Pram menggandeng tangan Shea sepanjang menuruni tangga sempit.
Dia tidak berhenti menoleh, mengulas senyum seolah memastikan Shea masih ada di sana, nyata berada di sisinya.Perasaan Shea berdesir hebat, Pram kelihatan senang sekali ketika Shea menghubungi, seakan dia sudah menunggu begitu lama dan saat Shea meminta bertemu, dia langsung menawarkan untuk menjemput.“Nggak usah Pram, aku yang akan ke Studio,” tolak Shea tadi.Namun Pram tidak mengerti, rasa antusias membuat dia nekat mengendarai mobilnya melaju ke gedung apartemen lalu membawa Shea ke kafe Mba Mala.“Hati-hati, di bawah sini agak pengap, tapi aku yakin kamu bakal suka.”Kini, selagi menuruni anak tangga, Shea menahan gejolak perasaan. Tatapannya menjelajahi sekitar. Tangga itu menuju ke basemant. Temboknya dipenuhi coretan pensil, puisi pendek, quotes dari seniman, dan sketsa spontan. Rasanya seperti Shea sedang berada di dunia lain. Dunia berisi galeri seni yang“Abang jangan ngambek.”Jerikho mendengus, seolah tidak terkesan dengan pemilihan kata Shea. Sebenarnya Shea sengaja, bukan menggampangkan kekesalan suaminya, tapi dia hanya ingin menunjukkan kalau hubungan dengan Pram murni berteman, jadi tidak ada yang perlu dicemaskan.“Kamu tau jam berapa ini?”“Abang juga baru pulang.”“Aku kerja, Shea.” Dia gemas, Shea bisa melihat itu dari jemarinya yang menekan tombol lift dengan kekuatan berlebihan. “Kamu sudah paham gimana jadwal aku setiap weekend.”Ya, tiap weekend malah lebih padat.“Apa yang kalian bicarakan?”“Pram mau pindah ke LN, dia juga nggak bakal kuliah lagi di Airlangga.”“Cuma itu?”“Yah, mau apalagi?”“Aku mengikuti mobil kalian dari Mahendra sampai ke apartemen, dan kalian cuma membicarakan dua baris kalimat?”Shea agak gentar sedikit, dia mundur memilih berdiri di pojok, sementara suaminya di sisi seberang. Menatapn
Pram menggandeng tangan Shea sepanjang menuruni tangga sempit.Dia tidak berhenti menoleh, mengulas senyum seolah memastikan Shea masih ada di sana, nyata berada di sisinya.Perasaan Shea berdesir hebat, Pram kelihatan senang sekali ketika Shea menghubungi, seakan dia sudah menunggu begitu lama dan saat Shea meminta bertemu, dia langsung menawarkan untuk menjemput.“Nggak usah Pram, aku yang akan ke Studio,” tolak Shea tadi.Namun Pram tidak mengerti, rasa antusias membuat dia nekat mengendarai mobilnya melaju ke gedung apartemen lalu membawa Shea ke kafe Mba Mala.“Hati-hati, di bawah sini agak pengap, tapi aku yakin kamu bakal suka.”Kini, selagi menuruni anak tangga, Shea menahan gejolak perasaan. Tatapannya menjelajahi sekitar. Tangga itu menuju ke basemant. Temboknya dipenuhi coretan pensil, puisi pendek, quotes dari seniman, dan sketsa spontan. Rasanya seperti Shea sedang berada di dunia lain. Dunia berisi galeri seni yang
