Kamu masih pura-pura tertidur pulas, saat cahaya matahari menerobos masuk melalui celah jendela kamar. Sisa senyuman terlihat begitu damai, sebagai tanda puasmu yang berhasil memaksanya kembali. Sungguh sebuah kebahagiaan yang malang, kamu tak peduli dengan adanya keterpaksaan.
"Ya, Tuhan ... sungguh Engkau tahu tiada lagi cintaku untuknya." Kekasihmu menunduk sambil menutup wajah. Dia sangat frustasi setelah bersamamu menikmati madu. "Namun, aku tak ingin membuatmu terluka, Sayang," ucapnya sambil membelai lembut pipimu. Bulir bening seketika muncul menghiasi matanya, terlihat begitu mamantulkan kepedihan hati yang tertahan sejak lama.
"Hey, bangun ...," ucapnya seraya menepuk-nepuk tubuhmu, "aku pulang dulu ya ...."
"Hmmh ... jam berapa ini, Sayang?"
"Sudah jam 9, nih. Aku mau kerja, nanti telat."
"Kalau gitu aku buatkan sarapan dulu, ya. Kamu mandilah." Kamu perlahan bangkit, bergegas untuk segera menuju dapur. Saat wajahmu menghadapnya, tersirat bahwa kamu sama sekali tak bisa jauh darinya. Kasihan, cinta telah membuatmu gila.
"Sayang ... eh, udah rapi. Ini aku buatkan nasi goreng. Makanlah ...."
Kamu pun kembali memandangi wajahnya yang tampan. Seolah tak ingin melewatkan sedikitpun kesempatan sebelum dia pergi meninggalkanmu. Sungguh sebuah cinta yang besar, benar-benar hanya dia yang kamu inginkan dalam hidup.
"Dengarlah ... aku memang menyayangimu, sangat menyayangimu. Tapi aku benar-benar tidak bisa mencintaimu," ucapnya mengganggu aktivitas memandangmu.
"Aku akan selalu bersabar, Sayang ...."
"Hey ... tidakkah kamu mengerti? Kamu telah membuatku menderita!"
"Tapi aku tak bisa kehilanganmu! Aku akan selalu bersabar sekuat hatiku!"
"Tidak! Aku takut penantianmu akan berlangsung selamamya. Carilah pria lain!" ucapnya seraya bangkit untuk pergi.
Kamu pun menangis. Hatimu hancur berkeping-keping mendengarnya. Ucapan yang sama setiap kali kamu berhasil membuatnya jatuh dalam pelukanmu.
"Aku mohon, janganlah katakan itu lagi ...."
Tubuhmu ambruk, seakan hilang kesadaran. Pagi itu lagi-lagi menjadi pagi yang sudah-sudah. Dia kembali merasa frustasi. Betapa hidupnya terasa hampa. Kamu sangat gila dan tak mau kehilangannya.
"Bangun, Sayang ... sampai kapan mau seperti ini terus ...," ucapnya sambil menangis memelukmu, "mengapa Tuhan hanya membunuh cintaku tanpa membunuh cintamu?"
"Oh, kekasihku yang malang. Maafkan aku yang tak bisa melepaskanmu ...," ucapmu dalam hati saat mendengar keluhannya, "sampai kapan pun, selama kuhidup kau harus tetap menjadi milikku. Selama-selamanya!'
*
Kejadian kemarin itulah yang masih hangat di ingatanku. Hingga semua yang kulakukan hari ini menjadi tidak fokus dan terarah. Rinduku masih tersisa banyak hingga tak kuasa terpisahkan jarak, meski hanya untuk sesaat.
"Mina!"
Plak ...!
"Aaargh ...!"
Seketika lamunanku buyar. Sakit sekali kepala kena lempar penghapus, "Aduh ... Maaf, Pak ...."
"Lain kali kalau mau ngelamun di luar kelas saja!"
Hari ini aku benar-benar merasa tak semangat. Ingin sekali rasanya cepat pulang dan menemui kekasih tampanku, A'a Sena. Tapi jam kuliah masih panjang, hufft ....
"Pak," ucapku sambil menjulurkan tangan ke atas.
"Iya?"
"Saya mau izin, Pak. Badan saya rasanya gak enak. Kayaknya mau meriang, Pak."
"Oh, kalau begitu ya sudah. Istirahatlah di rumah. Maaf ya tadi bapak lempar kamu pakek penghapus."
"Iya, Pak. Gapapa."
Aku pun segera mengemasi barang-barangku. Tak sabar rasanya ingin melepas rindu yang sedari tadi memaksaku untuk menemuimu.
"Saya pulang dulu ya, Pak. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam ...."
