Satu minggu sudah, Daniel mengenal Meira. Selama satu minggu itu pula ia tidak pernah absen memberi kabar pada wanita itu. Meski hatinya sudah tak sabar, ingin memiliki Meira, akan tetapi ia harus bisa menunggu sampai Meira mau, membuka hati untuknya.“Daniel? Kenapa kamu gak pernah respon chat aku dan juga telepon aku?” Cheryl menghampiri Daniel yang tengah berada di club miliknya.“Males. Gak penting,” jawabnya tanpa menoleh ke arah wanita itu.“Daniel!” pekik Cheryl semakin kesal dengan sikap cuek lelaki itu.Daniel menghela napasnya dengan panjang lalu menoleh menatap wajah Cheryl. “Gak usah ganggu gue, bisa? Gue lagi kerja!”“Daniel! Kapan kamu lamar aku, huh?”Daniel menyunggingkan senyum mendengar pertanyaan Cheryl. “Emang siapa yang mau lamar elo? Kambing?”“Daniel! Aku lagi serius!”“Gue juga. Dengar ya, Cheryl. Yang minta kita nikah itu bokap gue. Bukan keinginan gue. Dan gue udah bilang ke Daddy, gak akan pernah mau, nikah sama elo. Dan satu lagi. Gue udah punya cewek.”Pla
Meira menggeleng. “Sebelum dia, ada lagi yang pernah menjalin hubungan denganku. Akan tetapi, sudah tidak ada dan kami sudah mengakhirinya.”Yang dia maksud adalah paman Daniel—Kendrick. Yang telah pergi untuk selamanya tiga belas tahun yang lalu.Daniel manggut-manggut dengan pelan. “Kamu sudah sendiri, tapi masih belum mau menjawab ajakanku menjalin hubungan. Pacaran aja dulu, kalau gak mau langsung nikah, Mei.”Perempuan itu menghela napasnya dengan panjang. “Bisa saja. Tapi, aku tidak ingin ada satu orang pun yang tahu jika kita menjalin hubungan. Bisa?”Daniel menyunggingkan senyum. “Mau main petak umpet, hum? Boleh. Siapa takut!”Meira menaikan alisnya sebelah. “Santai banget, jawabnya.”“Karena apa pun yang kamu minta, aku akan menurutinya, Meira. Termasuk jadi secret boyfriend kamu,” jawabnya lalu mengulas senyumnya kepada Meira.“So! Will you be my girlfriend, Baby?” ajak Daniel sembari menatap wajah Meira dengan tatapan penuh cinta.Meira menghela napas panjang dan menganggu
Daniel menoleh. “Untuk apa? Gak enak dan gak nyaman. Mending polosan. Lebih puas.”Meira mengusap keningnya lalu menghela napasnya dengan panjang. “Kalau aku hamil, bagaimana?”“Tinggal lahirkan. Pasti nanti anaknya cantik seperti kamu, kalau laki-laki, akan tampan sepertiku.”“Ish! Bukan itu maksudku, Daniel!” ucap Meira kesal kepada lelaki itu.Daniel terkekeh pelan. “So what? Kamu takut aku tidak bertanggung jawab? Asalkan kamu hanya tidur denganku sampai bayi itu hadir di perutmu, semuanya akan baik-baik saja,” bisiknya lalu mencium singkat bibir Meira.Wanita itu menggigit bibir bawahnya lalu memukul paha Daniel.“Aw! Kenapa sih?” ucapnya sembari mengusapi pahanya yang merah karena tangan Meira.“Maksud kamu apa, bilang kayak gitu?” tanyanya ketus.“Yaa gak ada maksud apa-apa. Kenapa emangnya?”“Gak!” jawabnya singkat.Daniel mengatup bibirnya melihat raut wajah Meira yang tengah kesal padanya. “Just kidding. I will marry you, Meira. Tinggal di kamunya saja. Kapan, mau menerima a
Daniel mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Meira tadi.“Mei. Bukannya itu bagus, untuk memperbaiki ekonomi keluarga kamu?” Daniel balik bertanya.Perempuan itu menelan salivanya. “Tapi, keluarga kamu belum tentu setuju, Daniel.”Lelaki itu mengulas senyumnya. “Mei, kamu tahu, alasan aku lebih memilih membangun usaha sendiri? Salah satunya adalah, agar aku tidak bergantung pada mereka.”Meira menghela napas kasar dan menatap wajah Daniel. “Kalau mereka tetap tidak setuju, apa yang akan kamu lakukan?” “Tetap menikahimu!” jawabnya lugas.“Mereka memang keluargaku. Tapi, memangnya mereka, yang akan menemani aku sampai aku tua nanti? Bahkan anak pun akan pergi dan menjalani hidupnya dengan pasangannya. Aneh aja, ada orang tua yang larang-larang anaknya bahagia.“Padahal pasangan tersebut jauh dari kata jahat. Hanya karena dia miskin, tidak sekolah tinggi. Tapi, malah dihalangi dan dilarang-larang. Kalau aku sudah jadi orang tua nanti, aku ingin membebaskan ana
