Share

Cinta Posesif Mina
Cinta Posesif Mina
Author: Pundalisa

Tak Tertolak

Kamu masih pura-pura tertidur pulas, saat cahaya matahari menerobos masuk melalui celah jendela kamar. Sisa senyuman terlihat begitu damai, sebagai tanda puasmu yang berhasil memaksanya kembali. Sungguh sebuah kebahagiaan yang malang, kamu tak peduli dengan adanya keterpaksaan.

"Ya, Tuhan ... sungguh Engkau tahu tiada lagi cintaku untuknya." Kekasihmu menunduk sambil menutup wajah. Dia sangat frustasi setelah bersamamu menikmati madu. "Namun, aku tak ingin membuatmu terluka, Sayang," ucapnya sambil membelai lembut pipimu. Bulir bening seketika muncul menghiasi matanya, terlihat begitu mamantulkan kepedihan hati yang tertahan sejak lama.

"Hey, bangun ...," ucapnya seraya menepuk-nepuk tubuhmu, "aku pulang dulu ya ...."

"Hmmh ... jam berapa ini, Sayang?"

"Sudah jam 9, nih. Aku mau kerja, nanti telat."

"Kalau gitu aku buatkan sarapan dulu, ya. Kamu mandilah." Kamu perlahan bangkit, bergegas untuk segera menuju dapur. Saat wajahmu menghadapnya, tersirat bahwa kamu sama sekali tak bisa jauh darinya. Kasihan, cinta telah membuatmu gila.

"Sayang ... eh, udah rapi. Ini aku buatkan nasi goreng. Makanlah ...."

Kamu pun kembali memandangi wajahnya yang tampan. Seolah tak ingin melewatkan sedikitpun kesempatan sebelum dia pergi meninggalkanmu. Sungguh sebuah cinta yang besar, benar-benar hanya dia yang kamu inginkan dalam hidup.

"Dengarlah ... aku memang menyayangimu, sangat menyayangimu. Tapi aku benar-benar tidak bisa mencintaimu," ucapnya mengganggu aktivitas memandangmu.

"Aku akan selalu bersabar, Sayang ...."

"Hey ... tidakkah kamu mengerti? Kamu telah membuatku menderita!"

"Tapi aku tak bisa kehilanganmu! Aku akan selalu bersabar sekuat hatiku!"

"Tidak! Aku takut penantianmu akan berlangsung selamamya. Carilah pria lain!" ucapnya seraya bangkit untuk pergi.

Kamu pun menangis. Hatimu hancur berkeping-keping mendengarnya. Ucapan yang sama setiap kali kamu berhasil membuatnya jatuh dalam pelukanmu.

"Aku mohon, janganlah katakan itu lagi ...."

Tubuhmu ambruk, seakan hilang kesadaran. Pagi itu lagi-lagi menjadi pagi yang sudah-sudah. Dia kembali merasa frustasi. Betapa hidupnya terasa hampa. Kamu sangat gila dan tak mau kehilangannya.

"Bangun, Sayang ... sampai kapan mau seperti ini terus ...," ucapnya sambil menangis memelukmu, "mengapa Tuhan hanya membunuh cintaku tanpa membunuh cintamu?"

"Oh, kekasihku yang malang. Maafkan aku yang tak bisa melepaskanmu ...," ucapmu dalam hati saat mendengar keluhannya, "sampai kapan pun, selama kuhidup kau harus tetap menjadi milikku. Selama-selamanya!'

*

Kejadian kemarin itulah yang masih hangat di ingatanku. Hingga semua yang kulakukan hari ini menjadi tidak fokus dan terarah. Rinduku masih tersisa banyak hingga tak kuasa terpisahkan jarak, meski hanya untuk sesaat.

"Mina!"

Plak ...!

"Aaargh ...!"

Seketika lamunanku buyar. Sakit sekali kepala kena lempar penghapus, "Aduh ... Maaf, Pak ...."

"Lain kali kalau mau ngelamun di luar kelas saja!"

Hari ini aku benar-benar merasa tak semangat. Ingin sekali rasanya cepat pulang dan menemui kekasih tampanku, A'a Sena. Tapi jam kuliah masih panjang, hufft ....

"Pak," ucapku sambil menjulurkan tangan ke atas.

"Iya?"

"Saya mau izin, Pak. Badan saya rasanya gak enak. Kayaknya mau meriang, Pak."

"Oh, kalau begitu ya sudah. Istirahatlah di rumah. Maaf ya tadi bapak lempar kamu pakek penghapus."

"Iya, Pak. Gapapa."

Aku pun segera mengemasi barang-barangku. Tak sabar rasanya ingin melepas rindu yang sedari tadi memaksaku untuk menemuimu.

