Share

Part 8

Author: Loyce
last update Last Updated: 2025-02-08 12:39:12

Lentera tidak meninggalkan kamar Raynar dan tidak ada keinginan untuk pergi. Dia hanya duduk diam sambil menatap suaminya dengan segala macam pertanyaan yang muncul di dalam kepalanya.

Ini sudah larut malam, tetapi dia tak bergerak dari sofa. Seharusnya dia tidur sekarang karena esok hari dia harus bekerja. Namun, dia tetap berada di kamar Raynar entah sampai kapan.

Hampir pukul tiga pagi, Raynar membuka matanya. Lelaki itu tampak begitu kesakitan dan dia bahkan harus mendesis panjang. Lentera yang mendengar itu membuka matanya. Perempuan itu ternyata ketiduran.

“Kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Lentera setelah duduk di pinggiran ranjang.

Raynar tidak menjawab. Lelaki itu sesekali menutup matanya ketika rasa sakit itu menghantam tubuhnya tiada ampun. Sepertinya bukan hanya wajahnya yang babak belur, ada bagian lain dari tubuhnya yang terluka.

“Kalau masih kesakitan, aku akan membawamu ke rumah sakit.” Lentera mencoba memberikan pendapatnya. Namun, Raynar menggeleng.

Dengan susah payah, lelaki itu membuka mulutnya meskipun perih yang dirasakan tidak main-main. “Bagas sudah mengurusnya.”

“Mengurus apa? Kamu masih ada di sini dan nggak mau dibawa ke rumah sakit.”

“Tidurlah.” Raynar menatap Lentera dengan lekat. “Kamu besok ke kantor ‘kan?” Dalam situasi seperti ini, Raynar bahkan masih memikirkan istrinya.

“Kembalilah ke kamarmu.” Raynar kali ini merangsek untuk menurunkan kakinya dari ranjang  dengan susah payah. Dia kembali menunduk seolah ada nyeri yang menghantamnya.

Reflek, Lentera memegani lengan Raynar. “Kamu butuh apa sebenarnya? Biar aku ambilkan,” ucap Lentera dengan sungguh-sungguh.

Raynar berhasil turun dari kasur dan dengan lembut meminta agar Lentera keluar dari kamarnya. “Aku udah nggak papa.” Begitu katanya. “Aku nggak mau kamu kelelahan karena menemaniku. Kembalilah ke kamarmu dan tidurlah.”

Tatapan Raynar tampak begitu lembut agar Lentera tidak merasa tersinggung dengan ucapannya. Lentera menarik napasnya panjang dan dia mengangguk mantap.

“Oke kalau kamu merasa sudah sehat. Aku akan keluar sekarang.” Meskipun dia berucap demikian, ada di dalam sisi hatinya yang tidak rela. Namun, ini adalah tentang harga diri. Kalau memang Raynar tidak ingin dia ada di sana, dia dengan senang hati untuk pergi.

Pintu Raynar tertutup dan suara kunci terdengar setelah Lentera keluar dari kamarnya. Hal itu membuat Lentera merasa jika Raynar sudah menolaknya secara terang-terangan. Bagaimana mungkin Raynar melakukan itu setelah dia mengatakan akan bertahan dengan pernikahan mereka.

“Bukan hanya wajahnya yang babak belur, sepertinya otaknya juga ikut luka.” Lentera mendengus kesal. “Aku dengan baik hati menemaninya, tapi begitu tanggapannya? Aku tidak sudi lagi peduli denganmu. Mau kamu pingsan sekalipun, aku tidak akan pernah peduli.”

Lentera menatap pintu kamar Raynar yang tertutup itu dengan penuh amarah. Dia sungguh merasakan tersinggung dengan perilaku Raynar. Lelaki itu sudah menginjak harga dirinya. Pantas kalau dia babak belur seperti itu, mungkin ada orang di luar sana yang tidak suka dengannya dan memilih menghajarnya.

Begitulah kira-kira dugaan-dugaan yang muncul di dalam pikiran Lentera sekarang. Perempuan itu berbalik pergi ke kamarnya dan membanting pintunya dengan kesal.

Keesokan harinya, Bagas datang bersama dengan seorang dokter yang diperkenalkan sebagai dokter pribadi Raynar. Lentera yang melihat sosok dokter cantik itu segera mengernyit. Jadi, ini alasan kenapa Raynar tidak ingin dibawa ke rumah sakit?

“Ibu, Dokter Gita akan memeriksa Bapak.” Bagas membuyarkan pikiran-pikiran liar yang muncul di kepala Lentera.

