Share

Bab 3

Author: Yovana
Vanesa menarik napas dalam-dalam, memaksakan diri untuk tetap tenang.

Dia menatap Hanna sambil bertanya, "Nona Hanna, apakah kamu benar-benar ibu kandung Regan?"

Tatapan Hanna bertemu dengan tatapan Vanesa. Wanita itu tersenyum lembut sembari menjawab, "Lima tahun yang lalu, aku terpaksa menyembunyikan hubungan antara diriku dengan Regan karena masalah pekerjaan dan kontrak perusahaan."

Napas Vanesa tercekat. "Lalu, Ayah Regan ...."

"Regan adalah anakku dan Steven," tegas Hanna.

Suara Hanna terdengar lembut, tetapi kata-kata yang diucapkannya bagaikan pedang tajam yang menusuk langsung ke jantung Vanesa!

Napas Vanesa seakan terhenti. Rasa sakit yang mencekik di dadanya membuat wajahnya langsung menjadi pucat pasi.

Ternyata selama lima tahun ini, anak yang Vanesa anggap seperti darah dagingnya sendiri, anak yang dia besarkan dengan sepenuh hati, adalah anak dari Steven dan Hanna!

Jadi, Steven sudah membohonginya sejak awal.

Pria itu bukan berselingkuh setelah menikah, tetapi dia memang sudah mempermainkan dan memanfaatkan Vanesa sejak awal!

"Nona Vanesa, maaf karena sudah menyembunyikan hal ini darimu selama ini. Sebenarnya, dari awal aku juga menyarankan agar Steven jujur padamu. Tapi Steven merasa makin sedikit orang luar yang tahu tentang hal ini, akan makin baik."

Setiap kata yang diucapkan Hanna bagaikan mantra ajaib yang terus bergema di kepala Vanesa.

Ternyata di mata Steven, Vanesa hanyalah orang luar.

Vanesa berpikir, mereka sudah bersama selama lima tahun, merawat dan membesarkan seorang putra bersama. Meskipun tanpa cinta, setidaknya mereka sudah seperti keluarga yang saling percaya.

Siapa sangka bahwa sejak awal hingga sekarang, pria yang tidur di samping Vanesa itu hanya menganggapnya sebagai orang luar yang harus diwaspadai.

Vanesa tidak mengerti mengapa Steven harus menipunya.

Jika saja dari awal Steven memberi tahu Vanesa akan kebenarannya, bagaimana mungkin dia akan membiarkan dirinya terjatuh begitu dalam?

"Nona Vanesa, terima kasih atas jerih payahmu selama lima tahun ini. Aku dan Steven merasa sangat berterima kasih atas pengorbananmu untuk Regan," ujar Hanna.

Hanna menatap Vanesa, lalu melanjutkan, "Kamu mendidik Regan dengan sangat baik. Sebagai ibu kandung Regan, aku mengucapkan terima kasih dengan tulus padamu."

Vanesa menatap Hanna dengan tatapan kosong.

Bibirnya yang pucat terkatup rapat, wajahnya tampak tenang, tetapi tangan yang memeluk Regan sedikit gemetar.

"Nggak mungkin! Kamu pembohong. Aku hanya punya satu Ibu, aku hanya menginginkan ibuku!"

Regan berteriak marah pada Hanna, "Dasar kamu wanita jahat! Atas dasar apa kamu menjadi ibuku? Aku nggak ingin kamu menjadi ibuku!"

Hanna tampak terkejut.

Kemudian, dia menutup mulutnya, sementara matanya memerah. Ekspresi terluka serta kesedihannya membuat siapa pun yang melihat akan merasa iba.

Giny langsung menunjukkan wajah dingin. Dia berdiri, lalu memarahi Vanesa, "Apa begini caramu mendidik seorang anak? Benar-benar nggak tahu sopan santun!"

Saat ini pikiran Vanesa sangat kacau. Dia benar-benar tidak punya tenaga lebih untuk berdebat dengan Giny.

Namun, karena mempertimbangkan psikologi Regan, Vanesa tetap berkata, "Regan masih anak-anak, kalian harus memberinya waktu untuk mencerna semua ini."

