Share

Bab 5

Author: Fazluna
Chinta bilang: “Temanku, paspornya hilang, tanya aku cara mengajukan penggantian.”

Ravi berjalan cepat dengan erat memeluknya: “Takutin aku aja, aku kira kamu mau ke luar negeri dan ridak membawaku.”

Chinta miringkan kepalanya dan muntah lagi.

Tubuhnya bau amis manis.

Ada juga bau parfum wanita.

Ravi dengan sakit hati mengusap punggungnya: “Apa lagi yang mereka kasih? Aku sudah kasih tahu 2 hari ini kamu ada gangguan pencernaan harus jaga kamu baik-baik......kamu tunggu, aku langsung pecatin mereka!”

Chinta kali ini menggunakan seluruh tenaganya untuk mendorongnya.

“Siapa yang mau kamu pecat, pecatin saja, bisa nggak jangan menggunakan aku sebagai alasannya?”

Ravi jadi bingung saat Chinta tiba-tiba emosi: “Chinta, kamu marah padaku? Karena aku sibuk seharian dan tidak menemanimu?

Dia bilang: “Kalau gitu, besok aku tolak semua pekerjaan, hanya temanin kamu, ok?

Chinta tertawa kesal.

“Hanya temanin aku?”

“Iya, hanya temanin kamu.”

Chinta tarik nafasnya dalam-dalam, perlahan-lahan mengatakan: “Semoga kamu tepatin saja.”

Malam ini, entah kenapa tiba-tiba hujan deras.

Semenjak pulang ke rumah, Chinta muntah terus.

Ravi mau mendekatinya tapi ditolak sama Chinta: “Kamu jangan dekati aku, mencium baumu aku jadi makin mau muntah.”

Ravi mencium lengan bajunya bilang: “Kamu tidak suka bau parfum cologne ini, nanti aku ganti.”

“Ravi Kaden, kamu tau sendiri bukan karena parfum cologne!”

“Baik baik, kamu jangan marah, lain kali aku tidak pakai parfum lagi, bisa kan?”

Chinta menggunakan air dingin untuk cuci muka, angkat kepalanya dan melihat diri sendiri yang ada di cermin.

Dan juga di luar kamar mandi, Ravi yang membawa air panas menunggu dengan panik.

Chinta hanya nggak ngerti, kenapa sampai saat ini tubuhnya penuh dengan bau amis manis sesudah bercinta dan bau parfum Nanda, masih bisa dengan serius akting mencintai dia?

Chinta nggak ngerti, kenapa kelihatan Ravi sangat peduli padanya, tapi tetap mengkhianati percintaan mereka?

Apa benar seperti omongan eksekutif: Cowok di luar main cewek adalah hal yang wajar, asal jangan ketahuan sama istri di rumah?

Dia salah menilai orang, Chinta nggak segampang gitu dibohongi.

Dan juga tidak menyerah sama batasan sendiri.

Kalau sudah bukan cinta yang sepenuh hati, maka dia tidak akan mau.

Esok paginya, Ravi membawa Chinta ke rumah sakit.

Setelah melakukan semua pemeriksaan, dokter bilang: “Harusnya gastroenteritis emosional。“

Ravi bertanya: “Apa itu gastroenteritis emosional?”

“Pasien belakangan ini terkena dampak emosional yang besar, yang serangannya sangat besar terhadap pasien, jadi membuat fungsi pencernaannya abnormal sehingga membuatnya muntah.”

Ravi tanya Chinta: “Chinta, apakah belakangan ini ada hal yang buat kamu tidak senang? Kamu bilang padaku, manatau aku bisa bantu selesaiin.”

Chinta menjauhkan mukanya, menghindar mesraannya: “Tidak bisa kamu selesaiin.”

“Kamu bilang dulu, di dunia ini jarang ada masalah yang nggak bisa aku selesaiin.”

Benar, masalah ini hanya dia yang bisa selesaiin.

Chinta sebenarnya ada seketika ingin tanya dia, kalau dia dan Nanda sama-sama jatuh ke dalam air, siapa yang bakal dia selamtin duluan?

Tapi dipikir-pikir lagi...

Orang tidak boleh menyerahkan takdir di tangan orang lain, bergantung pada gunung dia akan roboh, bergantung pada orang dia akan lari.

Dia sendiri bisa berenang, jadi bisa selamatin diri sendiri.

Dia sudah tidak butuh Ravi lagi.

Di Norwegia, dia sudah menggunakan nama Cahya Arjuna untuk daftar sekolah seni.

Saat itu, demi nikah dengan Ravi, Chinta tinggalin impian menggambar. Kedepannya dia akan hidup demi dirinya sendiri.

“Chinta, sore nanti aku temanin nonton ya? Belakangan ini ada film komedi, kamu akan senang melihatnya.”

“Sore? Kamu tidak perlu kerja?”