“Daniel emang belum tahu soal ini. Tapi, aku harap Tante bisa jujur, ke dia. Daniel gak akan ninggalin Tante hanya karena soal ini,” ucapnya kemudian mengusapi lengan Meira yang tampak lemas mendengar penuturan dari keponakannya itu.Satu jam kemudian, Linda tiba di rumah sakit. Dengan cepat ia masuk ke dalam ruang rawat sang anak usai dihubungi oleh Dokter Fahri.“Mei. Daniel lagi sama kamu tadi?” tanya Linda menghampiri Meira yang tengah duduk di samping Daniel.Meira mengangguk dan bangun dari duduknya. “Iya, Mbak. Tadi kita lagi di mall, beli keperluan dapur di apartemen Daniel. Tiba-tiba saja dia pingsan,” ucapnya pelan.Linda menghela napas kasar. “Beberapa hari ini dia memang tidak pulang ke rumah. Aku cari ke apartemen lamanya, sudah tidak ditempati. Dia beli apartemen baru lagi, ya?”Meira mengangguk. “Luxury Executive. Lantai tiga puluh nomor lima. Itu, apartemen Daniel, Mbak.”Linda menganggukkan kepalanya. “Terima kasih, Mei. Besok, Daniel akan dioperasi. Aku akan segera m
Linda menelan salivanya dengan pelan. Bukannya menjawab, Linda malah memalingkan wajahnya sebab tak ingin melihat raut wajah Reymond yang tampak emosi setelah tahu, siapa yang kini tengah menjalin hubungan dengan anaknya.“Astaga, Linda. Kenapa kamu membiarkan Daniel menjalin hubungan dengannya? Kamu sudah gila, huh?”Linda menghela napas kasar. “Dia sudah melupakan Kendrick dan hidupnya kini sudah berubah. Biarkan Daniel memilih siapa yang berhak dia cintai, Mas! Jangan pernah mengatur jodohnya terus menerus!”Reymond memijat keningnya. Tampak uring-uringan sembari mengepalkan tangannya sebab tak terima, sang anak menjalin hubungan Meira."Tidak bisa dibiarkan. Ini tidak boleh terjadi." Reymond menggeleng-gelengkan kepalanya.Meski Linda sudah memperingatinya agar jangan mengatur jodoh sang anak, tetap saja membuat Reymond tak terima, anaknya menikah dengan Meira. Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Daniel membuka matanya setelah dua hari koma. "Daniel. Mom! Dad! Bang Daniel
Meira menggeleng pelan. “Aku, yang harusnya minta maaf, Daniel. Aku benar-benar tidak tahu, kalau yang ditabrak oleh Papa itu kamu.”“Aku juga yang salah. Karena mabuk sambil bawa motor. Papa kamu gak salah, kok.” Daniel mengusap sisian wajah Meira dan mengulas senyumnya.Meira membalas senyum itu dengan tipis. Ia kembali menyuapi Daniel setelah melihat mulut lelaki itu sudah kosong.“Operasinya lancar. Dan Dokter Fahri meminta agar kamu berhenti mabuk dan merokok. Kamu mau menikah denganku, kan?”Daniel mengangguk antusias. “Banget. Mau banget.”“Kalau begitu, turuti perintah dokter. Berhenti minum alkohol dan merokok, kalau ingin menata masa depan denganku.”Daniel menghela napasnya dengan panjang. “Kamu tahu, alasan aku tetap mengonsumsi minuman alkohol dan merokok padahal sudah tahu, kepalaku penyek?”“Kenapa?” tanya Meira pelan.“Karena aku tidak menemukan wanita yang buat aku berniat untuk meneruskan hidup aku, Mei. Aku ingin mati saja, daripada harus tersiksa dalam kehidupan ya
Meira mengulas senyum kemudian pamit pergi dari ruangan Daniel karena harus pulang ke rumah untuk menemui Feby dan menasihati wanita itu agar berhenti menjadi simpanan Reymond.“Kenapa tiba-tiba?” tanya Feby setelah Meira sampai ke rumah dan meminta Feby agar berhenti melakukan hal itu. “Karena lo bakalan jadi menantu Pak Reymond, makanya lo nyuruh gue buat berhenti?” kata Feby lagi.“Gue gak peduli ya, Feb. Elo mau jualan ke siapa aja, gue gak peduli. Itu terserah elo. Bu Linda udah tahu, elo sering jalan sama Pak Reymond. Dia gak akan tinggal diam, dan suatu saat nanti dia pasti akan menemui elo.” Meira berucap dengan pelan dan santai agar Feby dapat menerima semua ucapannya itu.“Sorry banget, Mei. Lo bakalan jadi istri dari Daniel yang udah kelihatan kaya raya banget. Dan gue, hanya akan menikah sama cowok yang masih jadi karyawan. Selama lo diam, gak banyak omong atau ngadu ke dia, semuanya bakal baik-baik aja.”Meira menghela napasnya. Menatap wajah Feby yang menolak untuk ber