Share

Cinta Kadar 20%
Cinta Kadar 20%
Penulis: Renita Sylvia

Stiletto Terkutuk

Tak ada dongeng di dunia nyata.

Terlebih dongeng tentang penyihir dan seorang ksatria. Mereka tidak akan pernah bahagia. Sebab dongeng indah hanya untuk pangeran dan putri raja.

Atas permintaan Jonathan acara pernikahan itu pun digelar secara sederhana. Pemberkatan yang digelar di salah satu gereja di Surabaya Barat hanya dihadiri oleh keluarga. Di salah satu gereja elit dengan bangunan bernuansa putih dan berlantai marmer, lukisan-lukisan kisah kristus di langit-langitnya serta deretan tempat duduk jemaat yang dihiasi pita-pita cantik, juga bunga-bunga segar; camelia, mawar, ponny hingga krisan itu Eleanor dan Jonathan berdiri berdampingan menghadap sang pastor untuk mengucapkan janji pernikahan. Eleanor dengan gaun brokat satin putih berlengan panjang dengan potongan dada rendah serta tundung transparan yang menutupi wajahnya terlihat tenang dan anggun saat mengucapkan janji pernikahan dengan bimbingan sang pastor. Sementara Jonathan dengan setelan tuxendo hitam dan sarung tangan putih tampak memandang lurus ke depan seolah memikirkan sesuatu.

Di barisan depan kursi jemaat duduk Liem Hok dengan wajah masamnya lalu ayah Eleanor dengan pandangan mata berkaca-kaca, beberapa kali dia pun tampak melepas kacamatanya dan mengelapnya sejenak. Tepat di sampingnya duduk pula Margaret Lauren dan kemudian berturut-turut sesuai urutan, Roger dan istrinya, Anastasia dengan suami dan putrinya serta Jessica yang tampak mengabadikan momen tersebut dengan kameranya meskipun sempat dilarang. Barulah di barisan kursi belakang mereka tampak Rere yang beberapa kali mengelap air matanya. William yang baru datang pun langsung mengambil tempat duduk di samping Rere. Tak lupa dia juga mengulurkan sapu tangannya untuk Rere. Sejenak Rere tampak terkejut. Dia menatap William cukup lama sebelum menerima sapu tangan itu tanpa bertanya apapun. Dalam beberapa momen tertentu Rere memang sedikit emosional, reaksinya pada pernikahan Eleanor bisa dikatakan melebih-lebihi reaksi ibu kandung Eleanor sendiri yang justru tampak muram di tempat duduknya.

Margaret tentu saja masih kecewa karena putri sulungnya yang katanya hebat itu justru menikah dengan pengusaha kelas bawah yang bahkan tidak berasal dari keluarga terpandang. Beberapa kali dia sengaja melirik barisan kursi di sisi lain tepat dimana keluarga Jonathan duduk. Mereka tampak sangat sederhana, terutama ibu mempelai pria yang dilihat dari sisi manapun tampak tidak menarik sedikitpun. Baju, tas, aksesori dan sepatu yang dipakainya sama sekali tidak berkelas. Bahkan tidak terlihat bermerk sedikitpun. Mungkin saja si Jonathan itu terlalu miskin untuk membelikan ibunya barang-barang yang bagus. Memikirkan hal itu membuat kepala Margaret terasa pusing berkali-kali lipat. Bagaimana mungkin dia memiliki besan yang seperti itu? dia bahkan terlalu malu untuk memperkenalkannya pada teman-temannya. Tapi untung saja teman-teman sosialitanya dari kalangan istri-istri crazy rich itu tidak diundang dalam acara pemberkatan itu. Kalau mereka diundang, Margaret akan terlalu malu menyapa mereka.

Tidak jauh berbeda dari Margaret, wajah Liem Hok memang sama tidak senangnya. Namun bukan karena alasan yang serupa dengan Margaret. Liem Hok sebenarnya tidak peduli dengan siapa Eleanor menikah, dia bahkan merasa tidak perlu berusaha menyapa keluarga mempelai pria. Satu-satunya yang dipedulikannya hanyalah kinerja Eleanor setelah menikah nanti. Dia terlalu khawatir ambisi Eleanor akan semakin melemah, juga tidak lagi bisa diandalkan Liem dalam segala hal. Meski begitu ada pula hal lain yang lebih membuat Liem Hok merasa kecewa. Tadinya dia menyarankan Eleanor mengadakan pemberkatan dan pesta pernikahan mewah di salah satu resort-nya di Nusa Dua, Bali agar mendapatkan privasi lebih baik sehingga dia bisa mengundang relasi-relasi bisnis dan tokoh-tokoh penting kesana. Namun Eleanor justru menolaknya dan mengatakan bahwa dia ingin merencanakan sebuah pernikahan yang sederhana saja dengan calon suaminya. Tentu hal itu menjadi peringatan bagi Liem Hok karena dari kecil hingga saat ini, baru kali inilah keponakan kesayangannya itu menolak sarannya. Liem Hok pun merasa Eleanor sudah mengambil langkah pertamanya untuk melawan dirinya.

