Daniel mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Meira tadi.“Mei. Bukannya itu bagus, untuk memperbaiki ekonomi keluarga kamu?” Daniel balik bertanya.Perempuan itu menelan salivanya. “Tapi, keluarga kamu belum tentu setuju, Daniel.”Lelaki itu mengulas senyumnya. “Mei, kamu tahu, alasan aku lebih memilih membangun usaha sendiri? Salah satunya adalah, agar aku tidak bergantung pada mereka.”Meira menghela napas kasar dan menatap wajah Daniel. “Kalau mereka tetap tidak setuju, apa yang akan kamu lakukan?” “Tetap menikahimu!” jawabnya lugas.“Mereka memang keluargaku. Tapi, memangnya mereka, yang akan menemani aku sampai aku tua nanti? Bahkan anak pun akan pergi dan menjalani hidupnya dengan pasangannya. Aneh aja, ada orang tua yang larang-larang anaknya bahagia.“Padahal pasangan tersebut jauh dari kata jahat. Hanya karena dia miskin, tidak sekolah tinggi. Tapi, malah dihalangi dan dilarang-larang. Kalau aku sudah jadi orang tua nanti, aku ingin membebaskan ana
“Daniel emang belum tahu soal ini. Tapi, aku harap Tante bisa jujur, ke dia. Daniel gak akan ninggalin Tante hanya karena soal ini,” ucapnya kemudian mengusapi lengan Meira yang tampak lemas mendengar penuturan dari keponakannya itu.Satu jam kemudian, Linda tiba di rumah sakit. Dengan cepat ia masuk ke dalam ruang rawat sang anak usai dihubungi oleh Dokter Fahri.“Mei. Daniel lagi sama kamu tadi?” tanya Linda menghampiri Meira yang tengah duduk di samping Daniel.Meira mengangguk dan bangun dari duduknya. “Iya, Mbak. Tadi kita lagi di mall, beli keperluan dapur di apartemen Daniel. Tiba-tiba saja dia pingsan,” ucapnya pelan.Linda menghela napas kasar. “Beberapa hari ini dia memang tidak pulang ke rumah. Aku cari ke apartemen lamanya, sudah tidak ditempati. Dia beli apartemen baru lagi, ya?”Meira mengangguk. “Luxury Executive. Lantai tiga puluh nomor lima. Itu, apartemen Daniel, Mbak.”Linda menganggukkan kepalanya. “Terima kasih, Mei. Besok, Daniel akan dioperasi. Aku akan segera m
Linda menelan salivanya dengan pelan. Bukannya menjawab, Linda malah memalingkan wajahnya sebab tak ingin melihat raut wajah Reymond yang tampak emosi setelah tahu, siapa yang kini tengah menjalin hubungan dengan anaknya.“Astaga, Linda. Kenapa kamu membiarkan Daniel menjalin hubungan dengannya? Kamu sudah gila, huh?”Linda menghela napas kasar. “Dia sudah melupakan Kendrick dan hidupnya kini sudah berubah. Biarkan Daniel memilih siapa yang berhak dia cintai, Mas! Jangan pernah mengatur jodohnya terus menerus!”Reymond memijat keningnya. Tampak uring-uringan sembari mengepalkan tangannya sebab tak terima, sang anak menjalin hubungan Meira."Tidak bisa dibiarkan. Ini tidak boleh terjadi." Reymond menggeleng-gelengkan kepalanya.Meski Linda sudah memperingatinya agar jangan mengatur jodoh sang anak, tetap saja membuat Reymond tak terima, anaknya menikah dengan Meira. Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Daniel membuka matanya setelah dua hari koma. "Daniel. Mom! Dad! Bang Daniel
Meira menggeleng pelan. “Aku, yang harusnya minta maaf, Daniel. Aku benar-benar tidak tahu, kalau yang ditabrak oleh Papa itu kamu.”“Aku juga yang salah. Karena mabuk sambil bawa motor. Papa kamu gak salah, kok.” Daniel mengusap sisian wajah Meira dan mengulas senyumnya.Meira membalas senyum itu dengan tipis. Ia kembali menyuapi Daniel setelah melihat mulut lelaki itu sudah kosong.“Operasinya lancar. Dan Dokter Fahri meminta agar kamu berhenti mabuk dan merokok. Kamu mau menikah denganku, kan?”Daniel mengangguk antusias. “Banget. Mau banget.”“Kalau begitu, turuti perintah dokter. Berhenti minum alkohol dan merokok, kalau ingin menata masa depan denganku.”Daniel menghela napasnya dengan panjang. “Kamu tahu, alasan aku tetap mengonsumsi minuman alkohol dan merokok padahal sudah tahu, kepalaku penyek?”“Kenapa?” tanya Meira pelan.“Karena aku tidak menemukan wanita yang buat aku berniat untuk meneruskan hidup aku, Mei. Aku ingin mati saja, daripada harus tersiksa dalam kehidupan ya
