Valerie berangkat ke kantor, berharap pikirannya akan teralihkan dengan setumpuk pekerjaan yang menumpuk. Valerie melewati kumpulan ibu-ibu yang masih berbelanja di tukang sayur, mereka terdiam melihat mobil Valerie lewat. Tersenyum padanya.
Munafik, pikir Valerie.Setelah mobil Valerie lewat, mereka kembali melanjutkan menggunjing.“Tuh bener kan, pagi banget berangkatnya. Karyawan apaan berangkat jam segini coba, emangnya OB,” ucap salah satu ibu-ibu.“Ya mungkin kantornya jauh Bu, jadi berangkat pagi-pagi,” kata Si Tukang Sayur.“Ah si Mamang emang ga bisa nih kalo dibilangin. Ya bu yaa,” Ibu-ibu yang lain mengangguk mengiyakan.Valerie melihatnya dari kaca spion mobilnya, ia kembali kesal. Ia kesal karna beberapa fakta menyakitkan yang selama ini ia hindari.Pertama, fakta bahwa dirinya belum menikah bahkan takut untuk menikah atau sekedar memiliki komitmen. Kedua, fakta bahwa orang-orang mengira dirinya memiliki banyak uang karna bekerja yang bukan-bukan, padahal untuk mencapai posisi di kantornya yang sekarang bukan perkara mudah. Ia mendapatkannya murni karna kerja keras dan hasil kerjanya, bukan karna ia mencari muka seperti teman-teman yang jabatannya sama dengannya.Dan fakta menyedihkan yang terakhir adalah bahwa di lingkungannya, belum menikah di umur yang sudah matang adalah sebuah aib. Ia geram, ternyata tahun sekarang masih saja ada orang yang berfikirian seperti itu.Valerie mengemudikan mobilnya dengan cepat. Sekarang masih jam 5, masih terlalu dini hari untuk dirinya berangkat ke kantor, jalanan pun masih sangat sepi, namun Valerie tidak peduli. Ia tetap berangkat ke kantor.Sampai kantor, ia memarkirkan mobilnya, membawa tas kerjanya, hp dan kunci mobil dan hanya menggunakan sendal jepit, Val masuk ke dalam gedung perkantoran. “Wah Bu Valerie, pagi banget Bu,” sapa seorang satpam kantornya.“Hehhehe iya nih Pak, lagi ada kerjaan urgent,” kilah Valerie.“Wah iyaa deh bu, mari,” ujar Satpam. Valerie menganggukan kepalanya dan berrjalan melalui satpam tersebut. Valerie menaiki lift untuk sampai ke lantai 2, lantai dimana ruangannya berada. Pintu lift terbuka, ruangan kerja masih sangat lenggang. Belum terlihat satupun karyawan yang datang. Ya jelas, orang seakarang baru pukul setengah 6. Hanya terlihat seorang Office boy yang sedang mengelap meja dan menyediakan air minum.“Pagi Daus,” sapa Valerie kepada Office Boy tersebut.“Eh Bu Valerie. Pagi amat Bu, kaget saya,” jawab Daus.“Hahhaha kenapa kaget?” tanya Valerir.“Kaget Bu, biasanya jam segini saya sendirian, eh tau-tau ada yang negor. Kan saya kaget,” kata Daus.“Hahaha bisa aja kamu,” Valererie berlalu lagi melewati Daus menuju ke ruangannya. Valerie duduk di mejanya, sedikit memperhatikan ruangannya yang ternyata selama ini tidak pernah ia perhatikan. Ruangannya tidak terlalu besar, namun cukup prestige untuk menyambut tamu dari luar. Valerie berjalan ke dekat pintu, ada sebuah meja kecil yang ia beri bunga. Bahkan bunga itu belum berganti sejak sekitar 6 bulan yang lalu.Valerie ingat itu adalah bunga yang ia beli bersama Intan di pasar kembang. Bunga Lyly. Setiap pagi, pasti bunga ini disiram dan dirawat, hingga masih bisa hidup sampai sekarang.Valerie keluar dari ruangannya, ia hendak membuat kopi di pantry. “Us, kopi sama gula mana?” tanya Valerie.“Itu Bu di lemari yang paling atas. Sini saya buatin aja Bu,” kata Daus.“Gausah gapapa, saya buat sendiri aja. Kamu lanjutin kerja kamu aja,” kata Valerie.“Iya bu.”“Kamu setiap hari dateng jam segitu?” tanya Valerrie.“Iya bu, saya jam 5 sampe kantor Bu,” jawab Daus.“Nanti pulang jam berapa?” tanya Valerrie lagi.