Share

Bab 4

Author: Yovana
Steven yang mengenakan setelan jas hitam, terlihat anggun dan dingin.

Pandangannya sekilas menyapu wajah pucat Vanesa, lalu jatuh pada wajah Regan yang terus menangis.

"Regan, kemarilah." Steven melambaikan tangan kepada Regan.

Ketika mendengar ini, ekspresi para pelayan langsung berubah. Mereka buru-buru melepaskan tangan mereka.

Regan langsung berlari ke arah Steven.

"Ayah! Huhuhu .... Ayah akhirnya datang!"

Steven mengusap kepala Regan, suaranya terdengar dalam dan hangat ketika bertanya, "Ceritakan pada Ayah, ada apa?"

Sebelum Regan sempat mengatakan apa pun, Hanna sudah berjalan mendekat.

Hanna menyeka air mata di wajahnya, sementara suara lembutnya diliputi dengan nada yang menyalahkan diri sendiri.

"Semua ini salahku yang nggak mempertimbangkannya dengan baik. Aku tiba-tiba muncul begitu saja. Regan nggak bisa menerima kenyataan kalau aku adalah ibunya. Emosinya sedikit nggak terkendali," kata Hanna.

"Kamu memang bukan ibuku!" Regan mengangkat tangan, mendorong Hanna dengan keras, lalu menambahkan, "Kamu adalah wanita jahat! Kamu bukan ibuku!"

Hanna berteriak kaget, sepatu hak tinggi di kakinya miring, hingga dia hampir terjatuh.

Di saat kritis, Steven melangkah maju untuk merangkul Hanna ke dalam pelukannya.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Steven.

Hanna tidak bisa menggerakkan salah satu kakinya. "Sepertinya pergelangan kakiku terkilir. Aku nggak apa-apa. Emosi Regan yang paling penting."

Steven mengernyitkan kening, membungkuk untuk menggendong Hanna, lalu berkata, "Aku akan membawamu ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan."

Ketika berbalik, pandangan Steven bertemu dengan tatapan Vanesa.

Mata Vanesa yang memerah menatap Steven dengan tatapan kosong. Dia bertanya, "Apa dia benar-benar ibu kandung Regan?"

"Hanna memang ibu kandung Regan," tegas Steven.

Steven menatap lurus ke arah Vanesa, mata gelapnya tampak dingin dan tegas.

Vanesa tidak melihat sedikit pun rasa bersalah seorang penipu di wajah pria itu.

Hatinya yang sudah dingin dan terluka, perlahan-lahan seakan tenggelam.

"Regan lebih patuh padamu. Kamu bawa dia pulang dulu, lalu beri dia pemahaman yang baik."

Setelah Steven mengatakan ini, dia langsung menggendong Hanna naik mobil.

Mobil itu melaju meninggalkan kediaman Keluarga Dallas.

Vanesa menundukkan kepala. Matanya terasa perih, bibir pucatnya sedikit terbuka, sementara dia mengambil napas dalam-dalam beberapa kali untuk menahan air matanya.

"Ibu."

Regan menggenggam tangan Vanesa dengan tangan kecilnya, lalu bertanya, "Ibu, matamu merah sekali. Apa Ibu menangis?"

Vanesa berjongkok, menyentuh pipi kecil Regan, lalu memaksakan senyuman pucat kepadanya.

"Ibu nggak menangis. Ibu akan membawamu pulang dulu." Vanesa bangkit berdiri, menatap Giny, lalu berujar, "Kamu juga sudah mendengar kata-kata Steven."

Giny menatapnya dengan ekspresi penuh amarah.

Meskipun Giny merasa tidak rela, Steven sudah memutuskan. Tidak baik baginya untuk memaksa menahan Regan lagi.

Bagaimanapun juga, sekarang Hanna sudah kembali, sementara Steven akan segera bercerai dengan Vanesa. Jangan harap Vanesa bisa memanfaatkan Regan untuk terus tinggal di Keluarga Dallas!

Dengan pemikiran ini, suasana hati Giny menjadi lebih baik.

Di perjalanan pulang, Vanesa mencoba menjelaskan identitas Hanna kepada Regan.