“Oh, silakan. Mari saya antar.” Lentera berjalan lebih dulu diikuti oleh Bagas dan Gita di belakangnya.

Pintu Raynar tidak lagi terkunci dan Lentera dengan mudah membuka pintu tersebut. Diam-diam, Lentera mendengus. Sepertinya Raynar tahu betul caranya berakting.

“Silakan, Dokter.” Lentera meminta dr. Gita untuk masuk lebih dulu dengan membuka pintu kamar Raynar dengan lebar.

“Terima kasih, Bu.” Perempuan dengan jas putih itu tersenyum lembut.

Sayangnya, saat mereka masuk ke dalam kamar tersebut, Raynar tidak ada ranjangnya. Lentera bergegas untuk mencari suaminya dan dia mengetuk pintu kamar mandi. Tidak ada jawaban dari dalam.

“Ray ....” Lentera kembali mengetuk pintu kamar mandi dengan sedikit was-was. Untungnya, tak lama setelah itu pintu kamar mandi terbuka dan memunculkan Raynar di balik pintu.

“Sorry. Aku bersih-bersih tadi.” Lelaki itu sudah mengenakan pakaian rumahan dan sedikit lebih segar. “Oh, Dokter sudah datang.”

Lentera secara alami memegangi Raynar dan memapahnya kembali ke ranjang. Tidak, dia tidak sedang berpura-pura agar mereka terlihat rukun di depan orang lain, tetapi itu reflek dilakukan.

“Berbaringlah, Pak. Saya akan memeriksa luka Bapak.” Dokter itu memberikan interuksi yang langsung dipatuhi oleh Raynar.

“Saya rasa, Dokter harus melihat lebam yang ada di perut Pak Raynar.” Bagas memberi tahukan tentang itu karena Raynar tidak mengatakan apa pun. Bahkan Lentera pun sedikit terkejut dengan ucapan Bagas.

Jadi, luka itu bukan hanya di wajahnya, tetapi juga ada di bagian tubuh yang lain?

“Bapak bisa membuka baju Bapak,” perintah Dokter.  

Raynar pun hanya mengangguk. Dia melepaskan kaos yang dipakai dan segera saja, lebam di bagian perut dan pinggannya itu terlihat. Lentera yang melihat hanya bisa membelalakkan matanya. Dia semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan Raynar.

Dokter pun tampak menggelengkan kepalanya. Perempuan itu bahkan mengintograsi Raynar kenapa semalam tidak langsung dibawa ke rumah sakit. Bagaimana kalau ada terjadi sesuatu dengan organ vitalnya?

“Bapak harus pergi ke rumah sakit.” Akhirnya Dokter itu mengambil keputusan. “Bapak harus mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. Untungnya ….”

“Dia baik-baik saja.” Raynar mengangguk dan menatap dokter tersebut seolah memberikan isyarat untuk tidak mengatakan hal yang harus disembunyikan.

Tarikan napas dokter tersebut tampak berat. “Baiklah, hari ini segeralah ke rumah sakit dan melakukan pemeriksaan. Pak Bagas tolong atur itu juga.”

“Baik, Dokter.” Bagas mengangguk dan mengerti apa yang harus dilakukan.

Di ruangan itu, hanya Lentera yang terlihat bodoh dan tidak tahu apa-apa. Dia hanya berdiri di sisi ranjang yang lain dan menatap Raynar dengan tatapan kosong. Sepertinya ada banyak teka-teki mengenai Raynar yang tidak dia ketahui.

‘Tentu saja kamu nggak tahu apa pun tentang dia. Bukankah kamu selalu memperlakukannya seperti musuh.’ Satu sudut hatinya mengatakan itu seolah tengah menampar wajah Lentera secara langsung.

“Baiklah. Saya pamit sekarang. Setelah saya periksa, memang tidak ada hal yang serius. Tapi, kita akan tahu lebih lanjut setelah pemeriksaan lanjutan di rumah sakit.”

Dokter itu berdiri. Dia menatap Lentera yang sejak tadi hanya diam tanpa mengatakan apa pun. “Saya pamit dulu, Bu. Pak Raynar bisa segera dipersiapkan untuk berangkat ke rumah sakit.”

Lentera sedikit tergagap karena dokter tersebut berbicara dengannya secara tiba-tiba. “Baik, Dokter. Terima kasih.”