“Pokoknya kalo udah piulang semua Bu, kadang jam 9, kadang jam 10. Kalo ada yang nginep ya saya juga nginep kecuali ada OB di lantai lain yang nginep baru saya pulang, saya bisa nitip,” kata Daus.Valerie mengangguk-angguk. Dirinya baru tau kalo ternyata OB pun memiliki beban pekerjaan yang berat. Tidak ada pekerjaan yang tidak memiliki beban.“Bu Valerie tumben dateng pagi-pagi banget Bu,” ujar Daus.“Eh iya saya bangun kepagian trus ga bisa tidur lagi, jadi yaudah saya berangkat aja ke kantor,” ujar Valerie.“Ohhhh gitu,” Daus mengannguk-angguk sambil terus melanjutkan pekerjaannya mencuci piring. “Daus, kamu sudah nikah?” tanya Valerie tiba-tiba.“Eh, udah Bu, saya udah pernah nikah,” jawab Daus, kaget dengan pertanyaan Valerie yang tiba-tiba.“Sudah pernah nikah?” “Iya Bu, sekarang saya udah pisah sama istri saya Bu,” jawab Daus.“Daus sini ngomongnya jangan sambil cuci piring. Sini duduk di depan saya,” ujar Valerie.“T..Tapi Bu, cucian piring saya belum selesai, nanti kalo ga saya kerjain keburu karyawan pada dateng,” jawab Daus.“Udah kamu tenang aja, nanti saya bantuin. Sekarang kamu temenin saya ngobrol dulu,”ujar Valerie. Dengan tidak enak hati, Daus mengikuti kemauan Valerie. Ia duduk di meja di depan Valerie.“Kamu pisah sama istri kamu? Kenapa?” tanya Valerie.“Istri saya selingkuh Bu,” jawab Daus sambil menunduk.“Kok bisa?” tanya Valerie.“Ya bisa Bu, kan saya kerja di Jakarta, istri saya di kampung. Padahal saya sayang banget sama dia Bu, kita baru nikah 2 tahun, anak baru umur 1 tahun. Eh dia kepincut sama duda di sana. Ya saya yang salah sih Bu, ninggalin istri saya kerja lama-lama, walaupun saya kerja juga buat dia sama buat anak. Mana dia masih muda, masih cantik, walaupun udah punya anak juga masih banyak yang mau. ”ujar Daus dengan nada sedih.“Emang kamu umur berapa sih Daus?”“Saya 27 Bu.”“Istri kamu?” “19 tahun ini.”“Kenapa kamu masih muda udah nikah?”“Kalo di kampung, umur saya segitu udah ketuaan Bu, istri saya juga umur 17 waktu nikah sama saya. Itu udah harus nikah. Di kampung mah umur 14 tahun juga udah disuruh nikah Bu,” ujar Daus lagi.“Apa mereka udah siap? Secara finansial, secara mental, secara fisik?” tanya Valerie.“Yah di kampung mah ga pake mikirin kayak gitu Bu, malah ada yang Cuma lulus SMP trus nikah. Padahal kadang cowonya juga masih muda.”“Setelah nikah, mereka kerja, apa gimana?” “Ya yang laki-laki mah kerja Bu, bertani atau jualan. Kalo gak, ya mereka masih makan sama orangtua yang laki-laki atau orangtua yang perempuan. Makanya saya ke Jakarta, niat mau benerin hidup tapi malah diselingkuhin.”“Anak kamu?”“Ikut istri saya Bu, tapi saya masih suka kirimin mainan buat anak saya. Nanti kalo dia udah sekolah juga saya bayarin uang sekolahnya, biar gimanapun saya tetep tanggung jawab karna saya bapaknya.”Valerie menghela nafas, fenomena seperti ini benar-benar sudah mendarah daging di negaranya. Bagaimana tingkat kehidupan masyarakatnya mau naik jika angka pernikahan anak dibawah umur maish sangat tinggi. Mereka belum siap untuk menikah namun dipaksa menikah.Secara finansial mereka belum siap, akhirnya mereka mengandalkan orangtua, itu pun kalau orangtua nya masih bisa memberi mereka makan. Mereka belum siap secara mental, menghadapi masalah rumah tangga benar-benar diperlukan mental yang kuat, tidak bisa sembarangan. Termasuk masalah kesetiaan. Jika itu tidak bisa dipegang dengan teguh, yang terjadi ya seperti kisah Daus ini.“Yaudah yuk saya bantuin cuci piring, makasih ya Daus kamu udah nemenin saya ngobrol,”ujar Valerie.“Yaampun Bu, gausah deh saya bisa kok. Masih keburu ini,” ujar Daus.“Ga, kan saya udah janji,” kata Valerie sambil berjalan menuju bak cuci piring dan mulai membantu Daus. Daus melongo melihatnya, baru kali ini ia lihat ada seorang manajer mau membantunya mencuci piring hanya karna ia menemaninya ngobrol.