“Kamu sebenarnya mengundang siapa untuk mendampingimu malam ini?“ tanya Jordi masih dengan nafas terengah-engah begitu menemukan Dava.
“Tentu saja Kirana artis pendatang baru yang sudah dua tahun ini kuincar,“ jawab Dava santai dengan merapikan ujung rambut di depan kaca.
“Benar? Kamu tidak melupakan sesuatu?” tanya Jordi lebih lanjut.
Dava tampak berpikir kemudian menggelengkan kepalanya. Penyanyi tampan dengan karier mentereng yang menciptakan sendiri lagu-lagunya ini sudah terkenal sebagai Playboy profesional di dunia hiburan. Apalagi di dukung dengan visual tampan yang ia miliki.
“Dasar Playboy kadal, di depan hotel ada Kirana dan juga Vika yang sudah menunggu di dalam mobil untuk kamu jemput, mereka tidak bisa masuk tanpa undangan.“
Dava mulai pucat, “Sial, kenapa aku bisa lupa membatalkan janji dengan Vika!“ Dava begitu senang karena Kirana akhirnya bisa menerima ajakannya setelah puluhan kali di tolak dan melupakan bahwa ia sudah memiliki janji dengan Vika jauh sebelumnya. Vika adalah reporter salah satu majalah yang sudah satu bulan ini Dava kencani.
“Bagaimana ini? Jika aku menghampiri Kirana, maka Vika bisa menulis berita buruk esok harinya. Tapi jika aku memilih Vika, bagaimana dengan Kirana yang setelah sekian lama aku dambakan.“
Dava mondar-mandir kebingungan, Gavin dan Arka malah tersenyum penuh kegembiraan melihat masalah yang telah diciptakan Dava. Arka dan Gavin memang sepakat tidak ingin mengajak wanita di pernikahan Ara karena ingin menikmati setiap momen bahagia adiknya itu. Bagi Gavin berfoto di pernikahan Ara dengan wanita yang belum tentu jadi bagian keluarga mereka kelak, akan merusak kesakralan album pernikahan milik adiknya nanti.
“Bukankah aku sudah memutuskan Vika?“ tanya Dava pada Jordi asistennya.
“Belum, jatuh tempo putusnya masih seminggu lagi!“ jelas Jordi asisten yang tahu betul berapa lama artisnya itu mampu bertahan dalam sebuah hubungan.
“Haiiiss bagaimana ini? “
“Come one you need to choose which one! Mereka sudah meneleponku berkali-kali!“ desak Jordi
Dava berjalan keluar dari ruang ganti menuju lobi hotel dimana terdapat mobil kedua gadis itu. Di belakangnya mengekor ke dua sahabatnya Gavin dan Arka yang mengenakan setelan tuxedo mewah berwarna biru tua. outfit senada yang didesain langsung oleh desainer kenamaan langganan para artis.
Tak berapa lama kemudian dua gadis berbalut gaun pesta itu sama-sama keluar dari mobil mencari keberadaan Dava yang sudah sekian lama belum terlihat menghampiri mereka. Mata mereka nanar ke setiap arah. Dava segera bersembunyi di balik tanaman hias lobi hotel, menenggelamkan tubuhnya agar tidak terlihat oleh kedua gadis itu.
“Tak bisakah kamu batalkan semua saja?” tanya Dava pada Jordi dengan wajah memelas.
“Kamu gila! mereka sudah berdandan rapi dan siap memasuki acara pesta,“ pekik Jordi sinis mengisyaratkan bahwa itu sulit terjadi.
Di tengah kerisauan Dava, kedua temannya Arka dan Gavin berjalan menuju depan hotel dengan penuh pesona. Mereka menghampiri Kirana dan Vika yang berdiri sedikit berjauhan tanpa mereka sadari tengah menunggu pria yang sama. Gavin berjalan menuju Kirana dan Arka ke arah Vika.
“Kamu bisa masuk bersamaku terlebih dulu, Dava sedang ada keperluan membantu Ara bersiap,“ ucap Arka sambil menyodorkan lengannya untuk diraih Vika. Kini reporter cantik dengan rambut seleher itu membalas ajakan Arka dengan meraih tangan pria tampan itu. Di antara Dava dan Gavin visual tertampan paling menonjol adalah Arka. Ia memiliki garis wajah tegas yang merupakan hasil perkawinan silang Indo-Ausi. Tingginya hampir 180 Cm dengan tubuh bidang berotot.