Dokter Gita itu tersenyum ramah sebelum dia keluar dari kamar diikuti oleh Bagas di belakangnya. Alih-alih tetap berada di dalam kamar Raynar, Lentera ikut keluar membuat Raynar mengernyit sebelum menggelengkan kepalanya ringan.

“Bisa kita bicara sebentar?” Lentera ‘menghadang’ Bagas yang baru saja berbalik untuk kembali ke kamar Raynar.

“Ibu.” Bagas mengangguk sopan. “Ibu ingin bicara apa dengan saya?”

Lentera tampak ragu. Namun, rasa penasarannya tidak bisa menunda untuk mendapatkan jawaban. Maka sebelum dia bertanya, Lentera menarik napas panjang untuk meyakinkan dirinya sendiri.

“Apa yang sebenarnya terjadi dengan Raynar sampai dia babak belur seperti itu?” tanya Lentera dengan suara penuh tuntutan. “Apa dia punya musuh di luar sana?”

Bagas dengan tenang menjawab, “Sebaiknya Ibu langsung tanya kepada Bapak. Karena itu bukan ranah saya untuk menjawab.”

“Dia tidak bersedia bercerita.”

Bagas tersenyum lagi. “Mungkin Bapak begitu menyayangi Ibu sampai dia tak ingin berbagi kesedihannya.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Manis Suamiku   Part 26

    Lentera merasa tenang akhir-akhir ini karena sudah ‘berdamai’ dengan keadaan. Bukan dia dengan mudah menyerah, tetapi faktanya, dia tidak bisa melakukan banyak hal karena semua keluarganya menghalangi usahanya.Maka jalan satu-satunya adalah dengan menerima pernikahan ini dengan caranya. Lantas akan sampai kapan semua ini berlaku? Lentera pun tidak tahu. Dia akan menjalani saja sampai benar-benar lelah.Ketukan pintu kamar Lentera membuat si empunya harus mendesah panjang. Matahari belum muncul dan Lentera masih tiduran di atas ranjang sambil memaninkan ponselnya. Namun, dia mau tak mau harus bangun dan melihat siapa yang sudah mengetuk pintu.“Selamat pagi, Tera.” Raynar tersenyum dengan cerah bak mentari pagi ketika menatap Lentera yang ada di depannya. “Ini hari minggu dan aku mau ajak kamu jalan-jalan. Kamu nggak ada kegiatan apa pun ‘kan?” tanya Raynar.“Tiba-tiba banget.” Tidak ada rasa antusias yang dirasakan oleh Lentera dengan ajakan Raynar.“Jalan kaki selama tiga puluh meni

  • Cinta Manis Suamiku   Part 25

    Aroma lezat itu terdeteksi oleh hidung Lentera ketika dia baru saja turun dari lantai dua. Dengan langkah panjang, dia segera masuk ke dalam ruang makan dan melihat Raynar berdiri di depan kompor.Secara alami, Lentera mendekat untuk melihat apa yang dimasak oleh Raynar. Itu adalah nasi goreng dengan suiran ayam. Dia tak mengatakan apa pun dan hanya melihat bagaimana lincahnya Raynar mengaduk nasi tersebut di atas wajan.Mengambil sendok, Raynar menyendokkan sedikit nasi tersebut sebelum memberikan kepada Lentera. “Cobalah. Kalau rasanya kurang pas, aku bisa memperbaikinya.”Tanpa diminta dua kali Lentera langsung menerima nasi itu dari suapan Raynar. “Udah pas rasanya.” Begitu katanya.“Kalau begitu, kamu duduk aja. Aku akan menyiapkan untukmu.” Raynar tersenyum kecil dengan penuh ketulusan.Lentera lagi-lagi menurut. Dia memilih untuk duduk di kursi makan dan menunggu Raynar. Tak lama, Raynar membawa dua piring nasi goreng dan meletakkan satu piring di depan Lentera dan satu lagi te

  • Cinta Manis Suamiku   Part 24

    Lentera menatap punggung Raynar yang menjauh dari pandangannya. Tidak bisa dipungkiri ucapan Raynar itu adalah pukulan telak untuk hatinya. Pertama kalinya, Raynar berbicara dengan nada ketus. Itu tanda jika lelaki itu benar-benar tengah dalam kondisi perasaan yang tidak baik-baik saja.Dia hanya bisa berdiri dengan tubuh yang terasa membeku. Tiba-tiba saja dia merasa perasaannya juga tidak nyaman.“Astaga.” Begitu katanya dengan hembusan napas panjang. “Kenapa aku harus merasakan ini?” Lentera berlalu dari tempat itu untuk masuk ke dalam rumah.Dia tak menemukan Raynar di ruang keluarga, pasti lelaki itu ada di ruang kerjanya atau bahkan di kamarnya. Lentera tidak ingin mengganggu lelaki itu dan memilih untuk pergi ke kamarnya sendiri.Kejadian hari itu pada akhirnya, membuat hubungan Raynar dan Lentera yang tadinya hampir membaik pun kembali renggang. Bahkan, Lentera jarang sekali melihat kemunculan Raynar di rumah mereka. Dia yang entah kenapa mengubah jadwal kerjanya menjadi lebih