Namun, Regan sangat menolak penjelasan ini. Belum sempat Vanesa berbicara banyak, Regan sudah kembali menangis.

Vanesa yang merasa tidak berdaya sekaligus sakit hati, hanya bisa membujuk Regan terlebih dulu.

Regan menangis sampai kelelahan, langsung tertidur sebelum mereka sampai di rumah.

Ketika Vanesa baru saja meletakkan Regan yang tertidur di tempat tidur kamar anak, suara mobil terdengar dari bawah.

Vanesa pun menyelimuti Regan.

Saat Vanesa turun ke bawah, Steven baru saja mendorong pintu terbuka, lalu melangkah masuk.

Pandangan keduanya bertemu, membuat suasana sedikit tegang.

"Di mana Regan?" tanya Steven.

"Dia sedang tidur di atas," balas Vanesa.

Steven menanggapi dengan gumaman kecil, melangkah melewati Vanesa, langsung naik ke atas.

Vanesa berbalik menatap punggungnya, sementara tangan yang tergantung di sisi tubuhnya sudah mengepal.

Dia ragu sejenak, tetapi tetap melangkah maju untuk mengejarnya.

Setelah menghabiskan waktu lima tahun sebagai suami istri, malam yang mereka habiskan bersama sudah tidak terhitung. Vanesa pikir, setidaknya dia punya hak untuk meminta penjelasan dari pria ini.

Di lantai dua, Steven mendorong pintu kamar anak, lalu melangkah masuk.

Dia menggendong Regan yang sedang tertidur nyenyak, lalu berbalik keluar.

Vanesa yang berdiri di luar pintu menatapnya, lalu bertanya, "Kamu mau membawa Regan ke mana?"

"Hanna mengalami depresi. Dia sekarang membutuhkan Regan," jawab Steven.

Setelah Steven memberikan penjelasan singkat itu, dia langsung pergi sambil menggendong Regan.

Vanesa berdiri terpaku di tempat.

Dia baru tersadar ketika suara mobil menghilang.

Steven datang dan pergi sesukanya, merasa itu adalah hal yang wajar. Dia bahkan tidak memberi Vanesa kesempatan untuk bertanya.

Vanesa melirik rumah yang kosong.

Kemudian, dia tertawa.

Dia tertawa dengan air mata yang mengalir dari matanya.

Di bagian utara kota, di sebuah kompleks vila yang terkenal dengan sistem keamanan serta layanan propertinya.

Sebuah Maybach hitam melaju dari kaki gunung, hingga berhenti di halaman Mansion Burla yang tinggi.

Di dalam mobil, Regan sudah terbangun.

Steven menggendongnya, menjelaskan kepadanya bahwa Hanna adalah ibu kandungnya, sementara Vanesa hanya ibu angkat yang merawatnya selama lima tahun ini.

Setelah mendengar penjelasan ini, Regan tidak lagi memberontak, hanya menanyakan satu kalimat, "Jadi, apa nanti aku akan punya dua Ibu?"

Steven bergumam menyetujui, lalu menjelaskan dengan tenang, "Ibu Hanna mengalami banyak penderitaan untuk bisa melahirkanmu. Dia sangat menyayangimu, jadi kamu harus meminta maaf kepadanya, juga berinisiatif memanggilnya Ibu. Apa kamu mengerti?"

Regan mengangguk dengan patuh.

Setelah masuk ke dalam rumah, tampak Hanna sedang duduk di sofa dengan kaki yang ditutupi selimut. Kedua ujung kakinya terlihat dari luar, sementara kakinya yang terkilir dibalut perban tebal.

Ketika melihat kedatangan keduanya, wajah cantik dan anggun Hanna langsung penuh dengan senyuman manis.

"Steven, Regan, kalian datang."

Regan memegang tangan Steven, lalu mendongak menatap Steven.

"Pergilah." Steven mengusap kepala Regan.

Regan yang merasa mendapat dorongan, berjalan menuju Hanna.

Hanna mengulurkan tangan kepadanya, lalu berkata, "Regan, kemarilah. Apakah Ibu boleh memelukmu?"

Regan ragu sejenak, tetapi tetap berjalan mendekat.