“My pleasure!“ Vika merangkul lengan Arka, gadis itu begitu terpukau dengan ketampanan pria tinggi besar yang kini berjalan seiring dengan langkahnya.
“Gila nih cowok serbuk berlian abis! Andai saja dia bukan sahabat Dava.“ guman Vika di dalam hati.
“Kenalkan aku Gavin CEO di manajemen artis Stone yang membawahi Dava. Ia sedang sibuk membantu Ara. Kamu bisa masuk lebih dulu bersamaku!“ ucap Gavin sambil menjabat tangan Kirana.
“Oh iya, aku Kirana, senang bisa mengenalmu!“ Tangan lembut Kirana kini menyambut jabatan tangan itu. Gavin kemudian menyodorkan lengannya untuk di gandeng oleh Kirana pemeran film terkenal yang sedang naik daun.
Kini baik Gavin dan Arka tengah berjalan bersama dua gadis Dava menuju ballroom, Dava hanya bisa menatap datar dari balik pohon hias hotel. Entah harus bersyukur karena telah diselamatkan atau merasa khawatir karena dua wanitanya kini tengah berada di tangan Playboy lain, yang bisa saja membuat ia harus kehilangan keduanya secara langsung.
***
Pesta pernikahan hanya tinggal sepuluh persen saja yaitu kedatangan pengantin laki-laki yang hingga menit ke-lima sebelum ikrar akad diucapkan tak kunjung terlihat. Tak ada kabar apa pun dan juga tak bisa dihubungi. Ferdi Si pengantin pria seperti lenyap ditelan bumi. Ara begitu cantik berbalut gaun pengantin dengan tatanan rambut kepang dihiasi lilitan manik mutiara kecil yang mengitari tiap lekuk rambut coklatnya, penampilannya sempurna dengan make up tipis di atas wajah cantiknya, tetapi sayang pria yang ingin ia tunjukkan betapa cantik dirinya tidak akan pernah menatapnya penuh haru saat berjalan di altar.
Ara kini sibuk mengecek handphone keluaran terbaru brand dengan logo apple mencoba menghubungi Ferdi yang tak ada respons sedikit pun.
“Bagaimana? Ada kabar dari Ferdi?“ Tanya Dava yang sedari tadi menemani Ara di ruang tunggu pengantin perempuan setelah kejadian Vika dan Kirana yang kini tengah berada di ruang pesta. Ia sudah tidak bisa menampakkan lagi batang hidungnya di hadapan mereka dan memilih berada di samping Ara, setidaknya di sini ia bisa mendekati jajaran bridesmaid cantik teman Ara.
“Nomornya masih tidak aktif,“ jawab Ara.
“Sialan, akan kulumat dia jika sengaja tidak datang!“ maki Dava setelah bersabar satu jam lebih menunggu kedatangan Ferdi dari acara yang dijadwalkan.
Tiba-tiba wajah Ara padam ketika layar handphone yang ia pegang menyala dan menampilkan pesan di layarnya.
Braaakkk
Perhatian mereka seketika beralih pada Gavin yang dengan keras membuka pintu ruang tunggu pengantin. Jelas ia datang dengan raut kesal setelah sekian lama membuat para tamu undangan bersabar untuk menunggu.
“Apa belum ada jawaban dari Ferdi?” Tanya Gavin begitu masuk.
“Kak, sepertinya aku tidak jadi menikah hari ini,“ jawab Ara sambil menepuk pundak Gavin sang Kakak yang penuh kecemasan.
“Hah, maksudmu apa?“ tanya Gavin
“Ferdi baru saja mengirim SMS, dia bilang tidak bisa menikah denganku.“
Gavin terkejut raut wajah tampannya mulai terlihat urat-urat kemarahan yang siap meledak. Ia baru tahu sedang dipermainkan oleh Ferdi. Seorang pemuda yang ia kira pria baik sehingga dengan legowo mempersilahkan adiknya dipersunting olehnya yang bahkan tidak sepadan dengan status keluarga Ara dan Gavin sebagai anak konglomerat dengan Ferdi yang baru saja membangun usaha franchise dibidang makanan. Gavin menatap wajah adiknya, tampak jelas raut kesedihan meski tak ada air mata keluar dari pelupuk matanya. Saat Gavin memegang tangan Ara, tangan putih itu terasa sangat dingin.
