Share

Kenzo Murka

Author: Chaca
last update Last Updated: 2022-12-02 12:16:16

"Gimana kerjamu hari ini?" tanya Kenzo yang menjemputku. 

"Tadi sempet bersitegang, cuma keburu bel. Pasti besok rame," jawabku. 

"Loh, kamu ribut sama siapa? bilang, dia ngapain kamu? "

Aku kaget melihat reaksi Kenzo, dia kenapa

ya. 

"Gak, Ken. Orang lain yang kena, bukan aku."

"Oh, kalo ada yang jahatin kamu, bilang ya,"

"Mana ada, Ken. ah"

"Kali saja"

Lama kami terdiam di mobil, cuma sesekali saling pandang. 

"Ken," panggilku. 

"Iya"

"Kamu gak cape antar jemput aku?"

Ngiiiik  ... Kenzo mengerem mobil secara tiba-tiba. 

"Kamu bosen?" 

Astaga kenapa dia malah melempar pertanyaan seperti itu. 

"Bu--"

"Turun sana!" Bentaknya sedikit kasar. Sungguh, adrenalinku terpacu sekali. Ada apa dengan Kenzo. 

"Ken, aku tak bermaksud. Tolong dengerin dulu." Kutautkan kedua telapak tangan memohon padanya. 

"Turun!" sekali lagi dia membentakku. Akupun mengikuti perintahnya dengan berat hati. Kenapa Kenzo jadi sekasar itu? 

Bagaimana kalau dia mengadu pada ayah, ya Tuhan ada apa ini. Siapa sebenarnya calon suamiku itu. 

Kenzo menurunkan aku di jalanan, ah, pria macam apa kamu. 

Tiba-tiba langit muram, titik-titik air mulai turun. Ya Tuhan, mulai menggigil aku membayangkan hujan besar dilengkapi petir yang bersahutan. 

Ah, terlalu kau Tita. Santai saja, dibawa happy. Pikiranku mulai kudoktrin dengan hal hal yang baik. 

Namun, duarrrr  ...! 

"Ayaaaah," jeritku duduk dengan melingkarkan tangan pada kaki yang kulipat. Masih dalam guyuran hujan dan rasa takut yang memuncak, kuberanikan berdiri saat mataku tertumpu pada dua orang lelaki bertato yang kuyakini teman Kenzo. Mau apa mereka, pikirku. 

Mereka mengendarai motor berboncengan, berhenti dekat tong sampah samping pohon mangga. 

Kupaksa seret langkahku sedikit mendekat, hujan mulai mereda tapi bajuku lumayan basah. 

Dua orang berbadan tegap itu mengambil bungkusan dalam tong sampah, tak mungkin mereka pemulung. Apa yang mereka ambil, bungkusan itu rapi seperti baru terbungkus. 

Lalu, 

Oh My God, Rio menghampiri dua orang tersebut. Sepintas kulihat dua orang yang tadi mengambil bungkusan berbincang dengan Rio lalu mereka memberikan uang lumayan banyak kepada Rio. Apa yang mereka lakukan? pikirku. Mereka melakukan transaksi apa. Teman-teman Kenzo dengan Rio, apa hubungannya? Aku sedikit membungkuk takut Rio melihatku. 

Aku sembunyi di balik pohon besar, memantau mereka. 

Hanya sebentar, mereka lantas pergi. Apa sebenarnya usaha Kenzo, siapa juga Rio. Pertahananku mulai oleng, dingin menyergap menusuk pori- pori kulitku. penglihatanku sedikit mengabur karena pusing yang dahsyat, dan brakk  ...! 

Entah bagaimana ceritanya, aku tersadar sudah berada di kamarku sendiri. kulihat sekeliling, ayah dan ibu tersenyum menyambutku. 

"Tita kenapa, Yah?"

"Gak papa, Sayang. Kamu hanya pingsan,"

"Siapa yang antar aku pulang?"

"Kenzo,"

Kenzo? dia tidak ada di tempat waktu itu. Kenapa bisa dia yang mengantarku pulang. Kuraih ponselku, ku kirim message ke nomor Kenzo. 

[Ken, Thanks ya, dah nganterin aku pulang]

Hmm, ceklis satu. Dia off, tumben amat. 

Hampir 20 menit tak ada balasan dari Kenzo. 

[Lain kali gak usah ujanan] akhirnya dia balas juga. 

