"Katakan, apa syaratnya sayang?" Evan tersenyum menyeringai.
"Aku minta, hutang kak Ayu lunas." "Baiklah sayang. Aku bebaskan hutang Ayu. Ayolah!" Evan menarik tanganku, sepertinya dia sudah tidak sabar. "Tunggu! Aku mau buat surat perjanjian, aku tidak mau kamu menagihnya kembali, di lain hari," pintaku. "Haah, baiklah. Kamu siapkan segera suratnya. Aku segera menyiapkan surat itu, sampai selesai. "Evan, kamu tanda tangan disini!" tunjukku pada selembar kertas yang sudah tertera materai. "Sudah kan sayang. Sekarang kita bersenang senang," ujarnya. "Simpan ini Kak!" Aku menyerahkan surat perjanjian itu. Kak Ayu menerimanya dengan berurai air mata. ***"Dinda kamu sudah siap?"Aku yang baru selesai berhias bergegas menghampiri kak Ayu."Sudah kak, ayo kita berangkat sekarang!"Begitulah kehidupan yang aku jalani saat ini, menjadi pemuas nafsu para lelaki hidung belang, entah berapa lelaki yang telah menyentuh tubuhku, dan entah sampai kapan ini semua akan berakhir. Hidup tanpa arah dan tujuan pasti, bahkan aku tak mengingat siapa diriku. Mungkinkah sebelum amnesia, aku juga bukan gadis baik-baik, buktinya sekarang aku ini hamil.Malam ini tak ada satupun pria yang mengajak kami kencan, namun kak Ayu sengaja mengajaku pergi kesebuah diskotik, katanya hanya ingin minum dan bersenang-senang."Ayu hai!" Sapa seseorang, aku tak mengenalnya, mungkin juga pria langganannya kak Ayu."Hai juga Bim,""Ini siapa Yu?""Kenalin Bim, ini Dinda," "Din, ini temanku, Bima,"Aku menjabat tangan lelaki itu."Aku Bima, senang bertemu denganmu," Ucapnya seraya melirikku."Kalian lanjut ngobrolnya ya, aku pergi sebentar!" pamit kak Ayu.Kami ngobrol sangat lama, Bima orangnya asyik diajak ngobrol, nggak seperti Evan, yang kelihatan hanya membutuhkanku untuk teman tidur saja."Din,kamu mau kemana setelah ini?" Tanyanya."Mungkin pulang Bim, tapi kak Ayu nggak tau kemana? sebentar ya, aku hubungi kak Ayu dulu,"Baru aja aku meraih ponselku, tiba-tiba Bima berkata, "Din, biar aku antar ya? mau kan?""Apa nggak ngrepotin kamu Bim?" Tanyaku merasa nggak enak."Nggak kok, yuk aku antar!"Baru saja aku keluar bersama Bima, tiba tiba Evan sudah ada di depanku."Dinda.. mau kemana? temani aku minum malam ini ya?" Pinta Evan seraya menatap Bima tak suka."Maaf Van, aku capek, aku mau pulang. Lain kali aja ya." Jawabku lesu.Akhir-akhir ini memang aku sering merasa lemas mungkin efek hamil."Jangan bohong kamu Din. Bilang saja mau kencan sama cowok ini. Memangnya dia berani bayar kamu berapa? Apa lebih mahal dari aku? "Katakan Din!" Ucapan Evan membuatku muak, sama sekali Evan tak bisa menghargai aku, aku capek dengan perlakuannya selama ini."Van, beneran aku capek!""Alasan aja kamu Din, pokoknya kamu harus ikut!" Evan menarik paksa tanganku, agar aku mau mengikutinya."Hentikan! Dia akan pergi bersamaku, jadi tolong lepaskan dia!"Bima mencoba menarik tanganku dari genggaman Evan, namun Evan tak mau melepaskan."Kalau berani ayo lawan aku! Jangan beraninya sama perempuan!" Ucap Bima, membuat Evan naik pitam."Oke! sapa takut!" Sepertinya mereka beneran mau berantem, duh bagaimana ini? apa yang harus aku lakukan?"Aku