"Vhera, tak bisakah kamu menungguku membuktikan cinta itu? Kamu sendiri yang bilang, kalau cinta itu perjuangan. Tunggulah aku satu tahun lagi!"
Terdengar jelas rengekan Sena penuh keharuan. Seandainya kalimat itu terucap untukku, tentu menjadi kalimat terindah yang pernah kudengar dalam hidup. Sungguh tragis memang kisah cinta ini. Padahal kurang apanya aku di mata Sena?
"Kami gagal, Sena. Kamu harus akui itu. Cinta kita terhalang orang tua yang tak memberi restu. Maafkan aku."
"Vhera tunggu ...!
Kuputuskan panggilan telpon. Air mata mengalir deras tak tertahankan. Entah berapa ribu kali dadaku sakit bagai dihujam puluhan pedang. Kukira dia hanya belum mencintaiku saja, ternyata sudah dipersembahkannya cinta itu untuk wanita lain. Serasa dunia tanpa matahari, hidupku gelap tanpa kekasih!
"Neng, kok nangis lagi? Sudah atuh Neng. Amang jadi mau ikut nangis setiap lihat Eneng nangis. Lagi-lagi karena Sena. Coba deh Eneng cari pengganti dia, siapa tahu bisa lupa?" tegur Amang bersimpati, berupaya mengeluarkan aku dari lautan luka paling dalam.
"Gapapa, Mang. Udah biasa," balasku sambil menyeka air mata, "ayuk Mang, kita ke tempat Sena. Kayaknya wanita itu udah pergi juga."
"Baik, Neng." Amang pun membawaku kembali ke tempat Sena.
Layaknya seorang putri raja, aku didampingi Mahapatih yang selalu setia menemani suasana hati. Amang adalah supir sekaligus teman terdekatku, hanya dia yang tahu tentang semua kisah cintaku. Tiada lagi tempatku bercurah selain dia yang kupercaya.
Amang pun tahu bahwa selama ini, tubuhku dan tubuh Sena sering menyatu. Bukan karena cinta, melainkan nafsu sebagai candu penetral rindu..
"Sena, kamu pecinta terbaikku dalam hidup. Tiada yang lebih kurindukan selain berduaan denganmu. Namun, cerita kita harus cukup sampai di sini."
Vhera mengucapkan kalimat terakhirnya, sebelum benar-benar pergi meninggalkan Sena. Hati Sena hancur, langit di atas kepalanya seakan runtuh, pandangan matanya buyar. Dia berpikir, apakah sakit seperti ini yang dirasakan Mina, hingga membuatnya pingsan setiap kali mendengar kata perpisahan.
"A'a Sena, hai ...."
"Eh, Mina," balasnya datar, wajahnya tak mampu menyembunyikan kesedihan. "kok baru datang?"
"Iya. Biasa, tadi mampir ke Supermarket dulu. Heheh ...." Mina pun merasa heran melihat Sena sedang mengemasi barang-barang jualannya, "Loh ... mau tutup A?"
"Iya, nih. Gak semangat."
"Kenapa ga semangat, A? Kok wajahnya sedih sih?"
"Sudah tiada cinta lagi, hidup seperti mati."
"Ish .. Aa Sena ngomong gtu mulu, " balas Mina yang sebenarnya sudah tahu apa yang terjadi, "kita ke hotel yuk A, atau ke kost A'a aja?
"Antar barang-barangku aja dulu ke kost ya ... setelah itu baru kita ke hotel, bagaimana?"
"Siap, A. Apa sih yang enggak buat A'a."
"Amang juga, dong. Mau ngerasain tidur di hotel gimana sih, heheheh." Amang ikut masuk dalam pembicaraan mereka, "boleh ya, Neng."
"Iya, Mang. Nanti Amang pesan aja satu," balas Mina mengizinkan.
Mereka pun segera bersiap mengantarkan Sena menyimpan barang di kost. Jarak antara kost dan tempat jualannya sekitar 25 menit jika menggunakan mobil tanpa hambatan. Sepanjang jalan, Sena mencurahkan seluruh isi hatinya pada mereka, Mina dan Amang.
Sena pun Flashback, mengisahkan awal mula pertemuannya dengan Vhera.
*
Saat itu, aku sedang bekerja sebagai Staff di salah satu Supermarket terbesar di kota ini. Aku melihat Vhera bersama teman-teman satu kampusnya masuk untuk berbelanja. Saat itu hatiku seperti tertimpa bongkahan cinta yang sangat besar, yang jatuh dari kedua mataku ini. Betapa wajah Vhera tidak seperti wajah manusia pada umumnya, dia lebih seperti bidadari menurutku. Cantiknya melebihi ukuran akal manusiaku. Benar-benar sempurna.