"Huh, kamu pikir aku nggak tahu apa yang sedang kamu lakukan?" Giny langsung mengejek, "Vanesa, kita sama-sama wanita. Jangan berpikir kalau aku nggak bisa melihat trik kecilmu itu!"

"Pak Gavin!"

Gavin, kepala pelayan di kediaman ini, bergegas mendekat begitu mendengar panggilan itu. "Bu, ada apa?"

"Bawa Regan ke sini, jangan biarkan garis keturunan Keluarga Dallas dimanfaatkan oleh wanita yang punya niat jahat seperti ini!" ujar Giny.

Gavin yang mendengar ini tampak kesulitan. Namun, dia tetap melangkah maju untuk menarik Regan dari pelukan Vanesa.

"Nggak mau! Lepaskan aku! Ibu, aku ingin pulang bersama Ibu …" kata Regan.

Vanesa mengernyitkan kening, tidak tega melihat Regan yang menangis dengan keras seperti itu.

"Regan menderita asma, bisakah kalian nggak memaksanya dengan cara yang keras seperti ini?" ujar Vanesa.

Ketika mendengar ini, wajah Giny tertegun sejenak.

Hanna bangkit untuk berjalan mendekat, lalu dia memegang lengan Giny sambil berkata dengan suara bergetar, "Bibi, tolong suruh Pak Gavin melepaskan Regan. Aku baik-baik saja. Aku yang nggak menjalankan tanggung jawabku sebagai seorang Ibu, jadi wajar kalau anakku nggak mengakuiku."

Ketika Giny mendengar ini, dia mendesah pelan. Dia juga merasa takut penyakit asma Regan akan kambuh, jadi dia melambaikan tangan kepada Gavin.

Gavin pun melepaskan Regan.

"Ibu!"

Regan menangis sambil berlari ke pelukan Vanesa.

Vanesa terdorong mundur selangkah sebelum akhirnya bisa menstabilkan tubuhnya.

Ketika Regan berlari ke dalam pelukan Vanesa tadi, dia menabrak perutnya.

Wajah Vanesa menjadi lebih pucat ketika merasakan sakit yang makin parah di perutnya.

"Ibu, Nenek bohong, 'kan? Ibuku adalah kamu! Aku nggak ingin Ibu yang lain, aku hanya ingin kamu menjadi ibuku!"

Regan menangis tersedu-sedu.

Vanesa mengelus kepala Regan dengan hati yang sakit.

Sejak kecil, tubuh Regan memang lemah. Ditambah dengan penyakit asma bawaan, dia tidak boleh menangis dengan keras seperti ini.

Bagaimanapun juga, Regan adalah anak yang Vanesa besarkan sendiri. Dia tetap merasa enggan meninggalkannya begitu saja.

"Regan sayang, Ibu nggak akan meninggalkanmu. Kamu jangan menangis lagi, ya?" ujar Vanesa.

Vanesa hanya ingin menenangkan emosi Regan terlebih dahulu.

Namun, di telinga Giny, kata-kata ini terdengar seperti memiliki maksud lain.

"Vanesa, apa kamu nggak tahu malu? Regan sama sekali bukan anak kandungmu! Bagaimana bisa kamu dengan nggak tahu malu mengatakan hal seperti itu?"

Giny yang biasanya membanggakan diri sebagai seseorang yang bermartabat, kini sama sekali tidak menyembunyikan sikap kasarnya terhadap Vanesa. Dia menampakkan sifat kejamnya sepenuhnya.

"Pantas saja selama ini Regan nggak pernah dekat denganku. Kenapa dia begitu bersikeras hanya mengakuimu sebagai ibunya? Sekarang aku mengerti, pasti kamu sudah mencuci otaknya secara diam-diam!" kata Giny.

Tuduhan seberat ini membuat Vanesa yang tadinya masih mempertimbangkan perasaan Regan, seketika menunjukkan ekspresi dingin.