panik saat melihat Evan dan Bima saling tinju. Bima sepertinya sudah terluka terkena hantaman Evan, aku mencoba melerai mereka."Jangan berantem aku mohon," Ucapku sembari menghalang Evan supaya tak melanjutkan aksinya menghantam Bima.Evan yang tak suka aku menghalangi aksinya, kemudian mendorong tubuhku dengan cepat, sehingga aku terjatuh dan kepalaku mengenai pintu, seketika mataku berkunang-kunang, kepala terasa pening entah apa yang terjadi selanjutnya, aku tak ingat apa-apa.Saat aku membuka mata, aku merasa berada disebuah ruangan yang serba berwarna putih."Dinda...syukurlah kamu sudah sadar,"Kulihat Bima begitu khawatir dengan keadaanku."Aku dimana?"aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padaku."Dinda kamu tidak apa-apa?" Tanya kak Ayu yang baru saja datang.Dinda? itu bukan namaku. Sekarang aku ingat, namaku adalah Ayyara. Saat itu aku hendak bunuh diri, ternyata aku hilang ingatan karena peristiwa itu, dan kak Ayu yang menabrakku malah menolongku. "Kenapa sih kak, kamu nggak biarin aku mati aja.Aku menangis histeris, mengingat kejadian itu, hingga kak Ayu dan Bima terlihat panik.Gimana ini Bim, cepat panggil Dokter Bim,"Bima bergegas keluar, tak lama iya kembali dengan seorang Dokter."Sebentar ya Mbak, Mas, saya periksa pasien dulu.""Gimana adik saya Dok," kak Ayu terlihat panik. Aku terdiam setelah mengingat semua kejadian itu. Ya, kini aku ingat semuanya. Dari niatku ingin mengakhiri hidup, hingga aku menjadi wanita penghibur, semua aku ingat, ya Tuhan betapa hinanya aku."Tidak ada luka yang serius, pasien hanya shock saja. Untuk sementara biarkan pasien istirahat."Setelah Dokter meninggalkan ruangan, aku mencoba bicara dengan kak Ayu."Kak, aku ingin pulang saja kak.""Din, aku tanya Dokter dulu ya, kamu udah boleh pulang apa belum?""Iya kak!""Bim makasih ya, udah jagain Dinda. Maaf ya karena aku tak bisa menjaga Dinda, kamu jadi berantem sama Evan," Ucap kak Ayu sedih."Nggak apa-apa Yu, ya udah aku pamit ya?""Din, cepat sembuh ya," Bisik Bima ditelinga ku, aku merasa terharu mendapat perhatian lebih dari Bima.Setelah beberapa hari aku dirawat, akhirnya Dokter mengijinkan aku untuk pulang, antara ragu dan bimbang kini menyelimuti perasaanku, haruskah ku teruskan hidup dengan jalan yang salah seperti ini, atau mungkin aku harus kembali kerumah orang tuaku. Ahh, aku tak mungkin kembali pada mereka dalam keadaan hamil, apa lagi hamil tanpa suami. Tidak aku tak mau membuat mereka kecewa."Din, maafkan kakak ya, karena tak bisa menjaga kamu. Sehingga kamu jadi begini. Mulai sekarang kita kerja yang halal saja ya, kebetulan teman kakak ada lowongan di kantornya. Kamu mau kan?"Kak Ayu memelukku sambil terisak-isak, sungguh aku tak menyangka, kalau kak Ayu begitu tulus menyayangiku seperti adiknya sendiri."Kak, aku mau kok. Tapi bagaimana kakak bisa lunasin hutang-hutang kakak? kerja biasa, pasti gajinya tidak seberapa.""Hutang kakak tinggal seberapa, mungkin kakak akan menjual rumah ini, buat lunasin sisa-sisa hutang Kakak." Ucapnya sendu."Tapi kak, nanti kita mau tinggal dimana?"Kak ayu tersenyum, "Masih ada rumah Kakak yang lain," ujarnya. "Sekarang, kita