“Kita sudah janji, hari ini seharian aku nemanin kamu, aku tepatin janjiku, tidak akan membatalkannya.”

Selanjutnya, handphonenya berbunyi.

Sebenarnya mau dia matiin, tapi melihat panggilan masuk jadi ragu.

Chinta melihat ekspresinya, dari awal yang merasa terganggu sampai menjadi kesulitan.

Dis senyum: “Angkatlah, masalah perusahaan lebih penting.”

Ravi bilang: “Aku akan cepat, kasih aku 5 menit.”

“Iya.”

Ravi mengambil teleponnya dam mau keluar, Chinta memanggilnya: “Angkat di sini saja, masalah perusahaanmu aku juga nggak ngerti, tidak perlu takut aku bocorin.”

Ravi sedikit canggung menghentikan gerakan kakinya.

Ragu beberapa detik kemudian tetap mengangkatnya, di alisnya kelihatan jelas amarahnya: “Bukannya sudah ku bilang, hari ini jangan telpon aku? Ada masalah apa?”

Di sana nggak tahu apa yang di bilanginnya.

Tapi Chinta mendengar suara tangisan wanita.

Di depannya, Ravi bicara dengan hati-hati: “Baik, aku sudah tahu, tunggu sebentar.”

Menutup telponnya, Ravi dengan maaf berkata ke Chinta: “Chinta, perusahaan ada dokumen penting perlu aku tanda tangan, Manajer sudah mengantarnya ke rumah sakit, di bawah saja, selesai tanda tangan aku langsung naik, paling lama setengah jam.”

Chinta mengangguk kepalanya.

Ravi hampir dengan lari meninggalkan ruang konsultasi.

Dokter dengan senyum berkata: “Nyonya, suamimu sangat mencintaimu, demi kamu sampai meninggalkan pekerjaan.”

“Iya kah,” Chinta menarik sudut bibirnya, “Maaf dokter, aku permisi ke toilet dulu.”

“Baik.”

Keluar dari ruang konsultasi, Chinta melihat Ravi yang tidak sabar menunggu lift dan lari ke tangga untuk turun.

Dia benaran turun.

Tapi lantai bawah itu...

Spesialisasi kebidanan dan kandungan.

Tut...

Handphone Chinta bergetar.

[Nanda: Maaf, Nona Chinta, hari ini kemungkinan dia tidak bisa menemanimu lagi...Aku hanya dengan satu telepon, dia sudah datang ke sisiku.]
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 21

    Harus diakui, penampilan Ravi di dalam video sangat mempengaruhi, walaupun orang luar negeri yang tidak mengerti bahasanya juga bisa merasakan keputusasaannya dari ekspresinya dan teks.“Tidak.” Chinta memeluk kucing kecil dengan matanya melihat ke bawah dan bilang, “Setiap orang itu individu mandiri, tidak ada yang harus bergantung pada siapa baru bisa hidup. Kalau dengan begini dia menyerah, itu juga hal yang nggak bisa di apa-apain, nggak mungkin mengorbankan orang lain untuk kebahagiaan dia.”Dia sudah nekad, walaupun Ravi berdiri di depannya menangis separah apapun, dia juga tidak akan balik.Lisa hanya senyum: “Baiklah, kamu dengan tenang tinggal di sini saja. Belakangan ini dalam hutan sering turun salju lebat, jalan menuju kota terdekat pada ditutup, walaupun ada orang yang mengira kalian orang yang sama, juga nggak ada kesempatan untuk hubungi mereka.”Hati Chinta kerasa hangat, dia mencoba mencicipi kue kering yang barusan dibuat, dengan mata merah berkata: “Makasih, kuenya s

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 20

    Rasionalitasnya sudah dihancurkan sama keputusasaannya, sampai orang tersebut menyebutkan alamat di dalam negeri dengan nggak jelas, Ravi baru dengan senyum pahit menutupkan teleponnya. Di dalam dugaan, orang tersebut membohonginya.Tapi Ravi tidak mempermasalahkannya, karena hatinya sudah capek.Sesudah hari itu, panggilan yang sama tiada henti meneleponnya terus.Pada bilang di tempat mana melihat Chinta, lalu meminta bayaran sama Ravi.Dia tahu di antara mereka banyak penipu, tetapi tetap mentransfernya hanya untuk menangkap harapan yang sangat kecil.Bayarannya seperti batu yang tenggelam di dalam laut, bahkan tidak ada gelombangnya.Tapi Ravi tidak memedulikannya, dia sekarang hanya bisa bertahan hidup dengan harapan kecil itu. Bahkan jika ada yang meminta untuk bertemu langsung, dia juga pergi menemuinya.Kondisi ini biasanya adalah wanita, semuanya pada berpenampilan sangat menggoda dan memiliki niat lain, dengan terus terang berkata: “Pak Ravi, aku masih punya banyak teman, kal