"Saya pulang dulu ya, Pak. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam ...."

Hufft ... akhirnya berhasil juga keluar kelas. Sudah tak sabar rasanya ingin menelpon A'a Sena. Kuraih ponsel dari saku, lalu menelponnya,

"Halo, A ..."

"Iya, ada apa, Mina? Kamu gak kuliah?"

"Aku tadi izin pulang, kamu di mana, A?"

"Masih jualan nih ...!"

"Aku ke sana ya, A. Wait ...!"

"Eh ... mau ngapain?"

Aku pun menutup telpon. Lalu segera memerintahkan supirku untuk mengantarkanku ke Tempat A'a Sena jualan.

"Mau kemana, Neng?"

"Biasa, Mang. Ke tempat Sena jualan."

"Baik, Neng. Neng bolos kuliah lagi, ya?"

"Iya, Mang. Soalnya kangen sama Sena terus. Udahlah jalan aja, kita ke Supermarket dulu, ya ...!"

"Wokeh, Neng. Siap!"

Aku harus beli pengaman dulu nih. Soalnya Sena selalu menolak jika kuajak tanpa pengaman. Padahal sudah kubilang, aku tak peduli jika nanti terjatuh. Sedalam apa pun, i don't need a Parachute, if i've got you, Baby!

Setelah membeli beberapa bungkus Snack dan pengaman, aku pun segera menuju bersama supir ke tempat Sena jualan.

 Setelah 15 menit perjalanan akhirnya kami pun sampai, tepat di seberang jalan di mana Sena memarkir gerobak martabak jualannya. Namun baru saja mau keluar dari mobil, aku melihat ada seorang wanita berpakaian seksi menghampirinya. Jelas sekali kalau wanita itu tidak terlihat ingin membeli, tetapi malah mengajak Sena mengobrol. Karena penasaran, aku memerintahkan supirku untuk menempatkan kantong berisi Snack yang tadi aku beli di bawah bangku tempat mereka duduk.

"Mang, coba Amang ke situ, terus letakkan kantong ini di bawah tempat duduk mereka.  Masukin ponsel Amang juga di situ, supaya saya bisa dengar percakapan mereka."

"Hahahah, oh gitu Neng. Oke Neng siap. Saya telpon nomor Neng dulu ya!" Setelah supirku menelpon dan memasukkan hpnya ke kantong Snack, dia pun segera menuju ke tempat Sena untuk melancarkan aksinya.

Aku memperhatikannya dari dalam mobil. Setelah supirku sampai, ternyata dia pura-pura membeli. Suara percakapan mereka pun terdengar jelas melalui ponselku,

"Woy Sena, gimana ... laris?"

"Alhamdulillah, Mang. Mana si Mina? Katanya mau ke sini"

"Iya, tadi dia minta diantarkan ke rumah dulu. Tadi kami ke Supermarket beli Snack ini buat kamu, katanya buat nanti dimakan bareng di kost. Saya suruh bawa sekalian kebetulan saya mau beli martabak juga, heheh ...,] pandai juga ni supir, "Saya taruh di bawah situ, ya ..."

"Oh, iya Mang gapapa."

"Itu cewek siapa? Cantik juga."

"Oh, Itu teman kerja dulu, Mang."

"Yaudah saya cabut dulu ya ... mau jemput Neng Mina juga ke sini."

"Oke Mang. Siap. Makasih ya Mang."

Rencana kami berhasil. Kupandangi wajah supirku yang sedang berjalan menuju mobil, "Benar-benar andalan ini supir," pikirku.

"Ayo, Mang. Kita pindah dari sini. Biar dia gak curiga," ucapku pada supir untuk segera beraksi.

"Siap, Neng! Kita parkir aja di hotel depan situ. Heheh ...."

"Ternyata Amang pinter juga , ya ...," pujiku jujur padanya.

"Wohiya dong siapa dulu, kan supir kebanggaan Eneng yang tiada duanya, heheh  ...." Aku pun mencubit pipi kasarnya.

Kami pun bergegas memarkir mobil di depan hotel. Kupasang headset pada ponselku agar bisa mendengar percakapan Sena dengan wanita itu. Sungguh, betapa hati ini sangat takut jika ada yang mengambil hatinya lebih dulu. Segala cara pasti 'kan kulakukan demi mencegah siapa pun, agar tak menyentuh Sena dariku!

"Aku mohon, Sena. Lupakanlah aku ... kita tak mungkin bisa bersama." Sepertinya wanita itu adalah pacar rahasia Sena, tetapi aku cukup lega bahwa ternyata dia sedang meminta putus.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status