Hufft ... akhirnya berhasil juga keluar kelas. Sudah tak sabar rasanya ingin menelpon A'a Sena. Kuraih ponsel dari saku, lalu menelponnya,
"Halo, A ..."
"Iya, ada apa, Mina? Kamu gak kuliah?"
"Aku tadi izin pulang, kamu di mana, A?"
"Masih jualan nih ...!"
"Aku ke sana ya, A. Wait ...!"
"Eh ... mau ngapain?"
Aku pun menutup telpon. Lalu segera memerintahkan supirku untuk mengantarkanku ke Tempat A'a Sena jualan.
"Mau kemana, Neng?"
"Biasa, Mang. Ke tempat Sena jualan."
"Baik, Neng. Neng bolos kuliah lagi, ya?"
"Iya, Mang. Soalnya kangen sama Sena terus. Udahlah jalan aja, kita ke Supermarket dulu, ya ...!"
"Wokeh, Neng. Siap!"
Aku harus beli pengaman dulu nih. Soalnya Sena selalu menolak jika kuajak tanpa pengaman. Padahal sudah kubilang, aku tak peduli jika nanti terjatuh. Sedalam apa pun, i don't need a Parachute, if i've got you, Baby!
Setelah membeli beberapa bungkus Snack dan pengaman, aku pun segera menuju bersama supir ke tempat Sena jualan.
Setelah 15 menit perjalanan akhirnya kami pun sampai, tepat di seberang jalan di mana Sena memarkir gerobak martabak jualannya. Namun baru saja mau keluar dari mobil, aku melihat ada seorang wanita berpakaian seksi menghampirinya. Jelas sekali kalau wanita itu tidak terlihat ingin membeli, tetapi malah mengajak Sena mengobrol. Karena penasaran, aku memerintahkan supirku untuk menempatkan kantong berisi Snack yang tadi aku beli di bawah bangku tempat mereka duduk.
"Mang, coba Amang ke situ, terus letakkan kantong ini di bawah tempat duduk mereka. Masukin ponsel Amang juga di situ, supaya saya bisa dengar percakapan mereka."
"Hahahah, oh gitu Neng. Oke Neng siap. Saya telpon nomor Neng dulu ya!" Setelah supirku menelpon dan memasukkan hpnya ke kantong Snack, dia pun segera menuju ke tempat Sena untuk melancarkan aksinya.
Aku memperhatikannya dari dalam mobil. Setelah supirku sampai, ternyata dia pura-pura membeli. Suara percakapan mereka pun terdengar jelas melalui ponselku,
"Woy Sena, gimana ... laris?"
"Alhamdulillah, Mang. Mana si Mina? Katanya mau ke sini"
"Iya, tadi dia minta diantarkan ke rumah dulu. Tadi kami ke Supermarket beli Snack ini buat kamu, katanya buat nanti dimakan bareng di kost. Saya suruh bawa sekalian kebetulan saya mau beli martabak juga, heheh ...,] pandai juga ni supir, "Saya taruh di bawah situ, ya ..."
"Oh, iya Mang gapapa."
"Itu cewek siapa? Cantik juga."
"Oh, Itu teman kerja dulu, Mang."
"Yaudah saya cabut dulu ya ... mau jemput Neng Mina juga ke sini."
"Oke Mang. Siap. Makasih ya Mang."
Rencana kami berhasil. Kupandangi wajah supirku yang sedang berjalan menuju mobil, "Benar-benar andalan ini supir," pikirku.
"Ayo, Mang. Kita pindah dari sini. Biar dia gak curiga," ucapku pada supir untuk segera beraksi.
"Siap, Neng! Kita parkir aja di hotel depan situ. Heheh ...."
"Ternyata Amang pinter juga , ya ...," pujiku jujur padanya.
"Wohiya dong siapa dulu, kan supir kebanggaan Eneng yang tiada duanya, heheh ...." Aku pun mencubit pipi kasarnya.
Kami pun bergegas memarkir mobil di depan hotel. Kupasang headset pada ponselku agar bisa mendengar percakapan Sena dengan wanita itu. Sungguh, betapa hati ini sangat takut jika ada yang mengambil hatinya lebih dulu. Segala cara pasti 'kan kulakukan demi mencegah siapa pun, agar tak menyentuh Sena dariku!
"Aku mohon, Sena. Lupakanlah aku ... kita tak mungkin bisa bersama." Sepertinya wanita itu adalah pacar rahasia Sena, tetapi aku cukup lega bahwa ternyata dia sedang meminta putus.