[Iya, terimakasih]

[Aku otewe ke sana, tunggu]

[Iya, Hati-hati]

[Sip]

aku yakin Kenzo orang baik, kemarin mungkin sedang kecewa urusan pekerjaan. Tapi, apa pekerjaan dia sebenarnya? 

"Makan, nih, "

Kenzo datang bawa makanan, dia itu perhatian sekali. 

"Makasih,"

Ingin sekali aku bertanya apa hubungan dengan Rio dengan pekerjaannya. 

Aku takut dia marah seperti kemarin, lagipula ada ayah di rumah takut beliau kepikiran. 

"Eh, ada nak Kenzo," sapa ayah menghampiri. Kenzo langsung menyalami tangan ayah. Ya Allah, aku semakin bimbang. dia sopan pada orangtuaku, tapi kemarin  ..., 

"Ayah ke luar dulu, kalian lanjut ya"

"Iya, Yah," jawab Kenzo masih sangat sopan sekali. 

"Ta, soal kemarin aku--"

"Gak papa, Ken,"

"Aku lagi pusing kemarin,"

"Sabar ya,"

"makasih, ta,

Kuperhatikan gestur tubuhnya saat dia menerima pesan yang entah dari siapa. 

Dia gugup, terkesan marah juga. Lalu dia menelpon seseorang. 

"Bawa dia, jangan jadiin tumbal dulu. Dia harus dapat balasan dari gue"

Sontak aku kaget mendengar itu, apa ada hubungannya dengan kejadian tadi. Ada apa dengan mereka, apa tumbal yang dimaksud Kenzo. 

***

Pagi kembali hadir, membuatku semangat menjalani hari kembali ceria. Kenzo izin tidak mengantarku ke tempat kerja, dan aku harus bawa motor sendiri ke pabrik. 

"Hati-hati, Nak," ujar ayah dan ibu saat ku pamit. 

"Iya, Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam"

Dengan hati-hati kukendarai motor yang kubeli dari hasil kerjaku, lumayan, meski second tapi layak dipakai. Daripada aku harus kredit motor baru bikin pusing kepala juga riba dan pantang bagiku. 

Di depan ruanganku sudah kulihat sosok tinggi dan putih yang tak lain Mister Lee, masya Allah pasti dia bakal bahas soal sampel kemarin. Ah, Lisa kamu harus kena wejangan dari mister Lee. Ngeyel si, sudah kukasih pola yang dah di Acc mister malah buat sendiri sesuai idemu. Nyari penyakit saja. 

"Pagi, Mister," sapaku. 

"Pagi, mana Lisa?"

Kan, dia kalau belum tuntas marahnya pasti dilanjut episode berikutnya. 

"Belum datang, kayaknya, Mister,"

"Pengawas macam apa dia hah, hari siang sudah belum datang" katanya kebolak-balik. 

"Macet, barangkali"

"Ada mana jam macet hari pagi," serunya belepotan, maklum dia belum sepenuhnya menguasai bahasa Indonesia. 

"Ya saya tidak tahu, Mister,"

"Lagi kamu saja ada ada,"

Ya Tuhan, ada-ada saja kali. Dasar mister bloon. Untung cakep, kalau jelek pengen tak toyor. 

Aku celingak-celinguk mencari Rio, tumben sekali dia belum datang. Biasanya dia on time, dan selalu menyapaku. Astaga, bagaimana jika yang dimaksud Kenzo itu Rio yang akan dijadikan tumbal. Ah, tak mungkin. 

"Melamun malah kamu," mister menarik ujung jilbabku.

"Sorry, Mister, saya keingetan sesuatu tadi"

"Pacar hah"

"Bukan,"

Kepo banget si mister Lee itu. Lisa kulihat dia seperti tegang memasuki ruangan kerja, hampir saja aku tertawa meledeknya.

"Ini jam masuk baru, kemana pergi dulu?" tanya mister Lee. 

"Maaf, Mister. Tadi ban motor saya bocor, jadi saya tambal dulu," jawab Lisa sedikit menundukan pandangannya. 

"Sudah, kamu kemarin kerja cara apa hah? Tita kamu kasih sampel betul kenapa salah kamu buat hah?"

"Tita salah ngasih pola kali," eits playing victim. 

"Kalau gue salah kasih pola, sampel gue sudah pasti salah jahit peak," cecarku. 

