dia pakai baju Ellie yang terlihat sangat ketat di tubuhnya. Seharian kami hanya keluar masuk kafe dan tempat makan, jadi intinya kami hanya makan dan minum kopi di beberapa tempat berbeda. Aku ingin menjalin hubungan pertemanan yang benar dengannya, maksudku seperti aku berteman dengan Lily atau teman-teman wanita yang lain, bukan sekadar ‘teman sesaat di atas ranjang saja’. “Gam, kapan balik ke Jakarta?” tanya Jessica sambil menikmati es kopinya, itu sudah gelas ketiga untuk es kopi, dan dia juga meminum beberapa jenis kopi panas saat di kafe-kafe yang kami kunjungi tadi. Katanya sih dia bukan orang yang akan sulit tidur karena minum kopi. Aku iseng mengancamnya kalau nanti malam dia tak bisa tidur, maka aku akan ‘menikmatinya’ semalaman. “Lusa.” Jawabku sambil tetap memperhati