Aku pun pura-pura mendekat menanyakan barang apa yang mereka cari. Karena menurutku hati yang pengecut tidak akan pernah mendapatkan wanita cantik, maka setiap melihat paras yang cantik aku selalu memberanikan diri untuk jujur dan apa adanya. Aku katakan padanya bahwa wajahnya sangat menentramkan hatiku, tidak luput juga kukatakan niatku untuk mendekatinya. Tak disangka ternyata Vhera adalah wanita yang supel, dia tidak sombong saat ku meminta nomor Whatsappnya.
"Selamat siang, mbak-mbak semuanya ini cari apa ya? Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku pada mereka.
Mereka pun serentak menjawab, "Oh iya Mas, kami cari telur ayam kampung sama tepung roti."
"Oh, ada Mbak. Emang buat apaan tuh Mbak?" jawabku sambil menunjuk arah ke tempat pajangan telur, "di sana Mbak."
Mereka pun berjalan ke arah yang kutunjuk, dan aku mengikutinya dari belakang. Vhera saat itu pembawaannya sangat anggun. Dialah yang sedari tadi membuat jiwaku mematung, walau raga ini tetap menampilkan gerak-gerik kehidupan.
Aku memapaskan diri berjalan di sampingnya, "Mbak, maaf. Aku boleh jujur gak?
Vhera mamalingkan wajah beracunnya, lalu menjawab, "Jujur apa sih, Mas. Pasti mau ngerayu yah?"
Oh, Tuhan. Saat itu pandangan matanya bagai panah yang melesat sangat cepat menusuk jantung. Jika aku tak segera memalingkan muka, tentu aku sudah jatuh pingsan di saat itu juga. Namun, kuusahakan agar diri ini tetap stabil.
"Kamu adalah wanita paling cantik di negeriku Indonesia, jujur Mbak." Saat itu metabolisme tubuhku sudah mulai memproduksi enzim-enzim rindu. Aku takut rindu ini menyebabkan dadaku sesak.
"Gombal Mas. Udah banyak yang bilang gtuh ...,"balas Vhera menanggapi rayuanku dengan senyuman yang memancarkan butir-butir gula.
"Aduh, Mbak. Manis banget sih. Ya Allah ...."
"Udah deh, Mas ...," ucap Vhera yang mulai terlihat malu-malu, "pasti mau minta nomor WA kan, iya kan!"
"Heheh ... Mbak kok tau, dukun ya?"
"Bukan dukun, tapi calon mantu!"
Degh!
"Ini cewek digombalin malah gombal balik, wah bener-bener racun nih cewek," pikirku. Tidak menyangka bakal terkena peluru dari dia, heheh ....
Segera kukeluarkan ponsel dari saku, lalu bertanya padanya "Nomornya berapa, Mbak?"
"Catat ya, +62 852-6439-6901," jawab Vhera mendiktekan nomornya padaku.
Sejak pertemuan di Supermarket itu, aku dan Vhera saling menjalin komunikasi, yang akhirnya membuat kami merasa dipertemukan setelah dipisahkan. Maksudku, kami merasa bahwa kami saling mencintai. Kami adalah satu kesatuan sebelum dipisahkan menjadi 2 orang manusia ke dunia, yang mengemban misi untuk saling menemukan jodohnya.
Vhera tak hanya cantik, tetapi dia memiliki segala sesuatu yang kukagumi. Kecerdasan, hobby, karakter, aku mencintai seluruh penciptaannya. Namun aku dan dia dilahirkan dari latar belakang keluarga yang berbeda. Dia anak orang kaya, sedangkan aku hanyalah anak yatim piatu tak berharta. Hal itulah yang membuat cinta kami sulit bersatu, dia tidak bisa melawan perjodohan orangtuanya.
***
Tiba-tiba, Mina memotong cerita Sena,
"Sudahlah, A. Kan ada aku yang mencintai A'a dengan tulus," ucap Mina memotong, menghentikan cerita masa lalu Sena, "kita udah sampai, A. Kuy kita turun."
Mina memerintahkan Amang untuk membantu Sena mengangkut barang ke dalam kostnya, "Mang ayo cepat!"
"Baik, Neng."
Setelah semua barang masuk kost, mereka memutuskan untuk langsung pergi ke hotel untuk beristirahat. "Kita langsung aja, ya ... nanti mandi di hotel aja," ucap Mina pada mereka.
"Ya sudah, kalau begitu aku ambil pakaian dulu ya ...," balas Sena, "tunggu sebentar."