Gavin memeluk Ara, “Tak apa, kakak akan membereskan semuanya,“ ucap Gavin di pelukan adiknya.
“Aku ingin pergi ke aula pernikahan kak. Tolong gandeng tanganku menuju altar seperti rencana semula,” pinta Ara
“Apa maksudmu? Itu akan mempermalukanmu. Kakak yang akan ke sana dan menyampaikan bahwa pesta batal!“
“Tidak kak, kita sudah habis uang banyak untuk pesta ini dan juga biaya yang tak murah untuk membuatku terlihat cantik dengan gaun pengantin ini. Setidaknya biar para tamu tahu betapa seorang sepertiku tidak cocok dipermainkan.“
Gavin menuruti perkataan adiknya, seorang yang ia jaga dan besarkan dengan penuh kasih sayang tanpa kehadiran orang tua mereka.
“Aku akan pastikan kamu membayar semuanya bahkan lebih daripada yang kamu bayangkan Ferdi,” ancam Gavin dalam hati sambil menggandeng tangan Ara menuju ruangan pesta.
Pintu putih besar aula pernikahan dibuka, sorot lampu di arahkan pada mereka. Nenek kakek Gavin berjalan tertatih menuju pada ke dua cucunya itu. Mereka begitu kelelahan mengitari tiap meja tamu dan meminta maaf mengenai keterlambatan pesta pernikahan cucu perempuan satu-satunya.
“Apa yang terjadi? Ferdi belum datang tetapi kalian tetap menuju altar?“ tanya mereka yang usianya sudah mendekati 70 tahun.
“Setelah ini kami akan jelaskan, mohon tunggulah di sini,“ jelas Ara lirih.
Mereka melanjutkan langkahnya menuju altar, Gavin melepaskan rangkulan tangan Ara di lengannya. Membiarkan adiknya menuju podium, tamu yang sedari tadi sudah berdiri terdiam sunyi menunggu apa yang akan di ucapkan mempelai tanpa pengantin pria itu.
“Selamat malam semuanya, terima kasih sudah datang di acara yang semula adalah pesta untuk pernikahanku,“ ucap Ara terlihat tabah, ia menutupi semua kesedihan dan sakit hati yang ia rasakan. Juga menahan air mata yang sudah siap menyusup ke celah pelupuk matanya.
“Pesta malam ini akan tetap berlanjut meski tanpa mempelai laki-laki. Anggap saja ini adalah jamuan makan malam pesta ulang tahunku yang jatuh minggu depan. Aku harap kalian bisa menikmati makanannya, kami sudah memilihkan menu terbaik di hotel ini dengan teliti. Rasanya akan hambar jika memakannya dengan bergunjing. Katakanlah hal-hal baik di depan makanan. Trimakasih dan selamat menikmati,“ ucap Ara sambil tersenyum. Perlahan ia berjalan meninggalkan ruangan pesta. Para tamu saling menatap satu sama lain hingga akhirnya para pemain band mulai memainkan musik untuk memecah keheningan, semua pelayan hotel juga mulai menyiapkan menu pada meja para tamu, sementara Ara dan keluarga besarnya berjalan meninggalkan ballroom mewah itu untuk naik ke kamar hotel.