Hanna memeluknya dengan air mata yang mengalir.

"Sayang, maafkan Ibu. Ibu nggak bermaksud menyangkalmu. Selama lima tahun ini, Ibu selalu memikirkanmu setiap hari ...."

Ketika Hanna memeluk Regan, tubuh kecil bocah itu tampak agak kaku.

Regan bisa mencium aroma parfum bunga dari tubuh Hanna.

Ini sangat berbeda dengan aroma manis yang samar dari tubuh Vanesa ....
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 603

    Ketika Vanesa kembali ke kamar rawat, Bella telah tertidur lagi.Argo melihatnya kembali dan segera berdiri. "Bu Vanesa."Vanesa menjawab dengan tenang, "Terima kasih, Argo.""Bu Vanesa nggak usah sungkan. Bella sangat imut. Merupakan suatu kehormatan bagiku dia bersedia memercayai dan dekat denganku," kata Argo sambil sedikit menundukkan kepalanya.Vanesa berkata, "Iya, meskipun Bella periang, kamu adalah pria asing pertama yang dia percayai dan bisa dekat dengannya padahal baru beberapa kali bertemu."Seberkas cahaya gembira pun terpancar dalam pandangan Argo yang terlihat di tepi topinya.Argo pikir telah menyembunyikannya dengan sangat baik, tetapi dia tidak tahu bahwa Vanesa telah melihat reaksinya dengan jelas.…Bella dirawat di rumah sakit selama lima hari dan Vanesa selalu menemaninya.Argo juga setia menemani mereka.Pada hari keenam, Bella pulih dan dipulangkan dari rumah sakit.Vanesa mengantar Bella kembali ke Bumantara. Dia memercayakan putrinya kepada Bibi Zaina dan Bibi

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 602

    "Paman Argo nggak berani, ya ...."Argo tersenyum. "Iya, Paman nggak sepemberani Bella.""Paman Argo sudah besar, tapi kalah dari anak kecil. Malu ah!"Argo langsung mengiakan tanpa keberatan, "Iya, Paman memang bikin malu. Bella tetap yang terbaik.""Iya! Ayahku juga bilang kalau aku adalah putri kecil terbaik!"Argo mengerutkan bibirnya.Setelah beberapa saat, dia berkata, "Kamu manis sekali, ayahmu pasti sangat menyayangimu.""Tentu saja!" kata Bella dengan bangga. "Ayahku sangat tinggi dan tampan! Jauh lebih tampan daripada ayahnya Karin. Tapi, ayahku terlalu sibuk. Dia nggak punya waktu untuk mengantarku ke TK. Anak-anak di TK bahkan nggak punya kesempatan untuk tahu kalau ayahku sangat tampan!"Masalah ini bisa dibilang adalah sebuah ganjalan dalam hati Bella.Ketika Bella teringat bahwa dia sudah lama tidak menghubungi ayahnya, dia pun merasa sedikit sedih."Paman Argo, aku sangat merindukan ayahku!"Sebersit rasa sakit muncul dalam pandangan Argo.Jakunnya sedikit bergerak dan

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 601

    Ketika Bella sadar, Vanesa sedang menjawab telepon.Vanesa berdiri di dekat jendela dengan punggung menghadap tempat tidur.Anak perempuan itu menatap ibunya dengan tenang. Dia tahu ibunya sibuk, tetapi dia sangat haus dan ingin minum air."Ibu ...."Vanesa menoleh ketika mendengar suara itu. Pintu kamar rawat didorong terbuka dan sesosok hitam bergegas masuk, lalu berjalan ke sisi tempat tidur putrinya."Bella mau apa?"Langkah Vanesa pun terhenti.Argo berpakaian hitam, dengan topi hitam dan topeng hitam yang hanya menutupi matanya. Secara logika, anak-anak seharusnya takut ketika melihatnya.Namun, entah mengapa Bella begitu percaya dengan Argo."Paman Argo, aku ingin minum air ...."Argo melembutkan nada bicaranya. "Oke, jangan bergerak. Biar kutuangkan air.""Terima kasih, Paman Argo ...." Suara Bella terdengar lembut. Tubuhnya tampak begitu kecil terbaring di ranjang rumah sakit sehingga orang-orang merasa tertekan hanya dengan melihatnya.Argo balas mengelus wajah Bella. Saat di

