Share

Bab 4

Author: Fazluna
Habis sarapan, mereka berdua barengan ke perusahaan.

Tapi Chinta benaran sebal dengan kursi di depan, jadi dia bertahan mau duduk belakang.

“Aku mabuk mobil, duduk belakang lebih nyaman bisa kena angin.”

Ravi juga tidak memaksanya lagi: “Baiklah, aku usahakan nyetir lebih hati-hati.”

Sampai di depan perusahaan, Ravi lari sedikit untuk bantuin buka pintu mobil.

Saat Chinta turun, dilihat lagi sama karyawan yang baru masuk kerja.

Ada beberapa eksekutif datang dan mencari muka bilang: “Nyonya sudah datang? Pak Ravi tiap hari bilang anda suka minum milktea, aku beliin sekarang.”

Satunya lagi juga bilang: “Aku pergi beli cemilan, Nyonya suka kue.”

Ravi dengan senyum memarahi: “Jangan kalian suapin lagi, Chinta sekarang sedikit gendutan, cincin nikah aja sudah tidak bisa dipakainya.”

“Ucapanmu nggak benar Pak Ravi, Nyonya kelihatan kurus, kalau cincinnya nggak bisa dipakai pasti bermasalah di cincinnya, menyusut!”

“Ngasal aja kamu, caramu mencari muka terlalu jelas nggak sih? perak mana bisa menyusut!”

“Kamu yang nngak ngerti, Pak Ravi begitu sayang nyonya, asal nyonya senang, maka Pak Ravi juga senang. Dengan begitu bukannya kita bisa hidup lebih santai?”

Ravi senyum dengan sabar berkata: “Baik baik, kalian sudah tahu titik lemahku.”

Semuanya pada tertawa berbahak-bahak.

Chinta dikerumuni terus sampai di kantor Ravi.

Buah, cemilan, milktea ada semuanya.

Ravi sampai menggunakan laptopnya mencari drama untuk di tonton Chinta: “Chinta, aku harus sibuk dulu, kamu main di sini, kalau butuh apa suruh Joko aja.”

Chinta sengaja nanya: “Asisten pribadimu Nanda mana? Hari ini kok nggak lihat dia?”

Ravi bilang: “Aku juga nggak tahu, nanti aku suruh HR coba tanyain.”

Saat mau pergi, Ravi dengan manja memegang rambutku dan berbisik dengan lembut: “Tunggu aku balik, kita makan siang bareng.”

Ravi sudah pergi.

Para eksekutif juga sudah pergi.

Chinta mendapati handphonenya Ravi di meja, dan buru-buru keluar malah mendengar obrolan para eksekutif.

“......atap gedung? Pak Ravi dan Nanda semakin berlebihan.”

“Mau gimana lagi, siapa sangka hari ini istrinya bisa datang? Mereka cuman bisa ganti tempat.”

“Hihihihihihi, hebat sekali Pak Ravi, di dekat istrinya juga berani beli kondom?”

“Kan bisa gosend, sekarang praktis kali, bisa beli apapun.”

Chinta seketika mengerti.

Ternyata telponan tadi pagi itu dari orang gosend.

Pagi-pagi sudah pesan suruh gosend bantuin dia beli kondom. Kelihatannya sangat menantikan Janjian Atap Gedung, cepat sekali sudah siap-siap.

“......nggak tahu beberapa box itu cukup nggak. Sebelumnya, Pak Ravi dan Nanda main di mobil sehari semalam, besoknya saat kerja, cara jalannya Nanda aneh aneh.”

“Kalau nggak cukup, anterin lagi aja! Kita sebagai bawahan harus melayani bos dengan baik.”

“Bukannya tadi kamu bilang, mau layanin istri bos dengan baik?”

“Hm, dia tau apa? Segelas milktea, beberapa dessert aja sudah menenangkannya. Dengan identitas Pak Ravi, di luar pasti punya banyak kekasih, lagi pula punya uang dan kekuasaan, mainin cewek juga hal yang wajar, asal jangan sampai ketahuan yang di rumah aja.”

“Iya juga, dia kelihatan sangat polos, mau menyembunyikan dari dia harusnya nggak susah.”

Saat lagi bilang, Ravi muncul.

“Kalian jangan ngasal bilang di depan Chinta, dengar nggak?”

Para eksekutif mengangguk kepalanya terus: “Tau Pak Ravi, kami tahu batasnya.”

Di antaranya ada yang bertanya: “Pak Ravi, kenapa hari ini anda bawa istri kemari? Anda dan Nanda harus sembunyi ke atap gedung, kami bicara pun harus jadi hati-hati.”