"Marah kenapa jadi kamu Tita, biar saja saya buat dia marah"

"Maaf, Mister, mungkin mesin ganti tensyen"

Astaga, alasan apalagi. Macam anak kecil saja tingkahnya. Harusnya dia akui saja kalau dia salah, kelar urusan. Ini malah muter-muter tak jelas kemana arah pembicaraannya. 

"Masih kerja mau di sini? "

"Masih, Mister,"

"Buat macam Tita sekarang."

Mister Lee mendorong sedikit tubuh Lisa, saling kesal kuyakin. Lisa menatapku penuh benci, kubalas tatapannya sambil menyeru "Ape lu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Sang Preman   Temu kangen

    "Sayang," Ken berlari meraih tubuhku untuk memelukku, aku sangat merindukan Ken ini."Apakah kamu baik-baik saja?""Ya, sayang,""Yo, aku akan menyewakan rumahmu untuk sementara waktu," seru Ken kepada Rio."Hei, itu disewakan, tidak apa-apa bagimu untuk tinggal di sini. Aku tinggal di rumahmu, jadi kamu bisa mengurusnya.""Oh ya, terima kasih, Yo.""Ya, istirahatlah Bos. Apakah Anda ingin saya membeli sesuatu?"Apakah istriku sudah makan?"“Oke sayang, kamu makan. Rio belikan nasi untuk laki-lakiku,”"Siap, Ayah. Waktu mau beli minum, lidahku terlalu pahit untuk diminum,""Jangan minum terlalu banyak, kamu sayang tubuhmu, apalagi kalau nikah nanti tersedak tar Yo, nikah itu enak lho," kata Ken menyetujuiku."Jika kamu berpikir untuk pergi ke sana, aku akan pergi ke sana."***"Sayang, bagaimana kamu bisa tertangkap dengan semua bukti?""Tidak perlu membahasnya, kamu tidak akan mengerti dan aku juga tidak ingin kamu mengerti, sayang,""Baiklah, apa rencana kita selanjutnya? Berapa la

  • Cinta Sang Preman   Ngungsi

    "Lu baik-baik di sini ya, Ta. Gue sama Alvin temenin di sini."Aku mengangguk serta segera masuk ke dalam rumah Rio agar tidak memancing musuh."Yo, telpon bang Kobra, dia gimana?" pintaku."Iya, sebentar." Rio langsung menghubungi Bang Kobra,"Hah? siapa mereka Bang?""Maya, Yo," kudengar percakapan mereka karena Rio sengaja buka speaker agar aku dapat mendengar langsung.Astaghfirullah, dia lagi. Kenapa dia selalu ingin membuatku celaka, padahal ibunya adalah ibuku juga."Lu kudu tiati, Ta,""Maya gak tau rumah lu, kan?""Gak! lu dah makan belom? gue suruh Alvin beliin makanan ya?""Beliin gue nasi Padang saja, Yo. laper gue,""Iya siap."Lagi dan lagi perempuan gila itu masih terus mengincar aku, betapa besar cintanya kepada Kenzo.Kasihan jiwanya terluka bahkan tumbuh rasa dendam.Tanpa aku tulis kesedihannya sudah jelas terlihatTanpa tangis pun sudah terasa betapa perihnyaBertekuk lutut aku mengiba diantara pintamu yang luguAku kini hanya mencoba kuat, meski sekedar menemanin

  • Cinta Sang Preman   Jebakan

    Beruntung lukaku tak terlalu parah, jadi bisa langsung pulang. Tak sabar aku ingin segera ke kantor polisi untuk melihat keadaan suamiku."Suami kamu kedapatan bawa narkoba," kabar polisi saat aku sampai di kantornya. Aku shock, aku tahu dia bandar narkoba tapi sudah gak lagi dia menggeluti pekejaan haram itu. Dia pun janji tidak akan menyentuh barang haram itu lagi."Izinkan saya bertemu suami saya," pintaku memohon."Baik, tunggu sebentar.""Sayaaang." Ken memelukku, aku sibuk menyeka air mata."Kenapa ini bisa terjadi?" isakku."Sttt ... dengerin aku, kamu jangan ke sini dulu ya. Aku khawatir musuhku akan mengincar kamu, Sayang.""Maksudmu?""Turuti perintahku, Sayang. Aku hapal situasi seperti ini. Aku akan segera keluar asal kamu nurut. Biarkan aku dan teman yang lain yang ngurusin ini.""Gimana kalo umi dan Abi tanya, Ibu sama Ayahku juga?""Bilang sama mereka aku ada kerjaan ke luar kota dadakan,""Iya Sayang, kamu baik-baik di sini.""Kamu bisa telpon ato chat aku, Sayang."Ak