“Ah selesai juga. Cepet kan kalo saya bantuin, coba tadi kamu sendirian pasti jam segini belum selesai cuci piringnya,” kata Valerie.“Bu, saya minta maaf ya sama sekali saya ga ada maksud buat nyuruh Bu Valerie bantuin saya cuci piring. Tangan Ibu jadi kotor pasti,” ucap Daus dengan nada panik.“Kamu kenapa?” Valerie yang bingung kenapa Daus sepanik itu.“Saya takut dipecat Bu, karna Bu Valerrie udah bantuin saya cuci piring,” ujar Daus.“Hahaha ga bakalan. Udah ah, saya mau masuk dulu ya. Mau ganti baju. Masa saya kerja pake kaos begini,” Valerie memang masih menggunakan kaos dan celana jeans. Ia membawa baju kerjanya, sengaja ia belum berganti pakaian agar ketika kerja, bajunya tidak lecek.Valerie masuk ke ruangannya, mengeluarkan dari tasnya baju kerja yang akan ia pakai. Hari ini ia akan memakai blouse berwarna pink dan celana hitam panjang. Hari ini tidak ada pertemuan dengan klie
“Ehm..”Valerie berdeham. Ia, Intan dan ketiga staffnya sudah duduk di ruang meeting. Suasana tegang menyelimuti mereka. Valerie yang memimpin meeting duduk di paling pojok, dimana semua peserta meeting dapat melihatnya secara langsung.Disa, Dewi dan Kumala hanya bisa menunduk, sama sekali tidak berani memandang Valerie. Aura Lady Boss yang keluar dari diri Valerie benar-benar kuat. Intan saja yang sahabatnya, tidak berani sama sekali menegur Valerie jika auranya sudah seperti ini.“Tadinya hari ini saya ingin meeting membahas kinerja dan pencapaian kita bulan lalu, namun saya urungkan karna ternyata ada hal yang lebih penting..” Suara Valerie menggantung di udara. Intan mengernyitkan dahi. Tidak biasanya Valerie mengesampingkan masalah kinerja, ia adalah orang paling strick dan tepat waktu yang ia tahu. Jika ada yang digeser atau dibatalkan, berarti hal ini benar-benar penting.“Barangkali ada yang belum tahu mengapa pembahasan kinerja saya geser, saya akan menceritakan sebuah kis
Selama menunggu Intan di mobil, Valeri membuka-buka pesan whatsapp. Ia melihat siapa saja klien-klien besar yang harus ia temui. Namun ia terdiam dan ingat bahwa ia tidak memakai pakaian yang cukup formal untuk bertemu klien besar.Ia kembali mengingat kira-kira klien yang bisa didatangi hanya dengan menggunakan pakaian semi formal. Ah Risko.Valerie membuka kontak Risko. Menekan tombol panggil. Diangkat pada panggilan kedua. Ini berarti Risko sedang tidak terlalu sibuk.“Yes Val,” jawab Risko.“Kalo saya ke kantor kamu sekarang untuk review hasil kerjasama kita selama sebulan, gimana?” tanpa basa-basi, Valerie langsung bertanya pada Risko.“Oh iya boleh, kebetulan saya lagi di kantor. Kamu udah tau kantor saya?” tanya Risko.“Belum tau, boleh tolong do share location?” tanya Valerie.“Oke habis ini saya shareloc” jawab Risko.“Oke,” ujar Valerie. Ia
Valerie berjalan bersama Risko ke parkiran mobil. Ia sudah memberikan kunci mobilnya kepada Intan. Intan sudah duluan pergi ke kantor, habis dari sini, ia yakin ia akan diberondong beribu pertanyaan oleh Intan. Biarlah. Kali ini, ia yakin bersama Risko bisa memulihkan moodnya hari ini.Risko sudah duduk di belakang kemudi, kali ini ia sengaja tidak memakai supir, ia ingin menemani Valerie. Ia yakin Valerie hari ini ke kantornya bukan untuk membahas dan mereview kerjasama mereka. Ia yakin suasana hati Valerie sedang tidak baik namun ia mencoba profesional.“Jangan lupa pake seatbelt ya, karna perjalanan kita agak jauh,” ujar Risko.“Emang kita mau kemana?” tanya Valerie.“Makan siang,” jawab Risko enteng.“Ya ampun cuma makan siang aja jangan jauh-jauh. Waktu makan siang itu Cuma 1 jam,” kata Valerie.“Saya yakin kok anak buah kamu akan lebih seneng kalo bosnya makan siang sedikit le