siapkan berkasnya berkasnya ya, kalau sudah siap, kita langsung berangkat," ujar kak Ayu. "Siap Kak."Aku mendatangi sebuah kantor, yang katanya milik kenalan kak Ayu. Setelah menunggu beberapa menit, pria datang menemui kami. Jantungku serasa berhenti berdetak saat aku melihatnya. "Ayyara." dia pun terkejut melihatku."Mas, aku takut,""Arra bertahan ya?"Samar kudengar suara mas Adi, namun perlahan menghilang."Arra bangun sayang, kamu pasti kuat sayang."Kudengar pelan suara mas Adi. Perlahan kubuka mata ini, kurasakan tangan mas Adi menggenggam tanganku, kutatap wajahnya, ada raut sedih disana, ada air mata menetes dipipinya."Mas." panggilku lirih."Arra, kamu sudah sadar sayang."Mas Adi mencium tanganku lembut."Apa yang terjadi Mas? apa kandunganku baik baik saja?"Kali ini, aku sudah tak merasakan kram diperutku, apa jangan jangan, tidak aku tak mau itu terjadi."Sayang, kandungan kamu baik, anak kita baik baik saja Ra.""Tapi..."Tapi apa Mas?" Mas Adi menggantung kata katanya, membuatku jadi panik."Tapi, kamu kenapa curang, nggak kasih tau Mas, dari kemarin kemarin."Mas Adi tersenyum seraya membelaiku sayang."Maksud kamu apa Mas?"Mas Adi membuatku bingung."Dokter bilang, usia kandungan kamu sudah lima minggu, tapi kok baru kasih tau Mas kemarin."Ucap mas Adi, sambil mengacak acak r
Drrrrrtttt.Kudengar posnselku berbunyi saat berada dikamar mandi."Ra, ada telepon dari om Andri nih?" Ucap mas Adi dari balik pintu."Sebentar Mas!"Om Andri telepon? Pasti ada yang penting. Jangan-jangan, ini soal penyelidikan itu. Apa om Andri sudah berhasil, menyelidikinya, dan sudah tahu siapa orang itu?"Mana Mas?" Mas Adi memberikan ponsel yang dipegangnya padaku."Hallo Om." sapaku ramah."Arra, Om sudah mengetahui siapa orang itu." Ucap Om Andri dari seberang sana."Serius Om?"Mendengar yang om Andri katakan, aku sangat senang. Sebentar lagi, aku akan melihat wajah orang yang menghancurkan hidupku melalui Andrean."Sekarang dia sudah Om sekap dirumah." Ucap om Andri tegas."Apa Om! Disekap?"Aku masih bingung dengan maksud om Andri."Iya Ra, kamu segera kesini ya!""Iya Om, sebentar lagi Arra kesitu."Berarti om Andri telah menangkapnya, tapi kenapa tak langsung membawanya kekantor polisi. Apa om Andri ingin aku melihatnya dulu. Tapi siapa sebenarnya orang itu? aku jadi pe
"Ada apa Mas?"Mas Adi hanya melirikku saja, aku jadi takut, jangan jangan terjadi sesuatu sama papa."Papa Ra.""Papa kenapa Mas?" Mas Adi malah tersenyum, aku jadi bingung dibuatnya."Kok malah senyum sih Mas." Aku jadi kesal dibuatnya."Kamu tuh, orang Mas belum selesai ngomong, udah main potong aja. Tadi yang telepon Papa, Papa bilang sekarang lagi kerumah Nenek, Papa lagi jemput Mama."Kali ini mas Adi sepertinya serius."Yang bener Mas?" "Iya sayang, kamu nggak usah panikan kenapa?"Ujar mas Adi sembari mengacak rambutku.Mendengar kata kata mas Adi, aku merasa bahagia sekali, aku senang karena papa baik baik saja. Lebih senang lagi, karena papa sedang jemput mama, sebentar lagi, keluarga kecilku dapat berkumpul kembali, aku sudah tak sabar, ingin melihat mereka bersatu kembali."Mas, kita sarapan yuk!"Karena panik, memikirkan papa, aku sampai lupa untuk sarapan, kasihan mas Adi, pasti sudah sangat lapar."Yuk!" mas Adi seperti sangat bersemangat."Maaf ya Mas, gara gara aku,