"Vhera, tak bisakah kamu menungguku membuktikan cinta itu? Kamu sendiri yang bilang, kalau cinta itu perjuangan. Tunggulah aku satu tahun lagi!"Terdengar jelas rengekan Sena penuh keharuan. Seandainya kalimat itu terucap untukku, tentu menjadi kalimat terindah yang pernah kudengar dalam hidup. Sungguh tragis memang kisah cinta ini. Padahal kurang apanya aku di mata Sena?"Kami gagal, Sena. Kamu harus akui itu. Cinta kita terhalang orang tua yang tak memberi restu. Maafkan aku.""Vhera tunggu ...!Kuputuskan panggilan telpon. Air mata mengalir deras tak tertahankan. Entah berapa ribu kali dadaku sakit bagai dihujam puluhan pedang. Kukira dia hanya belum mencintaiku saja, ternyata sudah dipersembahkannya cinta itu untuk wanita lain. Serasa dunia tanpa matahari, hidupku gelap tanpa kekasih!"Neng, kok nangis lagi? Sudah atuh Neng. Amang jadi mau ikut nangis setiap lihat Eneng nangis. Lagi-lagi karena Sena. Coba deh Eneng cari pengganti
Setelah mengambil beberapa helai baju dan mengunci pintu, Sena dan mereka langsung pergi menuju hotel. Selama perjalanan, Sena masih belum bisa bercanda dengan mereka. Pikirannya masih tertuju pada Vhera, yang beberapa jam tadi pamit padanya untuk menikah dengan orang lain."Sudahlah, A. Jangan dipikirin terus. Mending nikah sama aku aja, setahun lagi aku lulus kuliah kan?" ucap Mina mencoba membuyarkan lamunan Sena."Iya, tuh Sena. Mending nikah sama Mina aja. Orangtuanya baik kok, dan ga pernah memaksakan keinginan anaknya. Mina bebas mau nikah sama siapa aja asal bahagia. Kalau saya jadi Mas Sena, saya udah gak akan cari cewek lain. Kurang apa coba? Sudah cantik, tajir, cinta mati lagi sama kita." Amang khotbah berapi-api."Ah, Amang bisa aja. Mungkin bagi Sena aku kurang cantik Mang, dia mandang cewek dsri cantiknya aja kali," ucap Mina mencoba memancing emosi Sena."Enggaklah, Mina. Kamu cantik kok. Vhera juga cantik dan baik. Hanya saj
"Mina, kamu cantik sekali ...." Sena pun lantas mencium bibir mungil Mina tanpa ampun, sampai Mina sesak napas."Ish A'a, udah tahu Mina cantik kenapa kayak baru sadar!" ucap Mina yang heran melihat tingkah Sena, "ayuk kita keluar, si Amang sudah nunggu."Mereka pun keluar kamar menuju tempat parkir. Tak butuh waktu 5 menit, mereka sudah sampai. Amang tidak sadar dengan kedatangan mereka, karena sedang sibuk main Game.Melihat Amang yang sangat serius main Game, Mina pun mendekati Amang dengan berjalan perlahan, dengan niat mengagetkan Amang,"Woy!" bentak Mina sambil menepuk pundak Amang dengan kedua tangan dari belakang. Seketika Amang loncat karena kaget. Ponselnya jatuh."Yaahh ... Neng, layarnya retak nih ...!""Hahahah ... maaf ya Mang. Abis serius banget main gamenya. Udah gausah pusing. Nanti Neng ganti yang baru.""Wokeh, Neng. S
"Neng, kita udah sampai nih," ucapku pada mereka di belakang. "Mina tidur, Mang. Hahah," balas Sena. "Lah ... padahal cuma 20 menit juga sampai, udah tidur aja dia." Aku pun keluar dari mobil lalu membukakan pintu mereka, "Bangun, Neng ...." Mina pun bangun, lalu keluar dari mobil bersama Sena. Kasihan, sepertinya Mina sangat lelah hari ini. Terkadang aku prihatin pada kondisi Mina yang selalu ambruk hanya karena mengejar lelaki seperti Sena. Walau sudah ditolak dan disakiti, cinta Mina tak berubah walau hanya sesaat. "Saya langsung ke kamar ya Mas, Neng ... cepat istirhat ya ... kalau perlu apa-apa telpon aja ...." "Iya, Mang. Kita istirahat lah malam ini," jawab Sena. Mina pun menjawab sambil melambaikan tangannya, "Sampai jumpa besok ya, Mang ...." Selama 4 tahun menjadi supir pribadinya, aku menjadi sangat mengenal seperti apa kepribadiannya. Dia adalah wanita pecinta sejati, yang tak akan pernah menjalin hubungan sebelum dia yakin
