Share

4: Jessica

Kalau Bara selalu mendukungku untuk merebut Ellie dari Ryan, Lily adalah kebalikannya. Dia selalu berceloteh kalau aku dan Ellie lebih baik pisah saja daripada menjalani hubungan tidak jelas seperti ini. Jadi begitu ada kesempatan seperti ini, Lily dengan semangatnya mengirimiku foto-foto dari beberapa temannya yang dia bilang sedang ada di Bali saat ini.

              “Pick one and I’ll give you her number.” Begitulah kata Lily tadi di akhir chat-nya padaku. Kulihat-lihat dia mengirim foto dari tiga orang wanita, yang ketiganya terlihat cantik dan seksi. Kuteliti satu-satu dan kucari yang paling mirip dengan Ellie. Walaupun tidak ada, tapi yang paling sesuai seleraku adalah yang bernama Jessica, si rambut panjang dengan ujung bergelombang tipikal cewek salon.

              Jadilah aku menunggu Jessica ini di salah satu beach club tempat kami janjian tadi. Sebenarnya kalau mau cari pacar itu gampang, contohnya seperti ini, tinggal minta Lily untuk promosikan aku di hadapan teman-temannya. Aku sebenarnya tidak tahu apa yang Lily bicarakan tentang aku, tapi aku cukup percaya diri kalau aku masih masuk kategori ‘menarik’ sebagai lelaki. Hanya saja, aku sudah terlanjur jatuh cinta terlalu dalam pada Elliane. Dan aku masih selalu berharap hubungannya dengan Ryan akan berakhir, entah itu karena aku ataupun karena hal lain.

              “Hai, ini Gamma?” sapa seseorang padaku. Aku pun menengok ke belakang. Berdiri lah di sana, di antara kebisingan suara musik, seorang wanita yang kutahu pasti dia yang bernama Jessica. Jujur, dia jauh lebih menarik daripada foto yang dikirim oleh Lily tadi.  Dia tinggi, sekitar 175cm dan berisi pada lokasi yang tepat. Rambutnya hitam panjang sepunggung dengan ujung bergelombang. Dia mengenakan atasan sabrina yang memperlihatkan betapa seksi leher sampai pundaknya, dipadukan dengan hot pants yang juga menunjukkan kaki jenjangnya. Wajahnya tentu cantik, tipikal cewek high maintenance yang pasti rajin merawat diri,

              “Jessica?” balasku sambil menghampirinya. “Halo…”

              Wangi parfumnya ternyata serupa dengan parfum Ellie. Kuajak dia untuk duduk bersamaku sambil kutuangkan minuman di gelasnya yang sebelumnya memang sudah sudah kusiapkan.

              “Lo temen sekantornya Lily?” tanya Jessica memulai pembicaraan.

              “Iyap.” Jawabku. “Lo udah lama kenal Lily?”

              “Lumayan. Kita mulai temenan dulu dari pas masih kuliah.”

              Dan percakapan itu berjalan biasa saja, selayaknya orang yang baru berkenalan.

              Dulu, sebelum ada Ellie dalam hidupku, memang kuakui kalau aku cukup ‘liar’ untuk urusan wanita. Dulu, aku nyaris tak pernah menjadi bucin untuk seorang wanita. Dulu, aku pernah membuat beberapa wanita menangis karena merasa ‘dimanfaatkan’ lalu kutinggalkan. Tapi kini, aku merasa harus menjadi pria yang ‘baik’ untuk wanita yang serius kucintai. Walaupun aku tahu kalau hubungan ini tidak akan berhasil nantinya.

              Sekitar tiga jam aku dan Jessica ngobrol ngalor ngidul, mulai dari membicarakan Lily dan aib-aibnya, membicarakan pekerjaan yang ternyata Jessica adalah seorang influencer sosial media dengan pengikut hampir 100.000 akun, atau membicarakan masalah percintaan kami yang sama-sama sedang tidak mulus.