  • Cinta Sang Preman   Dihadang musuh

    "Jangan gitu dong ummi, Abi cuma sayang ummi," ujar Abi masih merajuk manja."Abi malu, kita di rumah besan loh bukan di rumah kita," sahut ummi mencubit mesra pinggangnya."Astaghfirullah, Abi lupa. Kalian gimana, Nak?" tanya Abi mengalihkan pembicaraan."Kami baik Abi," jawab Ken."Alhamdulillah,"Asyik berbincang dengan mereka kemudian aku dan Ken pamit pulang, karena tadi Ken janji mau ganti nomor kartunya maka kami mampir ke konter.Aku pilih sendiri nomor kartunya, semoga dengan ini Maya tak lagi bisa menghubungi Kenzo.Kami sedang berjalan pulang dari konter setelah pengaktifan kartu baru. Kami berdua bahagia dan berbicara tentang acara yang baru saja berlangsung. Namun, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan kami dan seorang pria keluar dari mobil itu. Pria itu adalah musuh lama Kenzo yang selalu mengganggu bisnis Kenzo. Kenzo segera mengenali musuhnya itu dan aku merasa tidak nyaman dengan keadaan yang memburuk."Kenzo, Elu pikir lu bisa lari dari gue selamanya?" kata musuh

  • Cinta Sang Preman   Berkumpul

    Lagi dan lagi Maya mengganggu kebahagiaan kami, aku tahu Ken curiga atas tingkahku yang tetiba pamit ke kamar mandi dengan membawa ponselnya. Dia hanya sedang menyembunyikannya dari ummi."Ummi pulang ya, Sayang.""Ken antar ya ummi," tawar Ken."Gak usah sayang, kasihan istrimu sendirian di sini.""Tak apa ummi, Tita biasa sendiri," sahutku, ummi tersenyum cantik sekali."Tuh, istrinya Ken itu selain cantik dan menggemaskan dia juga mandiri, ummi.""Iya ummi percaya, tapi ummi mau mampir ke rumah orangtuanya Tita dulu.""Ya gak apa-apa, atau sekalian saja Tita ikut yuk, Sayang.""Ide yang sangat bagus. Tita ganti baju dulu ya, Ummi.""Iya Sayang,"Bergegas aku masuk kamar untuk mengganti baju, Ken mengekor dari belakang setelah pamit juga pada ummi."Sayang, gak usah ngurusin hal yang gak penting ya," kata Ken memelukku dari belakang."Ganti nomor ya,""Iya Sayang, kamu yang pilihin deh nomornya sekalian tar pulang nganterin ummi.""Ok,"Ken mengecup rambutku mesra, aku mencoba melep

  • Cinta Sang Preman   Maya Lagi

    "Assalamualaikum," sapa umi di luar rumah, gegas aku temui beliau dengan mencium punggung tangannya."Umi, sendiri?""Iya, Sayang, Ken ada?""Lagi di kamar mandi, umi."Umi masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa, aku mengikutinya duduk di samping."Umi sehat?""Seperti yang kamu lihat, Alhamdulillah umi masih diberi umur insyallah biar bisa lihat cucu umi,""Amiin, sebentar umi tita ambilkan minum ya.""Jangan, Nak. Nanti umi ambil sendiri.""Baik umi, jangan sungkan ya.""Gak apa-apa Sayang,""Abi kemana? kenapa gak ikut?""Abi lagi ngisi kajian di mesjid An Nafis, Kalian gimana sudah ada tanda-tanda punya anak?""Eh ada umi," ujar Ken menghampiri, langsung saja dia menyalami umi. "Iya Sayang, sehat kamu Nak?""Alhamdulillah umi, eh umi sendiri?""Iya Sayang, sini duduk dekat umi.""Gimana, Mi?""Kapan umi dapat cucu, Nak?""Doain kita umi, Ken juga pengen segera nimang Dede bayi.""Umi selalu doain,""Terima kasih umi,"Sungguh, tiada doa semujarab doa ibu. Bismillah semoga terkabu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status