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 600

    "Gimanapun juga, aku yang merawat Bella dari awal. Aku paling paham kondisi tubuhnya. Aku tahu kamu takut merepotkanku, tapi anak sakit itu yang utama. Kamu nggak seharusnya punya pertimbangan lain," ujar Jerry.Vanesa terdiam sejenak mendengar itu.Jake berjalan ke jendela, lalu menempelkan tangan ke dahi Bella. "Sepertinya sudah agak turun panasnya," kata Jake."Ya, Bu Tia baru saja datang untuk memeriksa lagi. Katanya kondisinya cukup baik," ucap Vanesa.Jake mengangguk dan berkata, "Syukurlah."Jerry bertanya, "Pneumonia, ya?""Ya, pneumonia bronkitis," jawab Jake.Jerry berkata, "Biar aku periksa nadinya, nanti bisa kusiapkan sedikit obat herbal untuk ditempel di titik-titik akupuntur supaya cepat sembuhnya.""Kamu tiap hari sibuk, nggak perlu repot-repot begitu," ujar Vanesa."Aku nggak terlalu sibuk kok," kata Jerry. Dia menatap Vanesa, lalu bertanya, "Vanesa, apa kamu pikir aku akan menyakiti Bella?"Vanesa mengatupkan bibirnya, dan menatap Jerry cukup lama. Setelah beberapa sa

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 599

    Setelah disuntik, Bella pun tertidur pulas.Vanesa membaringkannya di ranjang, menarik selimut, lalu menaikkan pagar pembatas.Jake pulang untuk mengambil beberapa barang keperluan sehari-hari.Bella sepertinya harus dirawat di rumah sakit setidaknya empat sampai lima hari.Kini, di dalam kamar hanya tersisa Vanesa dan Bella.Sementara itu, Erry berjaga di luar pintu.Vanesa memandang wajah Bella yang tenang dalam tidur, kemudian mengusap lembut pipi mungilnya.Beberapa saat kemudian, dia berdiri dan berjalan ke arah pintu.Pintu terbuka dari dalam.Erry langsung menegakkan tubuh dan menatapnya refleks. "Bella sudah baik-baik saja?" tanya Erry dengan cepat.Vanesa berdiri di ambang pintu, menatapnya dalam-dalam.Tatapannya seolah tengah menilai sesuatu.Erry langsung waspada.Dia menundukkan kepalanya dan kembali ke sikap yang penuh hormat. "Maaf, Bu Vanesa. Aku nggak seharusnya langsung memanggil nama Nona Kecil," ucap Erry."Erry," panggil Vanesa."Ya, Bu," sahut Erry."Kamu kelihata

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 598

    Jake pergi mengurus administrasi rawat inap, sementara Alex menemani Vanesa dan Bella menuju ruang inap.Ruang itu ruang VIP. Alex memesan kepala perawat untuk menjaga Bella dengan baik selama beberapa hari ke depan.Bella sedang sakit, jadi emosinya kacau.Kondisinya masih demam tinggi, tetapi begitu mendengar akan disuntik, dia langsung menangis keras-keras dan menolak mati-matian."Aku nggak mau disuntik! Huhuhu …" tangis Bella."Kalau nggak disuntik, nanti nggak sembuh, Sayang," ucap Vanesa dengan lembut. "Kakak perawat ini hebat, jangan takut," lanjut Vanesa untuk membujuk Bella."Aku nggak mau!" teriak Bella. Kedua tangan mungilnya mencengkeram kuat baju Vanesa, dan terus menolak, "Aku nggak mau disuntik, suntik itu sakit!"Jake berkata, "Kalau begitu, gigit tangan Paman saja. Kalau kamu gigit tangan Paman, rasa sakitnya nanti akan pindah ke Paman.""Bohong!" teriak Bella sambil terisak-isak. Dia berkata, "Aku mau Ayah! Ibu, telepon Ayah dong! Aku mau Ayah temani aku!"Vanesa mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status