Meira mengulas senyum kemudian pamit pergi dari ruangan Daniel karena harus pulang ke rumah untuk menemui Feby dan menasihati wanita itu agar berhenti menjadi simpanan Reymond.“Kenapa tiba-tiba?” tanya Feby setelah Meira sampai ke rumah dan meminta Feby agar berhenti melakukan hal itu. “Karena lo bakalan jadi menantu Pak Reymond, makanya lo nyuruh gue buat berhenti?” kata Feby lagi.“Gue gak peduli ya, Feb. Elo mau jualan ke siapa aja, gue gak peduli. Itu terserah elo. Bu Linda udah tahu, elo sering jalan sama Pak Reymond. Dia gak akan tinggal diam, dan suatu saat nanti dia pasti akan menemui elo.” Meira berucap dengan pelan dan santai agar Feby dapat menerima semua ucapannya itu.“Sorry banget, Mei. Lo bakalan jadi istri dari Daniel yang udah kelihatan kaya raya banget. Dan gue, hanya akan menikah sama cowok yang masih jadi karyawan. Selama lo diam, gak banyak omong atau ngadu ke dia, semuanya bakal baik-baik aja.”Meira menghela napasnya. Menatap wajah Feby yang menolak untuk ber
Linda menggeleng pelan. “Tidak, Nak. Meskipun kamu sangat keras, Mommy tidak pernah menyesal, mempertahankan kamu.”Daniel tersenyum tipis. “Mommy hebat. Masih tetap bertahan meskipun sudah dikhianati.”Linda kemudian duduk di depan Daniel dan menatapnya. “Boleh, Mommy beri kamu nasihat sebelum menikahi Meira?”“Dengan senang hati,” jawab Daniel.Linda mengulas senyumnya. “Pernikahan Mommy dan Daddy, jadikan pelajaran untukmu, Nak. Jangan memulai cinta, jika pada akhirnya menyesal, telah menikah dengan istrimu kelak.“Mommy yang salah, karena lemah dan tidak bisa melawan. Sampai akhirnya orang tua Reymond tahu, kemudian kami dinikahkan.“Dia hanya berubah sesaat saja. Saat usia Vallery dan Viola enam belas tahun, dia mulai gila. Main perempuan dan sebagainya. Jadi, Mommy harap kamu bisa memikirkan hal ini kembali jika memang ingin menikah cukup hanya sekali.”Daniel menelan salivanya dengan pelan. Ia kemudian menarik tangan sang mama dan menggenggamnya.“Aku akan belajar, Mom. Aku aka
Feby hanya mengendikan bahunya. Tampak biasa saja bahkan seolah tengah merendahkan Meira, terlihat dari raut wajahnya yang memandang seperti itu kepada Meira.Walau malas, Meira harus tetap menghampiri Reymond yang katanya ingin bertemu dengannya dan berbicara tentang apa itu, Meira hanya bisa menunggunya.Tok tok!"Masuk!" titah Reymond di dalam sana.Meira menghela napasnya dengan panjang dan masuk ke dalam ruangan lelaki itu."Bapak manggil saya?" tanya Meira kemudian.Reymond memutar kursinya dan menatap datar wajah Meira. "Kamu, wanita yang menjalin hubungan dengan anak saya, Daniel?" tanyanya dengan suara datarnya.Meira menghela napas kasar kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya. Betul, Pak Reymond. Saya, orangnya. Ada yang ingin Bapak tanyakan?"Reymond mendecih pelan. "Baru jadi kekasihnya saja sudah membuatmu sombong!"Meira mengerutkan keningnya. "Maksud Bapak? Saya tidak paham dengan ucapan Bapak."Bahkan menatap wajah Meira pun seperti tidak senang. Namun, ia harus menyele
Di rumah sakit ….Daniel mencoba terus menghubungi Meira. Namun, nomornya sudah tidak aktif.“Ck! Ke mana lagi ini si Meira? Kenapa selalu bikin gue cemas, coba.” Daniel menggerutu kemudian menghubungi Ezra.“Di mana lo?” tanya Daniel kemudian.“Di kampus, bangke. Ngapa sih?”“Balik dari kampus, langsung ke rumah sakit. Elo tadi ada telepon Meira, gak?”“Nggak. Cuma chat dia doang. Dan dibales juga. Itu pun waktu tadi pagi. Sekarang udah jam tiga sore. Mungkin lagi sibuk, di kantor. Gak aktif, nomornya?”“Iya. Ya udah.” Daniel menutup panggilan tersebut lalu menoleh ke arah pintu di mana Cheryl berada di sana.Daniel memutar bola matanya sembari memalingkan wajahnya. Bahkan melihatnya saja sudah malas. Dan sekarang wanita itu muncul di hadapannya.“Mau ngapain lo ke sini?” tanyanya datar.“Daniel. Gak boleh ngomong begitu. Sebentar lagi kita mau menikah, lho.”Daniel tersenyum miring. “Nikah? Nikah sama bokap gue aja sana. Gue gak pernah mengiyakan perjodohan ini! Jadi, gak usah keped