Dan Bu Rika mulai bercerita..Keluarga Risko bukanlah keluarga kaya raya. Dengan seorang ibu rumah tangga dan ayah seorang karyawan swasta, kehidupan mereka cukup. Risko dan kakaknya sekolah di sekolah negri biasa, dengan prestasi biasa, tidak terlalu pintar tapi juga tidak terlalu bodoh.Semua berjalan normal dan baik-baik saja, sampai akhirnya kerusuhan tahun 98 merenggut semua yang keluarga Risko punya. Ayah Risko kehilangan pekerjaan. Saat itu kakak Risko baru lulus SMP dan Risko masih kelas 5 SD.Kakak Risko, Kak Roni sampai harus menunda masuk ke SMA karna waktu itu keadaan keuangan keluarga Risko yang tidak memungkinkan. Risko masih melanjutkan sekolah di SD kelas 5. Ayah Risko dan Bu Rika berfikir keras bagaimana menyambung hidup dan melanjutkan sekolah anak-anak mereka.Karna jika Roni masuk ke SMA tahun depan, itu akan berbarengan dengan Risko yang masuk SMP, biaya akan semakin besar.“Sayang, kita harus gimana?” Tanya B
“Risko, jangan bilang ini.. Kedai burger keluarga kamu?!” Valerie hampir histeris.“Kamu pintar,” jawab Risko singkat“I swear to God Risko. Aku suka banget burger KS ini ya ampun. Terimakasih semesta, kamu baik sekali. Mempertemukan aku dengan owner dari kedai burger kesukaanku.”“Valerie, kamu ga keliatan kayak seorang manager yang galak kalo lagi kayak gini,” kata Risko.“Hahahaha, aku bukan manager marketing kalo lagi ketemu masakan.”“Kamu bahkan belum duduk Val,” kata Risko.Valerie menyadari ia masih berdiri sejak pertama kali masuk ke ruangan ini.“Ini ruangan khusus buat kalo ada keluarga yang dateng kesini,” ujar Risko seperti membaca pikiran Valerie.Terdapat tulisan KS burger di dindingnya. Dibuat dengan sangat elegan.“Kartomulyo Selaras...” Valerie bergumam lirih.“Kamu pintar
“Apa kita join aja?” tawar Bu Rika.“Hahaha duh udah-udah jangan aneh-aneh ah. Yuk Val balik kantor,” ujar Risko langsung menarik tangan Valerie.“Oke tante, aku balik kantor dulu ya, Risko rese nih. Nanti sabtu atau minggu aku kesini,” jawab Valerie.“Sipp, kamu hati-hati di jalan ya Val. Risko, bawa mobilnya jangan ngebut-ngebut,” pesan Bu Rika.“Iya Mah,” Risko mencium tangan Bu Rika, diikuti oleh Valerie.“Balik kantor dulu ya tante,” ujar Valerie.“Iya. Hati-hati yaa,” ujar Bu Rika seraya mengelus kepala Valerie. Ada hangat yang Valerie rasakan ketika tangan Bu Rika menyentuh pucuk kepalanya. Hampir saja ada setetes air jatuh dari matanya kalau saja Valerie tidak cepat-cepat menahannya.Selepas pamit dengan Bu Rika, Valerie cepat-cepat berjalan menuju mobil. Ia tidak ingin siapapun melihatnya seperti ini. Tidak. Valerie bukan perempuan yang mudah menangis. Ia harus kuat, ia independen.Risko yang heran melihat Valerie terburu-buru jalan ke arah mobil, langsung mengikuti. Ia mengir
Dewi, Disa dan Kumala serempak mengangkat kepala mereka, melihat ke arah Valerie. Mereka sudah siap jika harus menganggung amarah Valerie lagi. Memang mereka yang salah, dan bahkan mereka belum selesai melaksanakan konsekuensi yang mereka terima.“Ini ada makanan, enak, saya berani jamin. Masih anget juga karna baru dating dianter abang ojek online. Dimakan ya, saya enggak mau kalian sakit,” ujar Valerie sambil menaruh bungkusan KS burger, dan langsung masuk kembali ke ruangannya.Dewi, Disa dan Kumala saling berpandangan. Mereka sampai tidak percaya dengan apa yang mereka dengar dan lihat. Tidak ada yang berani menyentuh makanan yang Valerie berikan, karna mereka masih belum yakin dengan apa yang Valerie lakukan.Valerie sedang memakan burgernya lagi, ia tidak bosan-bosan memakan KS burger, karna benar-benar seenak itu. Ia keluar ruangannya untuk mengambil minum. Intan sedang makan burger juga, namun burger yang diberikan kepada ketiga staffny