Share

Kamera CCTV

Penulis: Alita novel
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-01 05:26:48

“Ma cium disini.” Maher menunjuk bibirnya.

“Oke.” Nana mengecup sang putra cepat lalu mencium pipi gembil bayinya.

“Kalau sama Mama dan Papa boleh, tapi Maher tidak boleh minta cium sama orang asing ya.” Nasihat Nana setiap kali Maher meminta ciumannya.

“Kenapa Ma? Soalnya aku juga punya rahasia tentang itu.” Maher terkikik geli. Bocah itu mengayunkan kakinya pelan. Nana membantu Maher memakai sepatu. Posisi anaknya yang duduk di tempat tidur membuatnya lebih mudah membantu sang anak.

“Rahasia sama temannya Maher ya?” tanya Nana penasaran. Bocah itu hanya menggeleng sambil tertawa. Lalu pergi ke ruang tengah untuk menonton TV.

Nana teringat percakapannya dengan Maher beberapa hari lalu. Melihat adegan mesra di depan matanya, Nana yakin inilah rahasia yang dimaksud Maher. Meskipun dadanya terasa sangat sesak, tidak ada air mata yang mengalir. Dia sudah menumpahkan semuanya tadi malam. Nana bertekat tidak akan menangisi pria brengsek seperti Roni.

Berbagai rencana tersusun di kepalanya. Dengan langkah mantap, Nana kembali ke dapur. Membereskan meja makan dalam hening. Menyisakan lauk untuk asisten rumah tangganya sepulang dari pasar lalu naik ke lantai dua.

Nana berdiam diri di kamar bayinya yang bernama Dinda. Melihat wajah yang sangat mirip dengan papanya. Bak pinang di belah dua. Hatinya memang sakit, tapi Nana tidak akan pernah membenci Dinda hanya karena mirip dengan ayahnya. Helaan nafasnya terdengar sangat berat. Padahal pagi ini ada pekerjaan via online yang harus ia lakukan. Namun Nana tidak punya semangat bekerja.

“Apa aku libur hari ini?” tanya wanita itu dalam keheningan kamar.

Jam sembilan pagi, pegawai kakaknya datang. Nana menemui asisten rumah tangganya yang bernama Mbak Wiwin. Wanita seumuran kakaknya yang berasal dari desa yang sama. Mbak Wiwin bekerja dari hari senin sampai jumat dengan gaji dua juta. Hari sabtu dan minggu Mbak Wiwin pulang ke rumah karena punya suami dan anak remaja yang harus ditengok.

“Mbak Wiwin ada yang mau aku bicarakan.” Nana menarik dua kursi meja makan. Tangannya mengisyaratkan agar Mbak Wiwin duduk disampingnya.

“Ya Mbak Nana. Sebentar.” Mbak Wiwin membilas tangannya lalu mengambil lap tangan. Matanya berkilat penasaran apa yang akan dibicarakan majikannya saat ia masih bekerja.

“Ada apa Mbak?” Mbak Wiwin duduk disampingnya.

“Aku minta pegawai kakakku memasang kamera CCTV berbentuk bohlam lampu di rumah ini. Tolong rahasiakan dari Mas Roni dan Arni. Rahasiakan juga dari Maher karena aku takut anak itu akan kecelosan bicara.”  Nana menunjuk salah satu pegawai yang terlihat memasang kamera CCTV di ruang tengah.

Wajah Mbak Wiwin kaget. Matanya membulat dengan bibir sedikit terbuka. Ekspresi anehnya menarik perhatian Nana.

“Mbak Nana sudah tahu ya?” tanya Mbak Wiwin penuh misteri. Kelopak mata Nana mengerjap kaget. Dadanya berdegup kencang. Sepertinya Mbak Wiwin tahu sesuatu.

“Tentang apa?”

“Tentang Pak Roni dan Mbak Arni,” jawab Mbak Wiwin lugas.

“Mbak Wiwin tahu sesuatu?” tanya Nana berharap.

Sepertinya ada secercah harapan dimana dia bisa mengorek informasi. Setelah melihat kecupan Roni untuk Arni tadi.

“Sepertinya mereka selingkuh Mbak. Namun saya tidak bisa memberi bukti seperti foto atau video. Saya hanya memergoki mereka beberapa kali sangat dekat. Seperti Pak Roni yang merangkul Mbak Arni saat menemani Maher belajar. Mbak Arni besandar ke bahu Pak Roni hingga saya tidak sengaja melihat mereka ciuman. Sayangnya setiap saya datang mereka berlagak tidak terjadi apapun. Saya juga pura-pura tidak tahu, tapi memikirkan cara bagaimana memberi tahu Mbak Nana,” ucap Mbak Wiwin geram.