“Dengan ini kalian resmi sebagai pasangan suami istri.” Dengan kalimat itu langkah kehidupan baru Eleanor dan Jonathan pun dimulai. Setelahnya kedua mempelai berdiri saling berhadapan untuk menyematkan cincin pernikahan di jari masing-masing. Baru setelah proses tersebut selesai, Jonathan pun dipersilahkan membuka tudung yang dikenakan Eleanor.

Aulia yang menyaksikan momen pernikahan putranya pun tidak bisa menahan air matanya. Sebagai seorang ibu, dia merasa tanggung jawabnya untuk membesarkan sang putra telah selesai. Kini dia hanya akan menjadi pembimbing dari kejauhan. Hanya saja hati Aulia tersayat saat mengingat mendingan suami yang tidak bisa menyaksikan pernikahan sang putra. Seandainya dia berada di tempat itu, mungkin dia sama bahagianya dengan Aulia. Melihat sang ibu meneteskan air mata di pernikahan kakak sulungnya, Niko yang duduk tepat di samping Aulia pun mengulurkan tangannya untuk menggenggam telapak tangan sang ibu. Saat itulah Aulia menatapnya dan berkata dengan tatapan matanya bahwa dia baik-baik saja. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Karena semua orang yang hadir di tempat suci itu tampak terlarut dalam suasana yang sakral.

Di altar suci, Jonathan telah selesai membuka tudung Eleanor. Jari tangannya sedikit bergetar, tapi sarung tangan itu berhasil menyamarkannya. Dalam riasan wajah yang cenderung lebih sederhana dibandingkan pengantin pada umumnya, wajah Eleanor pun tampak serapuh bunga ponny yang menghiasi sebagian besar tempat itu. Warna bibirnya tidak semerah biasanya, melainkan lebih mendekati warna bunga persik. Sementara tulang pipinya diberi aksen kemerahan yang manis. Benar-benar terlihat berbeda dari Eleanor yang biasanya. Terutama karena pandangan mata Eleanor yang tampak kosong dan tunduk. Tidak ada sinar kebahagiaan ataupun rasa haru dalam sorot mata itu.

Bahkan ketika Jonathan bergerak mendekat hendak memberi kecupan di dahinya sebagai tanda pengesahan prosesi pemberkatan tersebut, Eleanor tetap menundukkan pandangannya. Tidak sekalipun dia berusaha membalas tatapan mata Jonathan.

Keduanya pun tidak menyadari seorang perempuan berambut panjang yang tampak masih mengenakan piama satin berwarna peach membuka pintu gereja tersebut dengan tiba-tiba. Semua orang kecuali kedua mempelai dan pastor yang memimpin acara pemberkatan itu memandang kearah datangnya si perempuan yang tampak seperti orang gila tersebut. Namun tak satu pun dari mereka yang bisa mengenali siapa perempuan tersebut. Barulah ketika dia melangkah melewati barisan kursi demi barisan dan semakin dekat dengan altar, wajah perempuan itu pun semakin jelas. Saat itulah Rere yang pertama mengenalinya, baru kemudian ibunda Jonathan. Namun perempuan itu seakan tidak mempedulikan keterkejutan dari wajah orang-orang di sekelilingnya. Dia terus berjalan dengan langkah tegas mendekati altar.

“Allena…” gumam Aulia. Suara tertahan oleh keterkejutannya sendiri. Bahkan dia tidak menyangka bahwa perempuan dengan rambut berantakan yang berjalan semakin dekat dengan barisan kursinya itu adalah Allena Rheanatha, mantan tunangan putranya. Aulia pun sontak membekap mulutnya sendiri karena begitu terkejut.

Jonathan yang terlebih dahulu menyadari jika suasana di sekitarnya terasa berubah. Dia mengambil jarak selangkah dari hadapan Eleanor kemudian memandang sekelilingnya. Bertapa terkejutnya dia ketika mendapati Allena dengan penampilannya yang berantakan dan pakaian yang sama seperti dikenakannya beberapa saat yang lalu −saat Jonathan memberitahu Allena bahwa dia akan menikah dengan wanita yang pilihnya− berjalan mendekati altar. Dari tempatnya berdiri Jonathan bisa melihat bahwa tatapan Allena tampak sendu, bahkan sisa-sisa air mata di sudut matanya pun belum mengering. Entah apa yang hendak dilakukan Allena disana, Jonathan sendiri tidak dapat menghentikannya. Sebab hatinya kini terasa hancur berkeping-keping.