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 19

    Kualitas kertas yang di lantai sama dengan surat yang ditinggalkan Chinta. Ravi memindahkan buku yang tersisa di ruang baca ke kamar tidur dan menulisnya terus selama beberapa hari.Saat ini, kehilangan makna waktu.Ibu Ravi dengan menangis berkata: “Chinta tidak mau menemuimu, apa gunanya kamu menulis surat minta maaf serumah? Kamu harus bilang langsung ke dia.”Ravi merenungkannya dan mengakui yang dibilang ibunya itu benar, tapi dia sudah terjebak dalam pikirannya tidak bisa keluar. Dia mengangkat matanya yang sudah merah dan bersikeras berkata: “Dia akan tahu, asalkan aku menulisnya sampai habis dia akan maafin aku, iya benar, aku harus dengan sungguh-sungguh......”Suaranya serak, tapi terkesan begitu semangat, bahkan matanya terlihat sangat teguh sampai aneh. Ucapannya sampai setengah, tibaa-tiba dia berdiri dan merebut bukunya, terus menulis dengan tangannya yang gemetar, sambil menulis dan bicara tanpa henti.“Chinta, aku bersalah, kamu pasti akan maafin aku kan? Asal aku tulis

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 18

    Dia sangat gelisah, tapi visa dan tiket pesawat tidak bisa diselesaikan dengan cepat.Tunggu dia sampai di Norwegia, menghubungi kedutaan dan kantor polisi setempat untuk mencari keberadaan Chinta sudah 3 hari berlalu.Ravi mengetuk pintu apartemen, memanggil Chinta dan berusaha masuk, tapi dihalangin sama pemilik apartemen yang sedang membereskan kamar, dengan penuh waspada: “Kamu siapa?”“Aku mencari Chinta Luna.” Begitu selesai ngomong, takut orangnya nggak ngerti jelasin lagi, “Dia istriku, kami ada salah paham, jadi aku mau menjelaskannya.”Pemilik apartemen langsung melambaikan tangannya dan berkata: “Sini nggak ada orang yang kamu cariin.”“Namanya Chinta Luna.”Pemilik apartemen bilang: “Penyewaku namanya Cahya Arjuna, bukan orang yang kamu sebutin, kamu salah orang.”Cahya Arjuna?Ravi terdiam sejenak dan bingung.“Anda nggak salah ingat?”Pemilik apartemen tidak senang: “Kalau kamu nggak percaya ya sudah.”Sambil ngomong mau menutupin pintunya.Ravi tidak rela membiarkan petu

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 17

    Seorang tante yang nggak lama ini baru cerai dengan suaminya yang selingkuh, maju menghalangi jalannya dan memarahinya: “Kamu masih muda bisa kerja yang lain, kenapa mesti jadi pelakor merusak hubungan orang lain? Benaran, dasar pelakor!”Nanda melihat orang asing juga memarahinya, membalasnya dengan keras: “Tante, dengan mukamu gini mau jadi pelakor juga nggak bisa, bilang aku pelakor, apa jangan-jangan kamu di buang karena tidak bisa mendapatkan hati cowok?”“Dasar, itu juga lebih baik dari kamu telanjang gini dan dikeluarin!” Tante emosi sampai mau menariknya.Seketika situasi jadi sangat berantakan.Tante tinggal di sekitar sini, sangat cepat sudah memanggil sekelompok temannya untuk datang memarahi Nanda pelakor yang nggak tahu malu, dan orang yang melihat keributan ini juga menyuruh teman-temannya datang melihat, dengan cepat sudah dikerumunin banyak orang.Keributannya sampai di dalam villa pun kedengaran, tapi Ravi mengabaikannya dan fokus dalam dunia sendiri tidak mau keluar.

  • Cinta Romantis Bagaikan Buih   Bab 16

    “Kamu tidak ada hak untuk menilai Chinta, lagi pula kalau fotonya tersebar bukannya impianmu? Kamu fotoin aku dengan jelas, tapi kamu sendiri malah nggak masuk ke kamera, jangan kira aku nggak tahu, kamu dari awal sudah mau dengan cara ini memaksa Chinta untuk pergi kan?”Ravi sekarang sangat sadar, tapi sudah terlambat.Nanda masih ingin beralasan, tapi Ravi sudah sangat benci dengannya, tidak memberikan kesempatan langsung menelepon ke satpam villa dan memberi perintah: “Keluarkan orang yang seharusnya nggak di sini.”Satpam villa selalu siap dalam 24 jam, setelah menerima perintah langsung datang.Nanda tidak mau pergi dengan mereka, masih berusaha melawan: “Ravi, kamu yang suruh aku datang, sekarang kamu mau aku pergi, aku akan langsung pergi, tapi kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti ini......”Ravi membalikkan badannya dan jalan menuju dalam rumah, bahkan tidak menoleh sedikitpun berkata: “Jangan sampai aku melihatmu lagi.”“Ravi......”Dengan begitulah Nanda diseret keluar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status