              Setelah tiga jam itu, dengan Jessica yang mulai oleng karena terlalu banyak minum, kami berpindah tempat ke villa tempatnya menginap. Sebagai lelaki, aku sudah tahu akan ke arah mana ‘kegiatan’ kami selanjutnya.

              “Gam, lo tau ga?” celoteh Jessica di antara kemabukannya. “Gue udah hampir setahun jomblo.”

              “Iya gue tau, lo kan udah bilang tadi.”

              Kami baru sampai di villa tempat Jessica menginap. Kami kesini tadi menggunakan taksi, dan selama dalam perjalanan Jessica setengah tertidur sambil memelukku. Aku cukup kuat menghadapi alkohol, jadi untuk malam ini aku masih sadar.

              “Padahal kan gue cantik ya, Gam?” celotehnya lagi. Kubantu melepaskan sepatu dan tas yang dipakainya. Lalu kami duduk bersebelahan di sofa besar ruang tamu villa ini.

              “Iya, lo cantik. Lo seksi.” Jawabku mencoba menimpali.

              “Terus kenapa gue jomblo terus??” dia mulai merajuk.

              “Lo kebanyakan milih-milih sih.”

              Jessica merebahkan kepalanya di atas pangkuanku. Oke, kalau begini mungkin tak bisa kutahan. “Jess, bangun…” pintaku sambil mencoba mengangkat tubuhnya dan mendudukannya lagi. Dia malah lantas memelukku seperti yang dia lakukan di taksi tadi.

              “Sebentar ya, Gam…” pintanya dan semakin erat memelukku. “Gue pernah punya pacar, gue cinta banget sama dia, tapi dia ninggalin gue, sampai hari ini gue ngga bisa lupain dia…”

              “Aduh, lo udah diselingkuhin masih ngga bisa lupain. Pantesan lo jomblo.”

              “Bukan selingkuh, Gamma…” entah kenapa Jessica terdengar seperti ingin menangis. Kisah cintanya yang ini belum sempat dia ceritakan saat masih sadar tadi.

              “Terus kenapa lo ditinggalin kalau bukan selingkuh?”

              “Dia meninggal, Gamma…”

              Oh, oke kali ini ternyata kisahnya cukup sensitif. Aku berusaha membuatnya lebih rileks dengan mengelus-elus punggungnya, walaupun sebenarnya aku juga tak bisa rileks karena dipepet seperti ini olehnya.

              “Sorry ya, sorry… Gue ngga tau…”

              “Dia meninggal gara-gara gue…”

              Ini sungguh di luar ekspektasiku, karena tidak terpikirkan kalau Jessica malah akan menceritakan kisah sedihnya.

              “Waktu itu gue lagi marah sama dia, gue suruh dia datengin gue, kalau ga datengin gue bakal gue putusin, tapi pas di jalan dia malah kecelakaan…”

              Aku dapat merasakan hangat dari air matanya yang menetes di dadaku dan membasahi pakaianku. Yang langsung kupikirkan mungkin Jessica trauma untuk memulai hubungan serius lagi. Tapi dalam kondisi seperti ini, aku tak bisa berkata-kata, hanya bisa mengelus-elus punggungnya saja.

              “Gue nyesel, nyesel banget…”

              “I know…” hanya itu yang bisa kuucapkan namun kali ini kuberanikan tanganku untuk mengelus rambutnya.

              Jessica lantas mendongakkan kepalanya, dan menatapku. Wajahnya merah dan pipinya basah. Tentu tetap cantik, malah semakin seksi bagiku dan membuatku semakin tidak bisa rileks. “Apa gue bisa bahagia kayak dulu lagi?”

              Aku tak bisa menahan diri lagi, kuraih wajahnya dan kukecup bibirnya. “Bisa, kalau lo ketemu orang yang tepat…”

              Ah, sialan Gamma. Jangan bertingkah sok pahlawan baginya.

              Jessica membalas dengan memberikan kecupan juga di bibirku, dan kali ini sudah benar-benar tak bisa kutahan karena kini aku sedang melumat bibirnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status