“Sidra nggak diajak Ma? Kayaknya dia pengin banget main ke Jakarta.”“Lah itu, Mama mau ajak dia, tapi sekolahnya mau ujian. Jadi mending fokus belajar aja, walaupun Mama nggak tau dia nurut apa nggak. Pas mau berangkat ke sini aja, dia malah sibuk main futsal.”Shea meringis. Membantu Mama menata tumis kangkung di dalam mangkuk. Mereka sudah makan siang di restoran Jepang yang direservasi suaminya. Shea juga merasa sudah kenyang. Tapi orang tuanya lain, mereka kesulitan menerima, terbiasa menikmati menu rumahan, disuguhi makanan lintas negara, Mama sama Papa jelas kurang puas. Alhasil, Jerikho menawarkan untuk pindah restoran lokal. Tapi Mama memilih untuk masak sendiri saja di apartemen.“Jarang di rumah ya, dia?”“Udah punya pacar.”Ya ampun, Shea mulas, rasanya masih tidak menyangka, adik kecil yang dulu selalu membuntutinya ke mana-mana kini sudah membuntuti perempuan lain.“Pacarnya sering dibawa ke ruma
“Abang!”Shea melompat berdiri dari kasur, tubuhnya limbung, dengan bijak dia bersandar di meja rias. Lalu terdiam cukup lama sampai pusingnya hilang.“Kenapa kamu tiba-tiba bangun, Shea?”Shea mengangkat pandangan, lalu menunduk lagi. Merasa keki dengan kebiasaan suaminya yang menanggalkan atasan tiap kali tidur.“Abang pakai baju dulu.”“Why?” Dia sewot.Yah mentang-mentang situ good looking, mudah saja untuk petantang-petenteng. Tapi tolong, pikirkan juga dengan otak Shea yang traveling ke mana-mana.Beruntung mereka sudah jadi suami istri, kalau tidak, Shea akan malu maksimal.“Kamu sendiri nggak pakai baju.”Hah?Shea menunduk, dan yah... tali tipis di bahunya memang agak melorot sedikit sehingga belahan dadanya menyembul. Dengan wajah panas, Shea menariknya ke tempat semula. Lalu mendelik pada suaminya yang tersenyum lebar.“Aku setuju Abang tidur di sini buat temenin a
[Abang pulang jamber?] Jerikho menatap pesan itu sejenak, lalu meletakkan ponselnya dalam posisi terbalik di atas meja. Jemarinya mengusap atas bibir, berkonsentrasi menyimak tangkapan layar di proyektor yang menampilkan update terakhir persidangan kasus Armin. “...Sidang tinggal satu sesi, dan kalau nggak ada kejutan busuk dari pihak inspektorat, kita bisa menang ini.” Suara Nadine, tim legal, yang kini duduk di salah satu meja panjang, terdengar. “Tapi harus tetap waspada,” sela Radit. “Majelis etik punya wewenang untuk mengeluarkan teguran tertulis walau nggak terbukti bersalah secara substansi. Tapi kalau dilihat dari arah pertanyaan mereka di sidang terakhir, sepertinya kita bakal dapat putusan bebas murni.” “Kerja bagus, Dit.” Laki-laki itu merona, lalu berdeham kecil. "Makasih Mbak, ini juga karena banyak dibantu sama yang lain.” “Kita tim, Dit. Santai.” Lalu Nadine menatap Jerikho yang sedari tadi hanya diam. “Gimana Pak? Nggak ada lagi yang perlu ditambahkan un
“Semua teman penting kan, Bang. Maksudnya, apalagi teman yang sedang kesusahan, aku cuma mau bantu.” Astaga. Di bagian mana lagi Shea bisa menggali alasan dari persediaan kosa-katanya agar bisa berkelit? Jerikho tidak menyahut. “Sebagai pengacara, gimana hukuman kalau tiba-tiba melakukan pemukulan? Abang bisa kasih aku sedikit gambaran? Atau nasihat dari segi hukumnya?” Tidak ada jawaban. “Dua tahun, lima tahun?” Tidak ada tanggapan. “Oke, aku cari di g0ogle aja.” Jerikho seperti tidak peduli. Shea mengambil ponsel dari sling bag, berpura-pura menscroll layar. Mungkin inilah satu lagi sifat Jerikho yang masuk dalam arsip pengetahuan Shea. Dia sangat menyeramkan kalau sedang marah. Karena Jerikho memberlakukan silent treatment. Dan itu lebih menguras mental daripada dia meleda