Ravi meliriknya dengan tajam: “Chinta adalah istri bos, dia mau datang ya datang, perlu kamu tanyain?”

“Iya iya....”

Ravi memperingatkan mereka dengan tegas: “Jaga Chinta dengan baik, kemarin dia salah makan, jangan kasih dia makanan yang dingin atau mentah. Dan juga, masalah aku dan Nanda siapa yang berani sebarin, langsung pergi saja, ngerti?”

Para eksekutif dengan senyum mengangguk kepala: “......”

Obrolan belakangnya Chinta tidak mendengarnya lagi.

Dia buruan balik ke kantor Ravi, meletakkan handphone di kumpulan cemilan.

Nggak lama, Ravi masuk.

Dia masih dengan lembut dan perhatian: “Kucing kecil ngemil, lagi makan apa kok enak sekali?”

“Kucing kecil ngemil” tiga kata ini, membuat Chinta merasa jijik.

Dia menahan rasa nggak enaknya bertanya: “Bukannya kamu meeting? Kenapa balik lagi?”

“Handphone ketinggalan di sini, kamu lihat nggak?”

Chinta menggelengkan kepalanya: “Nggak.”

Ravi mencari di kumpulan cemilan dan kedapatan: “Ternyata di dalam kumpulan sini. Kamu lanjut makan, aku pergi dulu.”

Ling Ling Ling...

Kali ini handphone Chinta yang bunyi.

Dia mengangkatnya.

“Halo, apakah ini dengan nona Cahya Arjuna?”

“Iya benar.”

“Halo nona Cahya, anda memesan tiket 1 minggu kemudian ke Norwegia, tiketnya sudah berhasil diterbitkan, nanti anda cukup bawa paspor untuk boarding.”

“Selain paspor, apakah perlu bukti yang lain?”

“Nggak perlu, paspor aja sudah cukup.”

“Baik.”

Menutup telepon, Ravi sedikit bingung: “Paspor? Chinta, kamu menggunakan paspor untuk apa?”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 21

    Harus diakui, penampilan Ravi di dalam video sangat mempengaruhi, walaupun orang luar negeri yang tidak mengerti bahasanya juga bisa merasakan keputusasaannya dari ekspresinya dan teks.“Tidak.” Chinta memeluk kucing kecil dengan matanya melihat ke bawah dan bilang, “Setiap orang itu individu mandiri, tidak ada yang harus bergantung pada siapa baru bisa hidup. Kalau dengan begini dia menyerah, itu juga hal yang nggak bisa di apa-apain, nggak mungkin mengorbankan orang lain untuk kebahagiaan dia.”Dia sudah nekad, walaupun Ravi berdiri di depannya menangis separah apapun, dia juga tidak akan balik.Lisa hanya senyum: “Baiklah, kamu dengan tenang tinggal di sini saja. Belakangan ini dalam hutan sering turun salju lebat, jalan menuju kota terdekat pada ditutup, walaupun ada orang yang mengira kalian orang yang sama, juga nggak ada kesempatan untuk hubungi mereka.”Hati Chinta kerasa hangat, dia mencoba mencicipi kue kering yang barusan dibuat, dengan mata merah berkata: “Makasih, kuenya s

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 20

    Rasionalitasnya sudah dihancurkan sama keputusasaannya, sampai orang tersebut menyebutkan alamat di dalam negeri dengan nggak jelas, Ravi baru dengan senyum pahit menutupkan teleponnya. Di dalam dugaan, orang tersebut membohonginya.Tapi Ravi tidak mempermasalahkannya, karena hatinya sudah capek.Sesudah hari itu, panggilan yang sama tiada henti meneleponnya terus.Pada bilang di tempat mana melihat Chinta, lalu meminta bayaran sama Ravi.Dia tahu di antara mereka banyak penipu, tetapi tetap mentransfernya hanya untuk menangkap harapan yang sangat kecil.Bayarannya seperti batu yang tenggelam di dalam laut, bahkan tidak ada gelombangnya.Tapi Ravi tidak memedulikannya, dia sekarang hanya bisa bertahan hidup dengan harapan kecil itu. Bahkan jika ada yang meminta untuk bertemu langsung, dia juga pergi menemuinya.Kondisi ini biasanya adalah wanita, semuanya pada berpenampilan sangat menggoda dan memiliki niat lain, dengan terus terang berkata: “Pak Ravi, aku masih punya banyak teman, kal