  • Cinta Manis Suamiku   Part 23

    “Kalau aku mau egois, aku akan memaksamu untuk melakukan apa yang aku mau, Lentera. Tapi, aku nggak mau melakukannya karena keterpaksaan. Jadi, lupakan saja apa yang aku katakan tadi.”Kalimat itu adalah kalimat yang Raynar katakan ketika mereka sudah sampai di depan kantor Lentera. Raynar tahu betul Lentera tidak nyaman dengan permintaannya dan dia memang sengaja memberikan jeda untuk Lentera berpikir. Faktanya ketika dia meminta hal itu, Lentera terdiam seribu bahasa.Tidak ada penolakan, tetapi ekspresi wajahnya tidak menentu. Ada keraguan yang terlihat, tetapi dia seolah berpikir untuk menerimanya.Setelah mengantarkan Lentera, Raynar memilih kembali ke kantor. Namun, dia tak lagi mengambil lembur karena dia tahu kondisi fisiknya belum benar-benar membaik. Dia pulang saat matahari masih berkuasa.Membaringkan tubuhnya di kasur, Raynar menatap langit-langit kamar. Setelah Lentera nanti pulang, mungkin pembahasan tentang Raynar dan keluarganya masih akan menjadi topik obrolan mereka

  • Cinta Manis Suamiku   Part 22

    Raynar sejak tadi hanya terus memasang wajah dinginnya. Lentera menyaradi itu, tetapi dia tak bisa berbuat apa pun kecuali hanya diam. Ini adalah pertama kalinya dia duduk bersama suami dan juga ayah mertuanya. Ditambah lagi ada kakak iparnya yang mengatakan jika dia ‘membenci’ Raynar.Tentu saja situasi mereka sangatlah canggung luar biasa. Raynar tampaknya tidak berniat mengawali obrolan dan terlihat tak acuh.“Kamu mau tambah sesuatu?” Namun, pada akhirnya dia menoleh pada Lentera dan menawarkan sesuatu. Tadinya dia yang duduk di depan Lentera memilih pindah dan duduk di samping istrinya.“Nggak. Aku udah kenyang,” jawab Lentera.“Kalau begitu, kita bisa pergi sekarang?”“Ya, pergi saja, Raynar. Anggap saja tidak ada kami di sini.” Brian menjawab ucapan Raynar membuat situasi semakin tidak nyaman.Raynar yang tadinya menatap Lentera itu pun segera mengalihkan tatapannya ke arah Brian. Tatapannya pada kakaknya itu dingin dan tajam. Mereka tak ubahnya seperti musuh yang berlindung da

  • Cinta Manis Suamiku   Part 21

    “Bapak.” Bagas terkejut melihat bosnya muncul di kantor. “Bapak sudah lebih baik?” Bagas mengekori Raynar yang masuk ke dalam ruangannya. “Seharusnya Bapak tetap di rumah biar saya saja yang datang nanti.”Raynar terkekeh kecil. “Saya sudah lebih baik. Saya bosan kalau harus tetap berada di rumah.” Lelaki itu duduk di kursi sambil sesekali mengernyitkan dahinya. Ekspresinya itu tertangkap oleh netra Bagas dan kekhawatiran itu terlihat.Raynar mengangkat tangannya saat Bagas ingin mendekatinya. “Kamu berikan saja berkas yang perlu saya cek. Saya sudah sehat, Bagas.”Bagas menurut dan dia akhirnya hanya mengangguk. Membalikkan badannya untuk keluar dari ruangan Raynar sebelum dia mengambil berkas dari mejanya.“Bapak ingin dibuatkan minuman apa?” tanya Bagas setelah meletakkan tumpukan berkas di atas meja Raynar. “Bapak untuk sementara tidak boleh minum kopi dulu.”“Saya tahu. Nanti siang saja kamu bisa pesankan saya kelapa muda.” Bagas mengangguk dan menyetujui permintaan Raynar. “Dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status