Share

Bab 0005

“Marcella Hadiwijaya, apakah kau bersedia menjadi istri Bayu Tjandra. Mencintai dan menerima dalam suka dan duka?”

Ini adalah hari di mana Marcella mengikat hubungannya dengan pria yang baru dikenalnya beberapa hari yang lalu. Wanita yang dibalut gaun putih panjang nan indah itu tak kuasa dengan tatapan mata-mata yang kagum. Terlebih dengan adanya Bayu di atas altar yang penampilannya memenuhi setiap kata ideal dan sempurna untuk seorang pria.

Tepat di depan Marcella berdiri Bayu. Tatapan mereka lurus bertemu. Mata Marcella terasa panas. Ada sesuatu yang mencengkeram hatinya. Sebuah ketakutan besar yang datang dari masa lalu. Perasaan itu perlahan meremukkannya.

Kenangan yang menjadi kepingan, tiba-tiba membesar untuk kemudian membuatnya ingin berlari. Meskipun beberapa kali wanita itu meyakini diri sendiri bahwa pernikahan dan hubungannya dengan Bayu adalah sandiwara, tetap saja, dirinya dipenuhi rasa panik.

“Marcella, apakah kau bersedia?”

“Cell….” Bayu sedikit meremas tangan Marcella.

Mengembalikan pada keadaan di mana semua orang menunggu jawaban dari wanita yang wajahnya tertutup oleh veil itu. Bisik-bisik yang terdengar dari sekitar membuat Bayu semakin gelisah. Seharusnya apa pun jawaban Marcella tidak penting baginya.

Jika Marcella menerima, itu sesuai dengan perjanjian mereka. Kalau di menolak, itu akan lebih aman untuk Bayu. Dia bisa melepaskan diri dengan mudah setelah semua keuntungan yang di dapat.

Bayu mengharapkan sesuatu yang dia takutkan untuk menjadi bagian dari dirinya.

“Cella….” Kedua kalinya.

Kali ini Bayu mengangkat dagu Marcella dan memaksa wajah cantik yang mulai basah oleh air mata itu menatap ke arahnya. Bayu tersenyum mengangguk. Dia seperti mengucap ribuan janji, bahwa setelah hari ini, semua akan baik-baik saja.

Itu berhasil!

“Ya. Saya bersedia.” Akhirnya tiga kata yang ditunggu keluar dari mulut Marcella.

Bayu tersenyum lega begitu pula para undangan yang datang. Pendeta yang berdiri di antara mereka pun tampak terlepas dari beban. Prosesi janji nikah berikutnya untuk Bayu dan itu semudah yang diharapkan.

“Silahkan cium pengantin wanitanya,” ujar Sang Pendeta.

Bagian ini adalah bagian yang mereka lupa untuk bicarakan sebelumnya. Sebuah ciuman pernikahan, adalah ritual yang selalu ada di pemberkatan gereja. Entah bagaimana, ini tidak terpikirkan oleh Marcella dan Bayu.

Setiap mata yang ada di ruangan itu menunggu. Dalam kesunyian, pikiran keduanya justru semakin tegang. Suhu ruang pemberkatan dengan cepat meningkat tajam. Marcella nyaris kehilangan pengetahuan tentang cara bernafas saat Bayu membuka veil di wajahnya.

Mata mereka bertemu untuk ‘berbicara’.

Perlahan Bayu mendekatkan dirinya. Setiap detik berubah menjadi penyiksaan untuk membawa setiap inci semakin maju. Marcella menunggu dengan jantung berdetak di telinganya.

Bayu membisikkan sesuatu pada Marcella, cepat dan nyaris tidak terlihat.

“Adegan ini diperlukan untuk meyakinkan semua orang tentang hubungan dan pernikahan kita.”

Saat bibir Bayu mendarat di bibirnya, dunia Marcella ‘menghilang’ tidak ada yang bisa dia ingat selain kehangatan yang sedang dia rasakan. Anehnya, itu membuatnya merasa tenang dan bahagia.