"Iya, sih Mas. Kalau boleh saya bilang, sebenarnya Mas itu orang kedua yang mengetahui kriteria yang diinginkan Mina. Sayalah orang pertama yang sering diajaknya membahas tentang cinta, dan darinyalah saya banyak belajar. Jika bukan karena kutipannya, saya pasti sudah lama menjadi pria yang masuk dalam barisan sakit hati, heheheh .... Menurutnya, cinta sejati adalah yang mampu membangkitkan jiwa, tidak pernah menyerah, dan siap berjuang dengan mengorbankan apa pun." Aku menanggapi cerita Sena dengan sok bijak. Aku pun melanjutkan, "asalkan Mas tahu, saya adalah orang yang seperti telah mendapat pencerahan dari seorang Mina. Bayangkan saja Mas, pria mana sih yang tidak cemburu dan iri hati melihat Mas dicintai oleh Mina? Seorang wanita muda tajir melintir, yang dibebaskan dalam mencari calon suaminya nanti, mengejar-ngejar seorang pedagang Martabak, dan tak menyerah meski sudah sering ditolak. Namun karena saya sudah lulus kuliah percintaan yang didirikan Mina di mobilnya, ha
Sena masih sibuk dengan aktivitas menghisap madunya, dan aku hanya pasrah menikmati setiap detik sentuhannya. Padahal, delapan bulan yang lalu dia sangat enggan mencoba rasa manis yang kutawarkan. Kini, madu yang telah menjadi minuman favoritnya itu bisa dia reguk kapan saja dia mau, dan aku selalu siap memberikannya. Asal bisa membuatnya bahagia, apa pun akan aku korbankan. Baik harta, tahta, atau dukungan apa pun itu. Namun, sampai detik ini aku belum juga mendapat cinta darinya. Mawar yang telah kuberikan belum cukup mampu meraih kesetiaannya. Dia hanya dekat denganku setiap madu itu siap dihidangkan. Selepas lapar dan dahaga, hatinya lupa bahwa aku menginginkan hidup bersamanya. "Oh ... Sayang ... makasih ya, Sayang ...," ucapnya saat mencapai puncak kenikmatan. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Oh ... Sena, jika aku tak bisa mendapatkan cintamu, maka tak kubiarkan siapa pun bisa memiliki ragamu. Segala cara kulakukan agar kau jatuh dan terjatuh lagi
Melihat kami yang sedang memanggilnya, Vhera menutup laptopnya lalu beranjak mendekati kami. Benar kata Sena, ternyata pesona Vhera jauh lebih indah di atasku. Benar-benar cantik sempurna. "Heeey, apa kabar ...," Vhera menyapa dan menyalami kami bertiga. Seetelah itu Sena mempersilahkannya duduk lalu memperkenalkannya pada kami. "Vhera, Amang, kenalin nih, namanya Vhera. Wanita pujaan hatiku," ucap Sena yang sedikit melukai hatiku. Tapi biarlah toh ini cuma basa-basi aja. "Salam kenal, Kak. Saya Mina, dan ini supir saya, Amang." "Oh, iya salam kenal semuanya. Sudah lama di sini?" ucap Vhera. Aku pun menjawab, "Baruuuu aja sampai, Kak. Barusan juga udah pesan makan. Kakak udah makan? "Saya udah makan sih tadi, hampir satu jam saya di sini. Jadi ... kalian lagi pacaran ya?" tanya Vhera, membuatku tertawa kecil. Aku pu langsung menjawabnya, "Iya, Kak. Kami emang lagi pacaran, hihihih ...." "Bisa aja kamu, Mina." Sena menya
"Mang, besok jam 7 udah harus stay di mobil, ya ...," ucapku pada Amang sambil berlalu menuju kamar. "Ok siap, Neng!" Setelah sampai membuka pintu kamar, aku dan Sena langsung menjatuhkan diri ke atas kasur. Beberapa menit kami saling diam dengan mata terpejam, lalu aku mulai membuka percakapan, "Yang ... langsung mau tidur?" tanyaku padanya. "Ngantuuukk ...," Sena pun menjawab sambil masih tengkurap dengan mata terpejam. "Yaudah ko gitu tiduerah ...." Entah berapa menit kemudian, kami pun tertidur pulas masih dengan posisi semula. Hari ini dosen tidak datang. Padahal tidak setiap hari aku semangat belajar. Giliran hari ini semangat, dosen malah tidak datang. Hufft ... Menyebalkan. "Cieee ... Vhera ... yang dimintain nomor WA sama cowok ...." "Ih ... apaan sih ... biasa aja kali." Kejadian di Supermarket siang itu membuatku menjadi bahan Ghibah oleh teman-teman satu kelompok. Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa