"Jadi, dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa sifat-sifat zat dapat dipengaruhi gaya antarmolekul antara-" jelas Pak Amir terpotong ketika melihat dua orang muridnya di bangku paling belakang tengah asik mengobrol dan tidak mendengarkan dirinya yang mengoceh sedari tadi.
"Adel, lo mau sampe kapan sih jadi jones? Sumpah gue nggak nyangka lo betah banget hidup tanpa seorang pacar?" tanya Friska, teman sebangku Adelia sembari memainkan pulpennya.
Adelia yang tengah bertopang dagu menoleh. "Gue juga nggak tau, Cha. Hahahaa lagian buat apaan pacar? Gue malah jijik kalo liat orang pacaran, mana deket-deketan, terus sayang-sayangan kayak gitu. Nggak gue banget, asal lo tau." jawab Adelia sembari bergidik ngeri.
Gadis yang dipanggil 'Cha' tersebut menghela napas. Memang, is sudah akrab dipanggil Icha. "Ya ampun, Adel. Lo tuh polos banget sih. Kita bukan anak kecil lagi keles. Udah kelas 2 SMA, udah gede dan wajar dong punya pacar."
"Mager, lebih suka jomblo, mau deket sama siapa aja bebas." Adelia tersenyum bangga.
"Mantan gue aja bejibun, Del. Kadang ada yang suka iseng-iseng telpon gue gitu kalo malem, yang minta balikan juga ada tapi gue nggak mau lah. Orang gue udah punya Dimas!" curcol Friska.
"Widihhh!" seru Adelia.
"Abisnya kalo nggak punya pacar tuh, hidup gue berasa hampa gitu." cemberut Friska.
Adelia mengangguk beberapa kali. "Emang kayak gitu Cha, kata nyokap gue pacaran itu sama aja kayak ngerokok. Sekali kita nyoba, seterusnya pasti bakalan kecanduan."
"Emang bener sih, Del. Tapi di sisi lain, seru juga punya pacar. Hehehe." ujar Friska yang langsung membuat Adelia geleng-geleng kepala.
"Huu. Iya sana yang punya pacar dan mantannya banyak. Nggak kayak gue belum pernah pacaran. Deket sama cowok aja nggak pernah." timpal Adelia sembari mencoret-coret buku.
"Ih, Adel. Lo gimana sih? Siapa coba cowok yang nggak mau sama lo? Fixs, gampang banget buat lo cari pacar, percaya sama gue. Banyak yang antri soalnya dan lo tinggal tunjuk aja." kata Friska sembari mengetuk pulpennya.
"Nggak usah berlebihan, mubazir." umpat Adelia.
"Hahaha. Dih~ apaan sih? Kalo gue jadi lo ya, Del gue udah dari dulu kali, gebet tuh cowok-cowok yang terpesona sama gue hehehe." canda Friska sembari menghayal.
"Yaudah sana lo gebet semua cowok di sekolah hahaha. Lo pacarin deh satu-satu hahaha." kata Adelia sembari tertawa kecil.
"Serius Del, lo kenapa sih nggak mau pacaran? Emang nggak ada cowok yang menarik ya di sekolah ini? Perasaan banyak yang ganteng deh." heran Friska sembari mengetuk dagunya dengan telunjuknya.
"Gue nggak mau aja, males, nggak seru, dan ujung-ujungnya juga putus kan? Mending pacaran aja sama motor, komputer atau bola basket, dijamin langgeng dan nggak ada putus-putusnya. Hahaha." kata Adelia dengan mengacungkan jempolnya.
"Yee.. Itu mah elo! Udah anak basket, eh ternyata anak gamers sama anak motor pula. Banyak banget anaknya." umpat Friska.
"ADELIA! FRISKA! Kalian ini mau belajar atau mengobrol? Kalo mau ngobrol silahkan keluar, suara kalian itu mengganggu anak-anak lain yang ingin belajar." tegur Pak Amir yang hanya mendapat respon helaan nafas dari dua cewek itu.
"Silahkan ulangi dan lanjutkan apa yang saya katakan tadi!" tambah Pak Amir sembari mendekat ke bangku mereka.
"Emang tadi Pak Amir ngomong apaan, Delm Gue nggak fokus soalnya." bisik Friska di dekta telinga Adelia.
"Udah, lo tenang aja." jawab Adelia dengan berbisik juga. Ia kemudian membuka buku cetaknya dan memperhatikan tulisan-tulisan itu sejenak.
"Ayo cepat! Ulangi dan lanjutakan perkataan saya tadi!" desak Pak Amir.
"Oke Pak, woles aja ini juga mau ngomong hehehe." kata Adelia di sela-sela cengengesannya.
"Woles woles wolis! Emang kamu pikir saya ini tukang es krim apa?" umpat Pak Amir yang langsung membuat seisi kelas tertawa.
"Hahhahaahhaha." tawa murid-murid yang mana membuat Pak Amir pun heran.
"Loh, kenapa kalian tertawa? Memangnya, ada yang lucu dari saya? Hhh~ saya itu dari lahir juga udah lucu keles." kata Pak Amir sambil mengedarkan pandangan nya ke seluruh penjuru kelas itu.
"Hahhahahahaha." kenarsisan Pak Amir lagi-lagi mengundang tawa.
"Hadehh Pak Pak. Bapak itu nggak gaul ya? Yang dimaksud Adelia woles itu bukan es krim." jelas Friska sembari menunjuk Pak Amir.
"Terus maksudnya apa dong kalo bukan es krim?" tanya Pak Amir kepo.
"Woles itu maksud saya selow, santai Pak kayak di pantai. Bahasanya anak muda emang gitu, unik. Kata aja dibalik-balik. Ya nggak Cha?" ujar Adelia kemudian menoleh kearah Friska.
"Yoi Pak." kata Friska sembari mengacungkan jempolnya dengan senyum lebar di wajahnya.
"Oh begitu. Jadi, woles itu bahasa gaul ya?" kata Pak Amir.
"Iya Pak. Bapak kalo mau gaul nih kayak kita-kita, Bapak harus mendalami tuh yang namanya bahasa gaul, bahasanya anak muda." kata Friska lagi.
"Gimana caranya?" tanya Pak Amir dengan tampang bego'nya.
"Gampang kok Pak, Bapak tinggal searching aja di gugel bahasa gaul anak muda 2015 gitu. Terus Bapak baca, pahamin, pelajarin, dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari Pak. Biar Bapak gaul jugaa, gitu hahaha." tutur Friska dan lagi-lagi membuat seisi kelas tertawa.
"Hahhahahaha." tawa murid-murid termasuk Adelia.
"Kamu benar juga yah. Oke kalo begitu nanti saya cari di gugel. Biar ngerti kalo ngomong sama kalian yah? Biar gaul, iya tohh?" kata Pak Amir yang memang rada-rada oon.
"Betul Pak!" jawab Friska sembari mengacungkan jempolnya.
"Tohhhh!!" jawab murid-murid serentak sembari menahan tawa mereka.
Pak Amir pun beberapa kali menganggukan kepalanya sembari berjalan kembali ke depan kelas. Sedangkan di belakang murid-murid masih dengan menahan tawa mereka karena kegokilan guru itu.
"Kayak ada yang kelupaan yah? Tapi apa?" gumam Pak Amir ketika sampai di depan kelas.
"Ah, bapak nih masih muda udah pikun aja. Lanjut ke materi Pak." celetuk Adelia dari belakang.
"Kamu bilang apa? Saya masih muda?" beo Pak Amir.
"Iya Pak." jawab Adelia.
"Oke. Adelia, kamu saya beri nilai plus di daftar nilai saya." kata Pak Amir yang langsung membuat murid-murid lain iri.
"Kita kembali ke materi ya. Jadi, dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa sifat-sifat zat dapat dipengaruhi gaya antarmolekul antara lain sebagai berikut." kata Pak Amir membaca bukunya.
Sedangkan di bangku paling belakang sana, Adelia dan Friska cekikikan di balik buku masing-masing.
SATU hal yang tidak pernah terlintas dalam benak Adelia selama ini, yaitu kenyataan bahwa Raisha ternyata bermuka dua alias musuh dalam selimut. Setelah benar-benar mendengarkan cerita Friska kemarin di telfon, emosi cewek itu benar-benar tersulut dan terbakar. Benar-benar tidak habis fikir dengan ke-kejam-an Raisha-plus Cherry and the gank, memutus rem motornya. Masih untung ia bisa selamat, kalau tidak? Memangnya Raisha mau mengganti dengan nyawanya? Itu jelas tidak mungkin.Dan hari ini, gadis itu sudah bertekad akan melabraknya. Walaupun Dicky pula sudah berkali-kali memberinya nasihat untuk tidak terlalu emosi, tapi tetap saja, Adelia tetap Adelia, Adelia yang frontal, brutal, bar-bar, tidak takut dengan apapun, tidak ingin ditindas, atau apalah itu. Karena gadis itu juga tidak mungkin bisa diam saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sementara dalam emosi dalam dirinya terus bergejolak.Karena masalah ini juga sudah kelewatan. Memutus
BEBERAPA kali Dicky mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Terhitung sejak istirahat pertama yang telah usai beberapa menit yang lalu kemudian disusul pelajaran berikutnya yang juga telah berlangsung beberapa menit, Adelia tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kelas. Hingga kini terketuklah pintu hati pemuda itu untuk angkat pantat dari kursinya dan ijin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi.Apa tuh cewek marah ya sama gue? Sialan! Gue-nya juga si yang bego, mau-mau aja makan bareng sama Raisha. Duh! Lo kemana sih Del?Di setiap langkahnya menyusuri koridor yang sepi, Dicky tak henti-hentinya memikirkan Adelia dan merutuki kebodohan dirinya. Beberapa pesan sudah Dicky kirimkan namun tidak dibalas, panggilan pula tidak diangkat. Ia telah mengunjungi beberapa tempat seperti: kantin, perpustakaan, bahkan ruang musik-walaupun ia tahu, cewek itu tidak mungkin berada disana-tetapi Adelia masih belum juga ketemu.
HARI terus berganti. Tak terasa bulan Februari telah habis dan mulai memasuki bulan baru, Maret. Karena memang lukanya tidak parah, keadaan Adelia semakin kesini semakin membaik. Dan setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, kini gadis itu dapat menghirup udara lagi dengan bebas dan menjalani kehidupan seperti biasanya.Mungkin setelah adanya insiden yang mencelakakan Adelia beberapa waktu lalu, membuat Dicky semakin menunjukkan perhatiannya. Seperti saat ini, baru saja Adelia terbangun dari tidurnya-disaat matahari mulai merangkak naik-Dicky telah datang menghampirinya dengan semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya di warung makan gang depan pagi-pagi sekali."Gimana rasanya? Enak?" tanya Dicky, sembari memperhatikan Adelia menyantap makanan itu. Untung saja gadis itu bangun tepat waktu, sehingga Dicky tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membangunkannya.Masih mengunyah, Adelia men
CUACA pagi ini sedikit mendung. Tidak seperti hari-hari biasanya. Sama seperti hati Dicky ketika pemuda itu menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Setelah semalaman ia tidur di rumah sakit karena menjaga Adelia, pukul 6 tadi ia baru bisa pulang ke rumah dan langsung bersiap-siap ke sekolah.Sebenarnya, Dicky ingin absen hari ini karena ia ingin tetap berada di samping Adelia. Hanya takut saja kalau gadis itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu dan ia tidak sedang bersamanya. Namun, Adelia tentu tidak ingin kalau Dicky sampai tertinggal pelajaran di kelas hanya karena menjaganya, sehingga ia harus memaksa pacarnya itu untuk tetap masuk sekolah sampai Dicky akhirnya menuruti perkataannya."Pagi Dicky!"Seseorang bersuara feminim tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang lalu disusul dengan langkahnya yang langsung ia sejajarkan dengan Dicky. Pemuda itu kontan menoleh. "Raisha?"Senyum
CAHAYA matahari di siang bolong nampaknya begitu membakar kulit Dicky dan teman-teman satu timnya yang tengah bermain basket di lapangan outdoor. Berpeluh-peluh keringat yang menetes di setiap wajah itu, membuat mereka terlihat semakin kece-apalagi Dicky, tingkat ketampanannya bertambah begitu wajahnya terekspos oleh sinar matahari.Tak sedikit pasang mata kaum hawa di sekeliling lapangan yang menyaksikan aktivitas mereka. Bahkan, sesekali ada yang menjerit begitu melihat Dicky memasukkan bola ke dalam ring dengan mulus dan dari sudut manapun.Dug~Dug~Dug~Suara pantulan bola basket dengan lantai lapangan, juga decitan sepatu, dan suara bariton cowok-cowok itu amat mendominasi. Dari satu arah, Adelia datang dengan membawa minuman dingin dan handuk kecil kemudian duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ikut menyaksikan mereka.&nbs
"Kriinggg ..''BEL masuk khas GHS baru saja dibunyikan oleh seorang security di ruang TU, getaran suaranya pun merambat hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah itu. Terlihat murid-murid dari berbagai angkatan mulai berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing, termasuk Adelia, Friska, dan Dicky. Entah, setelah mengetahui kenyataan kalau ternyata Dimas memiliki hubungan khusus dengan Raisha-terbukti saat cowok itu menjemputnya tempo hari, kini Friska lebih sering berangkat siang.Di bangku paling belakang dan deretan ke 3 dari barat, Adelia mendudukkan pantatnya di tempat duduk yang berada disana, diikuti Friska di sampingnya sementara Dicky duduk di bangku sebelah mereka."Hhh .. Kalian makin hari makin lengket aja deh gue liat-liat! Udah kayak perangko aja! Bikin gue iri tau nggak!" celetuk Friska sambil menghempaskan tas selempangnya di atas meja.Mendengar itu, membuat Dicky dan Adeli