Setelah mengambil beberapa helai baju dan mengunci pintu, Sena dan mereka langsung pergi menuju hotel. Selama perjalanan, Sena masih belum bisa bercanda dengan mereka. Pikirannya masih tertuju pada Vhera, yang beberapa jam tadi pamit padanya untuk menikah dengan orang lain."Sudahlah, A. Jangan dipikirin terus. Mending nikah sama aku aja, setahun lagi aku lulus kuliah kan?" ucap Mina mencoba membuyarkan lamunan Sena."Iya, tuh Sena. Mending nikah sama Mina aja. Orangtuanya baik kok, dan ga pernah memaksakan keinginan anaknya. Mina bebas mau nikah sama siapa aja asal bahagia. Kalau saya jadi Mas Sena, saya udah gak akan cari cewek lain. Kurang apa coba? Sudah cantik, tajir, cinta mati lagi sama kita." Amang khotbah berapi-api."Ah, Amang bisa aja. Mungkin bagi Sena aku kurang cantik Mang, dia mandang cewek dsri cantiknya aja kali," ucap Mina mencoba memancing emosi Sena."Enggaklah, Mina. Kamu cantik kok. Vhera juga cantik dan baik. Hanya saj
"Mina, kamu cantik sekali ...." Sena pun lantas mencium bibir mungil Mina tanpa ampun, sampai Mina sesak napas."Ish A'a, udah tahu Mina cantik kenapa kayak baru sadar!" ucap Mina yang heran melihat tingkah Sena, "ayuk kita keluar, si Amang sudah nunggu."Mereka pun keluar kamar menuju tempat parkir. Tak butuh waktu 5 menit, mereka sudah sampai. Amang tidak sadar dengan kedatangan mereka, karena sedang sibuk main Game.Melihat Amang yang sangat serius main Game, Mina pun mendekati Amang dengan berjalan perlahan, dengan niat mengagetkan Amang,"Woy!" bentak Mina sambil menepuk pundak Amang dengan kedua tangan dari belakang. Seketika Amang loncat karena kaget. Ponselnya jatuh."Yaahh ... Neng, layarnya retak nih ...!""Hahahah ... maaf ya Mang. Abis serius banget main gamenya. Udah gausah pusing. Nanti Neng ganti yang baru.""Wokeh, Neng. S
"Neng, kita udah sampai nih," ucapku pada mereka di belakang. "Mina tidur, Mang. Hahah," balas Sena. "Lah ... padahal cuma 20 menit juga sampai, udah tidur aja dia." Aku pun keluar dari mobil lalu membukakan pintu mereka, "Bangun, Neng ...." Mina pun bangun, lalu keluar dari mobil bersama Sena. Kasihan, sepertinya Mina sangat lelah hari ini. Terkadang aku prihatin pada kondisi Mina yang selalu ambruk hanya karena mengejar lelaki seperti Sena. Walau sudah ditolak dan disakiti, cinta Mina tak berubah walau hanya sesaat. "Saya langsung ke kamar ya Mas, Neng ... cepat istirhat ya ... kalau perlu apa-apa telpon aja ...." "Iya, Mang. Kita istirahat lah malam ini," jawab Sena. Mina pun menjawab sambil melambaikan tangannya, "Sampai jumpa besok ya, Mang ...." Selama 4 tahun menjadi supir pribadinya, aku menjadi sangat mengenal seperti apa kepribadiannya. Dia adalah wanita pecinta sejati, yang tak akan pernah menjalin hubungan sebelum dia yakin
"Iya, sih Mas. Kalau boleh saya bilang, sebenarnya Mas itu orang kedua yang mengetahui kriteria yang diinginkan Mina. Sayalah orang pertama yang sering diajaknya membahas tentang cinta, dan darinyalah saya banyak belajar. Jika bukan karena kutipannya, saya pasti sudah lama menjadi pria yang masuk dalam barisan sakit hati, heheheh .... Menurutnya, cinta sejati adalah yang mampu membangkitkan jiwa, tidak pernah menyerah, dan siap berjuang dengan mengorbankan apa pun." Aku menanggapi cerita Sena dengan sok bijak. Aku pun melanjutkan, "asalkan Mas tahu, saya adalah orang yang seperti telah mendapat pencerahan dari seorang Mina. Bayangkan saja Mas, pria mana sih yang tidak cemburu dan iri hati melihat Mas dicintai oleh Mina? Seorang wanita muda tajir melintir, yang dibebaskan dalam mencari calon suaminya nanti, mengejar-ngejar seorang pedagang Martabak, dan tak menyerah meski sudah sering ditolak. Namun karena saya sudah lulus kuliah percintaan yang didirikan Mina di mobilnya, ha