Praaaakkk...Tongkat itu terjatuh ke lantai setelah sebelumnya dilempar ke arah Gavin meninggalkan luka robek kecil di ujung kiri kening Gavin. Tubuh laki-laki itu tetap terdiam meski sempat menyeringai kesakitan. Nenek Gavin yang terkejut langsung menatap tajam ke arah kakek Gavin yang sudah membuat cucunya terluka. Belum sempat ia marah tangannya di raih oleh Tante Geby, sambil memberikan isyarat gelengan kepala agar tidak ikut campur.Tante Geby seperti orang tua pengganti bagi Gavin dan Arabella setelah kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa ke dua orang tua mereka yang tak lain adalah kakak Tante Geby. Ia rela tidak menikah hanya untuk membesarkan ke-dua keponakannya yang masih kecil ketika itu. Meski ia begitu mencintai mereka seperti darah daging sendiri, tetapi kali ini ia berada di pihak orang tuanya. Ia merasa kecewa pada Gavin yang telah lengah pada Ferdi yang ternyata hanya mempermainkan Ara.“Inikah hasil didikanmu sebaga
Tiga bulan sebelum pesta pernikahanDiusia Ara ke 25 tahun, ia mulai memperkenalkan sosok Ferdi sebagai pria pertama yang telah ia pilih menjadi kekasihnya. Ara bertemu Ferdi disebuah seminar kampus sebagai narasumber, perkenalan semakin dalam hingga mengantarkan mereka pada hubungan sepasang kekasih yang kini harus ia kenalkan kepada ketiga kakaknya itu.Malam ini mereka bertiga akhirnya bertemu dengan Ferdi dan Ara di sebuah Club NintyNine tempat Gavin, Arka dan Dava sering menghabiskan waktu untuk berpesta dimalam hari. NintyNine adalah club ternama tempat orang-orang highclass berpesta tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalam apalagi menjadi member di sini.Ara menggandeng lengan Ferdi menuju ke arah dua pria yang tengah bercengkerama di depan bartender pria berusia dua puluhan, tangannya terlihat lihai dalam mencampur minum beralkohol dan juga cocktail
Rumah pagi ini dibuat gempar atas kepergian Ara yang tiba-tiba dan hanya meninggalkan secarik kertas berisi izin keberangkatan ke ItaliaSelamat pagi Tante Geby dan Kak Gavin,, Ara akan tetap pergi ke Italia sesuai rencana awal meski tanpa Ferdi. Aku rasa sangat disayangkan jika tiket pesawat bahkan hotel harus hangus, lagi pula aku juga butuh penyegaran. I’m fine jadi jangan khawatir. “Aku harus menyusul Ara ke sana, dia tidak pernah keluar negeri sendirian,” tegas Gavin di depan tante Geby dengan raut khawatir.“No Vin, Just leave her to calm down! Ara sudah dewasa Vin, kamu tidak harus selalu membayangi dia. Ara juga butuh me time,” bantah Tante GebyGavin terdiam, lagi pula ia memiliki jadwal padat di kantornya. Sangat mustahil membatalkan beberapa jadwal penting demi menyusul Ara. Meski begitu ia masih mencemaskan Ara. Ia merasa bersalah karena menjadi alat balas dendam Ferdi padanya.
Milan, Italia Pagi ini Arka bangun lebih awal, ia segera membuka tirai jendela kamar hotel, menyaksikan jalan yang mulai rame oleh pejalan kaki. Sebagian orang tampak berjalan membungkuk menahan hawa dingin yang menerpa tubuh mereka meski sudah mengenakan pakaian hangat. Masih ada tiga jam sebelum rapat dengan investor di kantor yang berada tak jauh dari hotel ini, Arka segera mandi dan menyeduh kopi, cahaya silau dari jendela dan aroma kopi membangunkan Ara yang sebelumnya masih tertidur pulas, ia merenggangkan tubuhnya dan duduk dengan rambut yang berantakan. “Ck ck ck, apa kamu pergi ke Italia hanya untuk pindah tidur, orang lain pergi berlibur sengaja bangun pagi dan segera berwisata tapi kamu malah masih bermalasan di tempat tidur,“ sindir Arka Ara menatapnya sinis, “Kamu bawel sekali seperti mertua yang melihat menantunya bangun kesiangan!” “Lap dulu air liurmu itu baru membantah!“ Arka tersenyum simpul sambil menyeruput kopi hitamnya.