Drrrtttt....Kudengar ponselku berdering, tapi aku biarkan, karena mata ini masih terasa ngantuk, enggan meraih ponsel yang berada disamping Mas Adi. Aku kembali hampir terlelap, saat kudengar bunyi ponselku untuk kedua kalinya. Siapa sih, masih pagi begini sudah telepon, mengganggu saja. aku menggerutu kesal.Segera kuberanjak dan kuraih ponselku.Ahh mati, biarin lah, nanti juga kalau penting telepon lagi.Ting.Sms masuk. Segera kubuka isi pesan itu, takutnya penting.[ Ra, ini Om, Orang orang Om, melihat orang yang mencurigakan, didepan rumahmu ]Ting.Kali ini pesan berbentuk Video.Kulihat dengan jelas, ada orang yang sedang berusaha memanjat pagar rumahku, tapi sayangnya, wajahnya tak terlihat jelas, karena memakai masker.Ting.Satu lagi pesan video masuk, kulihat diluar pagar, ada sebuah mobil dan seorang wanita, sepertinya sedang mengawasi tempat sekitar, tapi sayangnya wanita itupun memakai masker, tapi sepertinya aku hapal gerak geriknya.Ting.[ Sekarang Seno dan Joko, se
Saat om Andri membuka pintu, tiba tiba seseorang dibalik pintu menghajar om Andri, hingga terpental kebelakang.Om Andri babak belur, dihajar dua orang berpenampilan seperti preman."Arra kamu baik baik saja sayang?"Kudengar suara orang memanggil."Mas Adi!"Mas Adi memelukku dan membawaku keluar."Handi cepat lapor polisi, sebelum bajingan ini kabur!"Perintah mas Adi, pada orang yang bernama Handi.Sebelum orang itu menghubungi polisi aku harus mencegahnya."Tunggu!" teriakku pada orang yang bernama Handi."Tolong jangan lapor polisi!" Aku tak mau om Andri masuk penjara, gara gara kesalahan pahaman ini."Kenapa Ra? Orang seperti itu pantas membusuk dipenjara." Ujar mas Adi terlihat kesal.Wajar saja, karena mas Adi mengira, kalau om Andri adalah penyebab keluargaku hancur. "Mas, ini cuma salah paham saja. Om Andri bukan orang yang telah menyuruh Andre untuk menyakitiku.""Apa?""Iya mas, Ayo masuk dulu, biar Arra jelaskan.""Mas, om Andri ini adiknya Papa. Memang dia yang telah m
Sayup sayup kudengar orang yang sedang berbicara."Bagaimana ini Bos? dia nggak sadar sadar, apa tidak sebaiknya kita bawa kedokter saja?" Sepertinya itu suara orang yang bernama Seno."Jangan! Aku tak mau ditangkap polisi lagi. biarkan saja dia, kita tunggu sebentar lagi, semoga dia cepat sadar," Sahut om Andri.Perlahan kucoba membuka mata, kulihat ada om Andri dan Bang Seno.Sepertinya aku tertidur disebuah kasur empuk, aku mencoba untuk bangun, dengan kepala yang masih sedikit pusing. Kulihat lagi disekelilingku, aku bukan lagi berada disebuah gudang, yang berisi barang barang bekas. Sepertinya aku berada disebuah kamar, yang layak untuk ditempati."Kamu sudah sadar?"Kulihat om Andri duduk disampingku."Om, kenapa menolongku? kenapa tidak biarkan aku mati saja."om Andri hanya diam, kemudian beranjak dari duduknya."Ayo keluar!"Perintahnya pada bang Seno, om Andri berlalu diikuti bang Seno.Aku baru ingat, saat aku digudang, aku merasa pusing dan tubuhku ambruk, mungkin aku pin