Sena masih sibuk dengan aktivitas menghisap madunya, dan aku hanya pasrah menikmati setiap detik sentuhannya. Padahal, delapan bulan yang lalu dia sangat enggan mencoba rasa manis yang kutawarkan. Kini, madu yang telah menjadi minuman favoritnya itu bisa dia reguk kapan saja dia mau, dan aku selalu siap memberikannya. Asal bisa membuatnya bahagia, apa pun akan aku korbankan. Baik harta, tahta, atau dukungan apa pun itu. Namun, sampai detik ini aku belum juga mendapat cinta darinya. Mawar yang telah kuberikan belum cukup mampu meraih kesetiaannya. Dia hanya dekat denganku setiap madu itu siap dihidangkan. Selepas lapar dan dahaga, hatinya lupa bahwa aku menginginkan hidup bersamanya. "Oh ... Sayang ... makasih ya, Sayang ...," ucapnya saat mencapai puncak kenikmatan. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Oh ... Sena, jika aku tak bisa mendapatkan cintamu, maka tak kubiarkan siapa pun bisa memiliki ragamu. Segala cara kulakukan agar kau jatuh dan terjatuh lagi
Melihat kami yang sedang memanggilnya, Vhera menutup laptopnya lalu beranjak mendekati kami. Benar kata Sena, ternyata pesona Vhera jauh lebih indah di atasku. Benar-benar cantik sempurna. "Heeey, apa kabar ...," Vhera menyapa dan menyalami kami bertiga. Seetelah itu Sena mempersilahkannya duduk lalu memperkenalkannya pada kami. "Vhera, Amang, kenalin nih, namanya Vhera. Wanita pujaan hatiku," ucap Sena yang sedikit melukai hatiku. Tapi biarlah toh ini cuma basa-basi aja. "Salam kenal, Kak. Saya Mina, dan ini supir saya, Amang." "Oh, iya salam kenal semuanya. Sudah lama di sini?" ucap Vhera. Aku pun menjawab, "Baruuuu aja sampai, Kak. Barusan juga udah pesan makan. Kakak udah makan? "Saya udah makan sih tadi, hampir satu jam saya di sini. Jadi ... kalian lagi pacaran ya?" tanya Vhera, membuatku tertawa kecil. Aku pu langsung menjawabnya, "Iya, Kak. Kami emang lagi pacaran, hihihih ...." "Bisa aja kamu, Mina." Sena menya
"Mang, besok jam 7 udah harus stay di mobil, ya ...," ucapku pada Amang sambil berlalu menuju kamar. "Ok siap, Neng!" Setelah sampai membuka pintu kamar, aku dan Sena langsung menjatuhkan diri ke atas kasur. Beberapa menit kami saling diam dengan mata terpejam, lalu aku mulai membuka percakapan, "Yang ... langsung mau tidur?" tanyaku padanya. "Ngantuuukk ...," Sena pun menjawab sambil masih tengkurap dengan mata terpejam. "Yaudah ko gitu tiduerah ...." Entah berapa menit kemudian, kami pun tertidur pulas masih dengan posisi semula. Hari ini dosen tidak datang. Padahal tidak setiap hari aku semangat belajar. Giliran hari ini semangat, dosen malah tidak datang. Hufft ... Menyebalkan. "Cieee ... Vhera ... yang dimintain nomor WA sama cowok ...." "Ih ... apaan sih ... biasa aja kali." Kejadian di Supermarket siang itu membuatku menjadi bahan Ghibah oleh teman-teman satu kelompok. Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa
Jarak antara rumah dengan kampusku sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Setiap hari aku selalu berjalan kaki walau banyak teman-teman yang menawariku tumpangan. Karena selain dekat, aku lebih suka berjalan kaki karena bisa menikmati pemandangan pagi. Selain itu, udara pagi sangat menyehatkan pikiranku. Apalagi pagi ini hatiku sedang berbunga-bunga. Sepanjang perjalanan menuju kampus aku bernyanyi dengan suara kecil, Kaaau dan aakuuu ... Terciptaa ooleehh waaktuuu ... Haanyaaa untuuuk ... Saling mencintaii ... Muungkin kiitaa ... Diitakdiirkaan bersaamaaa ... Raaajuutt kaaassiihh ... Jaalin ciiintaaaa ... "Woy, Vhera. Ayuk naik!" ajak Rahma yang tiba-tiba muncul di depanku. "Gak, ah, Rahma ... mau jalan kaki aja ...." "Aduuuh ... gak usah nolak deh ... cepet naik!" "Iya, iya ...." Aku pun akhirnya naik motor Rahma. Entah mengapa kalo Rahma yang ngajak aku tidak bisa menol