Bahkan tepuk tangan hadirin tidak membuat Bayu melepaskan ciuman. Sebuah peningkatan terjadi saat Bayu merasa bibir Marcella terbuka. Itu ‘sambutan’ selamat datang yang tidak akan dia sia-siakan.

Sampai paru-paru mereka ‘berteriak’ meminta pembebasan untuk bernafas, barulah Bayu melepaskan panggutannya. Wajah Marcella praktis memerah dan panas. Mereka kembali ke alam nyata.

Bagi Marcella saat itu, dunia terasa berputar lebih cepat. Semua selesai dengan sempurna. Senyum bahagia merekah di wajah Ayah dan Ibu Marcella. Satu keinginan besar yang telah lama mereka nanti akhirnya berhasil Marcella kabulkan.

“Ayah, Cella dan Bayu akan langsung pulang ke rumah kami. Semua pengaturan untuk keberangkatan Ayah ke Singapura sudah disiapkan. Kita akan berangkat besok lusa.” Marcella duduk sambil memegang kedua tangan orang yang sangat dicintainya itu.

“Ayah bisa pergi sama Ibu. Ini bukan pertama kali. Kamu bisa menghabiskan waktu bersama Bayu untuk berbulan madu.”

Marcella menelan semua ‘kebekuan’ yang ada di tenggorokannya.

“Kami bisa sekalian bulan madu di Singapura. Cella nggak tenang kalau Ayah cuma pergi sama Ibu saja.”

“Ok. Kalau begitu atur saja sesuai keinginanmu. Apa kamu sudah memberitahu Bianca tentang pernikahanmu dengan Bayu?”

Marcella menggeleng. Dia tahu, tidak akan mudah bagi Bianca menerima kedatangan orang baru dalam keluarga mereka. Lagi pula hubungannya dengan Bayu hanya palsu. Sekedar memberikan kebahagiaan dan memenuhi permintaan orang tuanya. Dia pikir, tidak perlu melibatkan Bianca dalam hal ini.

“Aku akan bicara dengan Bianca nanti. Mungkin juga akan mengunjunginya ke Amerika setelah pengobatan Ayah selesai.”

Ayah dan Ibu Marcella bertukar pandang. Keduanya begitu saja setuju.

Setelah rangkaian acara makan bersama dengan keluarga di sebuah restaurant mewah, Marcella dan Bayu pun menuju ke rumah pribadi Marcella yang akan mereka tinggali bersama.

“Kau keterlaluan, kenapa kau memintaku menyetir. Ini adalah hari pernikahan kita.” Bayu menggerutu.

“Orang-orang menganggapnya romantis. Mereka pikir aku ingin berduaan denganmu.” Marcella menjawab dengan wajah acuh.

Pernyataan yang membuat Bayu mendengus kesal. Sementara dia berusaha menembus jalanan ibu kota di bawah langit siang yang mulai terik, Marcella dengan santai bersandar di kursi penumpang yang nyaris dalam posisi tidur di sampingnya.

“Aku seperti seorang supir yang sedang menyetir untuk majikannya.” Lagi-lagi Bayu bergumam.

Marcella tidak memberikan reaksi. Dia memilih sibuk dengan ponselnya. Mata Bayu beberapa kali melirik dan mengamati wanita yang sekarang berstatus sebagai istrinya. Tidak akan ada yang percaya jika Marcella berusia sepuluh tahun lebih tua darinya.

Dia terlihat cantik dengan gaun pengantin yang diambil dari butiknya sendiri. Kulit putihnya seperti mutiara yang mengundang naluri Bayu untuk menyentuh. Ingatan tentang ciuman di gereja tiba-tiba menggelitik Bayu ketika matanya berhenti untuk melihat bibir merah jambu Marcella.

“Hey, kenapa kau membuka bibirmu saat berciuman denganku tadi?”

Marcella nyaris tersedak lidahnya sendiri karena pertanyaan memalukan yang Bayu lemparkan.

“Aku… tidak ada alasan. Aku hanya ingin semua terlihat lebih alami.”

“Kau terlihat menikmati.”

“Tutup mulutmu! Jangan melewati batasanmu, Bayu.”