Melihat reaksi tubuh Jonathan yang menegang, Eleanor pun mengangkat wajahnya. Dia tidak memandang ke sekeliling, melainkan terus mengamati ekspresi wajah Jonathan dari samping. Rahang Jonathan mengeras, begitu pula dengan otot-otot di tangan dan jari-jarinya. Sementara sorotan mata pria itu justru berbanding terbalik. Sorot mata mengasihi. Eleanor pun tidak perlu mengalihkan pandangannya hanya untuk melihat siapa yang kini berada dalam pandangan Jonathan. Sudut matanya telah menangkap sosok asing yang datang untuk mengacaukan semua.

“Dengan harga benda murahan inikah kamu berusaha merebut semua yang harusnya kumiliki? Ambilah… ambil sekarang kalau kamu mau! Tapi kembalikan semuanya padaku! Kembalikan semua! Perempuan iblis!” seru Allena sambil melemparkan sesuatu yang sejak tadi digenggam di depan dada.

Stiletto eksklusi berselot merah dengan taburan batu swaroski yang didapatkan secara cuma-cuma sebagai bentuk kompensasi dari seseorang yang tidak dikenalnya saat dia dan Jonathan berlibur ke Singapura. Seseorang yang belakangan diketahuinya bernama Eleanor Liemsudibyo, orang yang sama yang dinikahi Jonathan hari itu.

“Keparat mereka semua! Siapa yang membiarkan wanita gila itu masuk?” seru Liem Hok memecah ketegangan di tempat itu. Saat dia hendak mengambil ponselnya menghubungi beberapa ajudannya, beberapa satuan keamanan sudah terlebih dulu masuk. Mereka torgopoh-gopoh menghampiri tamu tidak tersebut.

“Dasar tidak becus! Kemana kalian semua? Kenapa membiarkan orang asing masuk? Untuk apa kubayar kalian kalau tidak becus!” damprat Liem Hok

Semua orang tidak mampu mengeluarkan kata-kata, bahkan kepala satuan keamanan yang disewa Liem Hok untuk mengamankan acara tersebut hanya dapat menunduk, tidak berani membela diri. Mereka mengaku kecolongan dan tidak tahu dari mana wanita itu muncul. Sebelumnya memang ada seorang wanita berpenampilan menor yang berusaha masuk dan mengaku diundang, namun nama yang disebutkannya tidak terdaftar. Mungkin di saat satuan keamanan tersebut sedang sibuk mengurus wanita ngeyel itu, wanita lain yang berpenampilan lebih tidak karuan itu justru melenggang masuk.

“Cepat usir perempuan itu pergi!”

Sementara pria-pria berseragam itu mengapit kedua lengannya, Allena tetap saja merontah-rontah. Liem Hok pura-pura tidak pernah mendengar kata-kata yang diucapkan perempuan itu sehingga dia langsung meninggalkan tempat itu sembari menelpon seseorang. Allena diseret keluar dengan kasar oleh pria-pria berseragam itu, sehingga Jonathan spontan hendak melangkah untuk menolong mantan kekasihnya itu. Namun di saat bersamaan Eleanor menahan lengannya sambil mengangkat wajahnya.

“Kamu ingin meninggalkan tempat ini seperti waktu itu?” sindir Eleanor dengan suara setengah berbisik. “Aku tidak bisa membantumu kali ini.”

Dengan terpaksa Jonathan pun memundurkan kembali langkahnya. Dia hanya sanggup memandangi tubuh Allena yang diseret paksa hingga keluar dari pintu gereja. Setelahnya Jonathan pun tidak tahu apa yang terjadi pada mantan kekasihnya itu. Semoga saja mereka tidak berbuat kasar pada Allena dan membiarkannya pergi begitu saja.

“Apa-apaan ini Eleanor? siapa perempuan gila itu? dan kenapa dia bisa datang dan membuat onar seperti ini? Ya… ampun! Pernikahan macam apa ini? semua tidak ada yang layak.” Kali ini Margaret yang memecah keheningan itu. Tapi baik Eleanor ataupun Jonathan tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk menyahuti.

“Yah, ampuh! Kepalaku… oh, sepertinya aku tidak tahan berada di tempat ini lagi!” ucap Margaret sembari duduk lemas memegangi kepalanya. Tentu dia hanya sedikit melebih-lebihkan.

“Jessi… tolong antar mama pergi dari sini! Kalau tidak mama akan pingsan.”

Meski sempat mendengus Jessica tetap menghampiri ibunya, kemudian memapah Margaret meninggalkan tempat itu. Tidak ada lagi yang bersuara setelah itu. Eleanor sendiri hanya memandang ke tempat ayahnya berada sembari tersenyum tipis mengisyaratkan bahwa dia baik-baik saja. Sementara sepasang stiletto berselot merah yang sempat dilempat Allena masih tergeletak tepat di bawah kaki Eleanor.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status