"Bu Giny, dulu ketika aku menikah dengan Steven, aku nggak meminta persetujuanmu. Meski kamu nggak mengakuiku sebagai menantu, aku juga nggak memaksa. Tapi di depan seorang anak berusia lima tahun, pernahkah kamu mempertimbangkan apakah dirimu sendiri sudah menjadi teladan yang baik? Sebenarnya siapa yang nggak tahu sopan santun? Apakah itu aku, atau kamu yang nggak bersikap bijak di usia tua?" balas Vanesa.

"Kamu!" Giny tidak menyangka Vanesa berani melawan secara terang-terangan. Dia pun sangat marah, "Apa sekarang kamu sedang menantangku?"

"Aku nggak perlu melakukan itu."

Vanesa menatap mata Giny dengan tenang, tidak merendahkan diri ataupun sombong. Dia berujar, "Apakah kami akan bercerai atau nggak, itu adalah urusanku dengan Steven. Kalian bisa membawa Regan, aku nggak akan berebut dengan kalian."

"Nggak mau, nggak mau!" Begitu mendengar dirinya akan ditinggalkan, Regan memeluk Vanesa dengan lebih erat lagi, menangis dengan lebih keras lagi.

"Ibu, jangan tinggalkan aku! Aku nggak suka rumah Nenek! Aku juga nggak suka wanita jahat itu! Aku ingin pulang dengan Ibu. Ibu, bawa aku pulang, ya?"

Regan menangis sampai suaranya menjadi serak.

Selama lima tahun membesarkan Regan, Vanesa tidak pernah membiarkan anak ini menangis hingga seperti ini.

Vanesa mendesah, menatap Giny, lalu berkata, "Sekarang emosi Regan sedang nggak stabil. Dia nggak akan bisa mendengarkan penjelasan apa pun. Aku akan membawanya pulang dulu. Setelah emosinya stabil, aku akan menjelaskan semuanya dengan baik padanya."

Setelah berkata demikian, Vanesa menggandeng Regan, lalu berbalik untuk berjalan keluar.

Regan sangat ingin segera pergi dari sini. Langkah kecilnya pun menjadi sangat cepat. Dia takut akan ditinggalkan oleh Vanesa jika terlambat sedikit saja.

"Regan!"

Hanna berteriak, terburu-buru mengejar keluar.

Di halaman, Hanna menarik lengan Regan.

"Regan, jangan pergi. Ibu memang bersalah, tapi Ibu punya alasan. Ibu sayang padamu!" ujar Hanna.

"Dasar wanita jahat! Lepaskan aku!" Regan berusaha melepaskan tangan Hanna, tetapi Hanna mencengkeram dengan sangat kuat.

Regan sampai merasakan sakit di lengannya.

"Ibu! Ibu, cepat tolong aku. Wanita jahat ini ingin menculikku!" teriak Regan.

Vanesa yang melihat Hanna yang mencengkeram Regan dengan keras, tidak mau melepaskannya, menunjukkan ekspresi yang agak rumit.

Hanna tidak bisa menarik Regan, jadi dia mengalihkan targetnya ke Vanesa.

Dia menatap Vanesa. Wajah cantik yang memukau itu basah oleh air mata, terlihat sangat menyedihkan.

"Nona Vanesa, aku mohon padamu. Regan adalah anak yang aku kandung selama sembilan bulan, anak yang aku lahirkan dengan mempertaruhkan nyawaku. Aku tahu kalau selama lima tahun terakhir ini kamu sudah berjasa membesarkannya, tapi anak bukanlah alat untukmu mengikat Steven. Aku mohon, jangan memanfaatkan dia seperti ini."

Vanesa menatap Hanna dengan tatapan tidak percaya.

Dia sama sekali tidak tahu apa yang sudah dirinya lakukan sampai Giny dan Hanna langsung menuduhnya memanfaatkan Regan.

Pada saat itu, Giny juga mengejar keluar. Ketika melihat Vanesa menarik Regan dan tidak mau melepaskannya, Giny langsung memanggil pelayan untuk mendorong Vanesa.

Vanesa terdorong sampai terhuyung beberapa langkah, bahkan hampir terjatuh.

Vanesa memegang perutnya yang terasa makin sakit, mengernyitkan kening melihat Regan yang ditarik kembali ke sisi Hanna dan Giny oleh para pelayan.

Regan menangis dengan sangat memilukan, "Lepaskan aku! Aku ingin pulang dengan ibuku! Ibu …."

Ketika Vanesa melihat pemandangan ini, tiba-tiba dia merasa tidak berdaya.

Yang satu adalah nenek kandung Regan, sementara yang satu lagi adalah ibu kandungnya.

Dibandingkan dengan mereka, Vanesa hanyalah seorang wanita yang akan segera bercerai dengan Steven. Dia memang benar-benar orang luar di sini.

Pada saat itu, sebuah Bentley hitam melaju masuk ke halaman.

Saat mendengar suara mobil, Vanesa langsung menoleh.

Pintu kursi belakang terbuka, lalu Steven turun dari dalam mobil.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 712

    Vanesa menatap pintu UGD sambil menangis....Davina telah meninggal.Dia meninggal pada hari putrinya lahir.Anak itu masih berada di inkubator dan tidak menyadari bahwa ibunya telah meninggal dunia.Seolah merasakan kepergian ibunya, anak itu mengalami demam tinggi malam itu.NICU menyatakan pasien kritis.Vanesa, mengabaikan rasa sedihnya, bergegas ke NICU untuk menandatangani sejumlah formulir persetujuan resusitasi.Kondisi putri Davina tidak stabil sampai dini hari.Saraf dan emosi Vanesa tetap tegang.Davina tidak memiliki keluarga yang tersisa, jadi jenazahnya disimpan sementara di kamar mayat rumah sakit.Vanesa pergi ke kamar mayat untuk menjenguknya.Tubuh Davina ditutupi kain putih.Vanesa mengangkat kain putih itu ....Davina berbaring di sana dengan tenang sambil memejamkan mata seolah-olah sedang tidur.Vanesa menangis dan berkata bahwa Davina tidak berperasaan. Bagaimana mungkin Davina tega meninggalkan putrinya yang masih begitu kecil?Davina bahkan tidak sempat meliri

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 711

    Vanesa sontak terkejut, lalu berkata, "Aku akan menelepon Dokter Alex dan meminta sopir untuk mengantar kalian ke rumah sakit.""Oke.""Jangan lupa bawa tas rumah sakitnya. Aku akan langsung ke rumah sakit menemui kalian.""Oke, oke!"Setelah menutup telepon, Vanesa berbalik dan melaju menuju rumah sakit milik Grup Lorian.Jalanan macet di mana-mana karena hujan. Setelah menelepon Alex, Vanesa yang khawatir pun segera menelepon Bibi Yesi.Bibi Yesi menjawab dengan cepat dan mengatakan mereka sudah dalam perjalanan ke rumah sakit.Jeritan kesakitan Davina terdengar melalui telepon.Vanesa meminta Bibi Yesi untuk mengaktifkan mode pengeras suara. Vanesa pun mengemudikan mobil sambil menghibur Davina....Setibanya di rumah sakit, Vanesa memarkir mobil, lalu keluar dan bergegas berlari menuju poli kandungan.Davina telah didorong ke ruang bersalin, sementara Alex berada di luar pintu.Bibi Yesi berdiri di samping, pakaiannya berlumuran darah."Bagaimana kondisinya?"Ekspresi Alex terlihat

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 710

    Tindakan ini membuat para pemegang saham veteran perusahaan menjadi sangat marah.Pada akhir bulan Maret, paman pertama dan paman ketiga Alya, bersama dengan beberapa pemegang saham veteran, mengadakan rapat pemegang saham.Mereka ingin menggunakan alasan bahwa "Alya mengaburkan batas antara urusan publik dan pribadi demi melindungi Steven" untuk memaksa Alya melepaskan jabatannya sebagai CEO Grup Valka.Steven juga menghadiri rapat pemegang saham.Dia tidak memiliki saham apa pun di Keluarga Nantar, jadi dia seharusnya tidak bisa menghadiri rapat pemegang saham.Namun, Steven segera memberikan bukti bahwa paman pertama dan paman ketiga Alya telah bersekongkol untuk menyewa orang dan melakukan pembunuhan delapan tahun lalu.Sasaran pembunuhan adalah putra tertua Keluarga Nantar dan mantan tunangan Alya.Kecelakaan mobil tersebut mengakibatkan satu orang meninggal dan satu orang terluka, tetapi dalangnya tetap bebas selama delapan tahun!Bukti itu menimbulkan sensasi.Polisi dari divisi

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 709

    Karena ini menyangkut anak-anaknya, tentu saja Vanesa ingin tahu secara detail. "Apa itu?""Alya juga memiliki seorang putra berusia delapan tahun."Vanesa sedikit terkejut.Putra yang berusia delapan tahun ....Vanesa pun sedikit mengernyit. "Jadi, kamu akan berkedok menjadi ayah tiri anak itu?"Steven berdeham. "Begitulah yang akan ditunjukkan kepada semua orang."Vanesa mengatupkan bibirnya.Dia jadi teringat Regan.Anak itu pernah menjadi titik lemah dalam pernikahan Vanesa dengan Steven.Meskipun Regan kemudian diusir, Vanesa masih ingat dengan jelas serangkaian pertengkaran dan kesalahpahaman yang terjadi akibat kehadiran Regan."Steven, aku nggak peduli bagaimana kamu bersikap di depan orang luar, tapi kuharap kamu nggak melakukan apa pun yang akan mengecewakan kedua anak itu.""Tenang saja, nggak akan." Steven sepertinya teringat pertengkaran yang dulu terjadi akibat Regan sebelumnya, jadi dia tidak berani menyembunyikan apa pun dari Vanesa."Alya pernah memiliki tunangan yang

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 708

    Namun, Steven tidak menyesalinya.Dia rela menghabiskan sepuluh tahun, bahkan seumur hidup.Steven pun melepaskan Vanesa dan mengangkat tangannya untuk mengusap air mata Vanesa."Vanesa, ini keputusanku sendiri. Aku menukar sepuluh tahun dengan keluarga yang utuh. Kurasa ini kesepakatan yang bagus."Vanesa merasa tidak berdaya. Dia dipaksa menerima hasil ini tanpa sepengetahuannya."Aku ingin menyelamatkanmu. Alya menginginkan suami yang layak untuk membantunya. Ini adalah hasil yang nggak terelakkan." Suara Steven terdengar pelan. "Vanesa, jangan merasa bersalah atau nggak tega. Aku tadinya nggak ingin kamu tahu, tapi sekarang setelah kamu tahu, anggap saja ini jalan buntu. Kalau ini Jake atau Emran, mereka pasti akan membuat keputusan yang sama denganku."Vanesa tertegun menatap Steven.Pria itu malah membandingkan dengan Jake dan Emran ….Masalahnya, mana mungkin mereka sama?Bagaimana mungkin Steven, Emran dan Jake bisa sama?Vanesa benar-benar merasa tidak berdaya.Saking tidak be

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 707

    Vanesa menatap pria di depannya dan air mata mengalir di pipinya.Ketika dia mulai menangis, Steven pun menjadi panik."Vanesa, jangan menangis, aku ....""Kenapa kamu nggak memberitahuku?" Vanesa menatap Steven. "Steven, ini hidupku. Aku nggak butuh kamu menyelamatkanku seperti ini ...."Rasanya jantung Steven seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik."Vanesa, hidupmu adalah hal yang paling penting."Steven mengulurkan tangan hendak mengusap air mata Vanesa, tetapi Vanesa menghindar dan berdiri.Vanesa menyeka air matanya sendiri, suaranya terdengar begitu dingin. "Kamu tukarkan sepuluh tahun menikah dengan hidupku! Steven, apa kamu pikir kamu sehebat itu?"Napas Steven tercekat. "Aku nggak terlalu memikirkan soal itu. Dalam situasi itu, yang kuinginkan hanyalah kamu selamat, Vanesa. Nggak ada yang lebih penting dari nyawa ...."Vanesa menatap Steven.Tiba-tiba, dia tertawa dan mengangguk. "Iya, kamu benar. Nggak ada yang lebih penting dari nyawa.""Vanesa, jangan berpikir m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status