Udara di dalam mobil berubah menjadi panas. Marcella mengutak atik tombol AC untuk mengatur kecanggungan di antara mereka. Kegelisahan yang terbaca jelas oleh Bayu. Dia tahu bahwa ingatan ciuman itu berbekas bukan hanya di ingatannya tapi juga di ingatan Marcella.

“Kita tampak serasi. Tidak ada yang tahu bahwa aku jauh lebih muda darimu.” Bayu mencoba mencairkan situasi.

Bagaimana pun mereka akan tinggal bersama. Setidaknya mereka perlu memiliki sedikit kenyamanan dan mulai menurunkan tingkat permusuhan. Itu yang Bayu pikirkan.

Sekali lagi dia tidak mendapatkan tanggapan Marcella.

Wanita itu terus diam sampai mereka tiba di sebuah rumah berpagar tinggi dengan warna emas. Bangunannya menjulang tiga lantai di atas tanah. Disambut dengan taman yang asri tertata rapi, Bayu mengarahkan mobil yang dia kendarai ke pintu utama.

“Apakah kita harus tinggal bersama. Orang tuamu toh tidak ada di sini.” Bayu mematikan mesin mobil.

Tanpa menoleh, Marcella memberikan jawaban sambil bersiap turun dari mobil. Dia mengangkat bagian bawah gaunnya agar lebih aman saat melangkah.

“Mereka bisa datang kapan saja. Aku tidak mau repot mencari jawaban jika mereka bertanya tentang suamiku. Lagi pula aku sudah membayar mahal untuk mendapatkanmu.”

Setelahnya Marcella meninggalkan mobil dan berjalan memasuki rumah. Seorang pembantu yang sejak tadi berdiri menyambut mereka tersenyum melihat Bayu.

“Selamat datang, Tuan. Apa ada barang yang perlu saya bawakan?”

“Tidak ada, Bi. Terima kasih.” Bayu bersiap untuk keluar dari mobil..

Ketika kedua kaki Bayu menapak di halaman rumah Marcella untuk pertama kali, dia melihat sekeliling. Itu adalah sebuah rumah mewah. Bahkan halamannya seluas mata memandang.

Tidak perlu diragukan lagi jika Marcella adalah seorang wanita yang telah berhasil dalam bisnisnya. Ketika Bayu pertama kali datang ke kantor Marcella, sebuah papan nama besar dengan untaian huruf ‘Cellena’ sudah menunjukkan posisi Marcella.

Itu adalah salah satu produk fashion ternama di Indonesia. Ketika Bayu masih hidup nyaman di ‘kastanya’ merk itu adalah merk yang biasa ibunya dan Aryani gunakan.

“Tuan, Nyonya meminta anda untuk masuk. Ditunggu di ruang makan.” Suara pembantu Marcella mengembalikan lamunan Bayu ke dasar bumi. Dia mengangguk dan segera mengikuti langkah kecil wanita paruh baya yang berjalan tergopoh di depannya.

Ketika langkahnya memasuki rumah Marcella, hal pertama yang menarik perhatian Bayu adalah foto serupa yang pernah dia lihat di kantor Marcella. Itu foto Marcella dengan seorang wanita yang tampak lebih muda.

Lalu di sebelah foto itu ada foto lain dengan ukuran lebih kecil. Di dalam foto itu wanita yang bersama Marcella tertawa di sebelah seorang pria Eropa yang lebih tua darinya. Kedua foto itu tergantung manis di dinding putih rumah Marcella.

Rumah yang memiliki design mewah dan minimalis. Warna putih mendominasi seisi rumah. Semua tampak bersih dan aroma harum yang menenangkan menyambut penciuman Bayu sejak langkah pertama di rumah itu.

“Tuan, mari lewat sini.” Pembantu Marcella mengulurkan tangan menunjukkan pada Bayu arah ke ruang makan.

Bayu mengangguk sopan. Dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya tentang apa yang baru saja dilihatnya.

“Bi, itu tadi foto siapa?” Bayu tahu bahwa pembantu Marcella sesaat juga ikut berhenti ketika dia mengamati kedua foto itu.

“Itu foto Nona Bianca, putrinya Nyonya Marcella”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status