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 19

    Kualitas kertas yang di lantai sama dengan surat yang ditinggalkan Chinta. Ravi memindahkan buku yang tersisa di ruang baca ke kamar tidur dan menulisnya terus selama beberapa hari.Saat ini, kehilangan makna waktu.Ibu Ravi dengan menangis berkata: “Chinta tidak mau menemuimu, apa gunanya kamu menulis surat minta maaf serumah? Kamu harus bilang langsung ke dia.”Ravi merenungkannya dan mengakui yang dibilang ibunya itu benar, tapi dia sudah terjebak dalam pikirannya tidak bisa keluar. Dia mengangkat matanya yang sudah merah dan bersikeras berkata: “Dia akan tahu, asalkan aku menulisnya sampai habis dia akan maafin aku, iya benar, aku harus dengan sungguh-sungguh......”Suaranya serak, tapi terkesan begitu semangat, bahkan matanya terlihat sangat teguh sampai aneh. Ucapannya sampai setengah, tibaa-tiba dia berdiri dan merebut bukunya, terus menulis dengan tangannya yang gemetar, sambil menulis dan bicara tanpa henti.“Chinta, aku bersalah, kamu pasti akan maafin aku kan? Asal aku tulis

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 18

    Dia sangat gelisah, tapi visa dan tiket pesawat tidak bisa diselesaikan dengan cepat.Tunggu dia sampai di Norwegia, menghubungi kedutaan dan kantor polisi setempat untuk mencari keberadaan Chinta sudah 3 hari berlalu.Ravi mengetuk pintu apartemen, memanggil Chinta dan berusaha masuk, tapi dihalangin sama pemilik apartemen yang sedang membereskan kamar, dengan penuh waspada: “Kamu siapa?”“Aku mencari Chinta Luna.” Begitu selesai ngomong, takut orangnya nggak ngerti jelasin lagi, “Dia istriku, kami ada salah paham, jadi aku mau menjelaskannya.”Pemilik apartemen langsung melambaikan tangannya dan berkata: “Sini nggak ada orang yang kamu cariin.”“Namanya Chinta Luna.”Pemilik apartemen bilang: “Penyewaku namanya Cahya Arjuna, bukan orang yang kamu sebutin, kamu salah orang.”Cahya Arjuna?Ravi terdiam sejenak dan bingung.“Anda nggak salah ingat?”Pemilik apartemen tidak senang: “Kalau kamu nggak percaya ya sudah.”Sambil ngomong mau menutupin pintunya.Ravi tidak rela membiarkan petu

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 17

    Seorang tante yang nggak lama ini baru cerai dengan suaminya yang selingkuh, maju menghalangi jalannya dan memarahinya: “Kamu masih muda bisa kerja yang lain, kenapa mesti jadi pelakor merusak hubungan orang lain? Benaran, dasar pelakor!”Nanda melihat orang asing juga memarahinya, membalasnya dengan keras: “Tante, dengan mukamu gini mau jadi pelakor juga nggak bisa, bilang aku pelakor, apa jangan-jangan kamu di buang karena tidak bisa mendapatkan hati cowok?”“Dasar, itu juga lebih baik dari kamu telanjang gini dan dikeluarin!” Tante emosi sampai mau menariknya.Seketika situasi jadi sangat berantakan.Tante tinggal di sekitar sini, sangat cepat sudah memanggil sekelompok temannya untuk datang memarahi Nanda pelakor yang nggak tahu malu, dan orang yang melihat keributan ini juga menyuruh teman-temannya datang melihat, dengan cepat sudah dikerumunin banyak orang.Keributannya sampai di dalam villa pun kedengaran, tapi Ravi mengabaikannya dan fokus dalam dunia sendiri tidak mau keluar.

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 16

    “Kamu tidak ada hak untuk menilai Chinta, lagi pula kalau fotonya tersebar bukannya impianmu? Kamu fotoin aku dengan jelas, tapi kamu sendiri malah nggak masuk ke kamera, jangan kira aku nggak tahu, kamu dari awal sudah mau dengan cara ini memaksa Chinta untuk pergi kan?”Ravi sekarang sangat sadar, tapi sudah terlambat.Nanda masih ingin beralasan, tapi Ravi sudah sangat benci dengannya, tidak memberikan kesempatan langsung menelepon ke satpam villa dan memberi perintah: “Keluarkan orang yang seharusnya nggak di sini.”Satpam villa selalu siap dalam 24 jam, setelah menerima perintah langsung datang.Nanda tidak mau pergi dengan mereka, masih berusaha melawan: “Ravi, kamu yang suruh aku datang, sekarang kamu mau aku pergi, aku akan langsung pergi, tapi kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti ini......”Ravi membalikkan badannya dan jalan menuju dalam rumah, bahkan tidak menoleh sedikitpun berkata: “Jangan sampai aku melihatmu lagi.”“Ravi......”Dengan begitulah Nanda diseret keluar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status