Rapat sudah berlangsung selama dua jam dan belum menemukan jalan keluar dari turunnya harga saham setelah batalnya pernikahan Ara yang mulai tersebar. Wajah dewan direksi mulai menunjukkan raut kesal dan lelah membuat Kakek, Tante Geby dan Gavin yang berada dalam rapat itu mulai terpojok. Mereka harus membuat para dewan tenang dengan keputusan apa yang akan mereka ambil.“Buat Ferdi dan keluarganya tersandung masalah, cari masalah sekecil apa pun yang bisa menyeret mereka pada unsur Pidana. Blow up beritanya, dan sogok media agar membuat Ferdy menjadi orang jahat sehingga simpati akan segera mengalir pada Ara,“ ucap Kakek Gavin menutup rapat yang mulai membuat ia lelah, mengingat usianya yang tak lagi muda.“Baik akan segera saya laksanakan! “ jawab Damar“Waktumu hanya 24 jam! “ Damar mengangguk pada perintah Kakek Gavin.Keputusan final kakek Gavin membuat sebagian dewan mulai tenang dan
Tiga puluh menit sudah berlalu sejak Gavin dan Ferdi keluar namun belum juga datang menjemput Dava. Entah bagaimana Dava yang resah mulai menuangkan gelas demi gelas wiski ke kerongkongan yang terus terasa kering menahan rasa gelisah berada di dekat Dina yang tak henti membelai dada bidang milik Dava tak butuh waktu lama ia runtuh dan tak sadarkan diri. Selang dua jam setelah kepergian Gavin ia menemukan dirinya tengah terkapar di sebuah kamar hotel mewah sendirian dengan hanya menggunakan celana boxer, sayup-sayup ia dengar nyanyian sumbang Dina di dalam kamar mandi.Dava duduk, ia mulai mencerna semua yang terjadi, kepalanya masih pusing, dan terus memijat keningnya untuk mengurangi rasa sakit kepala yang di derita. Sontak ia terkaget dengan kedatangan Dina dari kamar mandi tengah mengenakan busana setelah G string menerawang, lemak dan juga kerutan memburai dari setiap sisi tubuh wanita paruh baya itu.“Astaga, mati aku kenapa Gavin lama seka
Zermatt, Swiss “Bukankah menginap di sini sangat mahal? Kamu benar-benar tahu cara menghamburkan uang kakekmu untuk laki-laki yang malah kabur di hari pernikahan,“ canda Arka setelah mereka memasuki Chale sebuah penginapan mirip Vila pribadi yang sudah Ara pesan jauh hari sebelum pesta pernikahan. Mata Ara melotot tajam ke arah Arka setelah mendengar perkataan Arka yang menusuk hatinya. “Ups,, maaf!“ Arka segera merangkul pundak gadis yang tengah menatapnya tajam itu. “Aduh dingin sekali, aku tidak pernah suka berlibur saat musim dingin apalagi pada daerah bersalju,“ lanjut Arka sambil merangkul erat pundak Ara. Arka berkeliling di Chale yang sebagian besar bangunannya terbuat dari kayu, ada perapian di depan ruang keluarga, sebuah jacuzzi outdoor yang terletak menghadap pegunungan. “Dingin sekali, di mana kamarku? Aku sangat lelah dan ingin tidur?” tanya Arka pada Ara yang sedang naik tangga dengan menenteng koper miliknya.
Sebuah gudang pengap berdiri di antara jajaran industri lain di kompleks pergudangan pinggiran kota Jakarta, sebuah gudang tua yang lama ditinggalkan karena kebakaran ruang produksi pada bagian belakang 10 tahun silam. Cat mulai memudar di bakar sinar matahari dan juga debu tanpa adanya perawatan, bahkan rumput mulai tumbuh di cela-cela rekahan lantai. Sarang laba-laba juga bertengger di setiap sisi menambah kesan misteri gudang dengan luas hampir satu hektare. Gavin dan Dava membuka pintu besi besar berwarna hijau gudang ini, membuat ruang yang awalnya hanya temaram cahaya lampu neon kuning kini di susupi lampu terang mobil Gavin yang sengaja tak ia padamkan. Seseorang tengah duduk tak berdaya di kursi kayu dengan tangan dan kaki terikat, wajahnya sudah penuh lebam dan baju yang mulai berantakan bekas dihajar tiga orang anak buah Damar yang kini tengah bermain kartu di meja sebelah Ferdi berada. Ada sebuah perapian yang mereka buat dari drumb besi bekas oli samping meja mer