“Berapa lama Mbak Wiwin tahu tentang keanehan mereka?” tanya Nana datar. Berusaha menyembunyikan rasa sakitnya.

“Dua bulan lalu. Pertama kalinya saya melihat mereka pelukan di kamar Mbak Nana.” Jawaban Mbak Wiwin membuat pandangan Nana sedikit buram.

Dia menghela nafas perlahan. Membaca surat-surat pendek untuk menenangkan hati. Meredam amarah yang seperti api meletup. Meskipun sudah bertekat tidak akan lemah, Nana tetap goyah saat tahu kenyataan baru. Kemana dia selama ini? Kenapa bisa lengah?

“Maaf tidak memberi tahu Mbak Nana dulu. Saya takut Mbak Nana tidak percaya.” Mbak Wiwin memegang tangannya erat. Amarah di dada Nana sedikit turun. Emosinya lebioh stabil.

“Nggak masalah Mbak. Kamu benar. Kalau memberi tahuku tanpa bukti, aku mungkin menunduhmu berbohong. Lebih baik melihat langsung kebusukan mereka agar aku yakin menyusun langkah ke depannya.” Nana menghela nafas. Tangannya yang sangat dingin menghangat karena genggaman Mbak Wiwin.

“Kalau begitu saya boleh jemput Maher di sekolah? Mbak Nana istirahat dulu di rumah sambal mengawasi pemasangan CCTV. Nanti saya lanjutkan pekerjaan rumah. Tinggal mencuci piring dan menggosok baju kerja Pak Roni.”

“Iya Mbak. Terima kasih. Nanti tolong ajak Maher beli makanan di resto fried chicken agar tidak melihat pemasangan CCTV. Kalau sudah selesai makan, ajak saja main ke playground.” Nana memberikan uang dua ratus ribu.

“Waktunya berapa lama Mbak?”

“Dua jam.”

Mbak Wiwin mengangguk. Setelah kepergian Mbak Wiwin, Nana duduk di ruang tengah. Melihat pegawai yang sibuk memasang kamera CCTV. Nana menatap foto pernikahan yang terpajang di ruang tengah. Hatinya yang sudah hancur semakin remuk hingga tidak berbentuk lagi.

Ingatannya kembali ke masa lalu. Dulu Nana dan Roni menikah karena dijodohkan. Orang tua Roni adalah rekanan bisnis perusahaan papa tirinya. Ibu Nana sengaja menjodohkan mereka agar Nana tidak menikah dengan pria yang tidak ia setujui. Seperti kakaknya yang menikah dengan pria yang ibunya anggap miskin.

Roni memberikan mahar yang cukup dan menyediakan rumah ini sebelum mereka menikah. Selain itu, ibu mertuanya membuat surat perjanjian, jika Roni selingkuh atau menikah lagi maka semua harta yang akan diwariskan untuk Roni, dihibahkan atas nama Nana.

“Mungkin surat perjanjian itu yang membuat Mas Roni tidak berani mengakui hubungannya dengan Arni,” gumam Nana.

Dua jam berlalu tanpa terasa. Pemasangan kamera CCTV sudah selesai. Nana juga sudah menguji coba kamera yang terhubung dengan ponsel dan laptopnya. Saat Mbak Wiwin dan Maher pulang, anak itu menghambur dalam pelukannya. Nana berusaha menahan tangis. Membayangkan mata anaknya sudah ternoda dengan perbuatan tidak bermoral ayah dan tantenya.

“Mama tadi aku beli gantungan kunci angry bird. Bagus bangetkan?” Maher menunjukkan gantungan tasnya. Tersenyum riang seperti mendapat hadiah besar.

“Wah bagus banget. Sekarang kita masuk kamar yuk. Maher ganti baju, cuci tangan dan kaki baru bisa main sama Adek.” Nana menurunkan anaknya. Menggandeng si sulung menuju kamar.

Bibirnya bergerak samar. Mengucapkan terima kasih. Mbak Wiwin mengangguk.

***

Jarum jam terus berputar hingga menunjukkan pukul setengah lima sore. Anak-anak sedang bermain dengan Mbak Wiwin. Nana sedang di kamar Arni menggunakan kunci cadangan. Membuka satu per satu laci di nakas. Tidak ada pemb***. Berpindah ke lemari Arni. Banyak gaun tidur transparan dengan berbagai warna.

“Apa mereka sering bermain?”

Nana mengambil semua gaun tidur itu. Ingin tahu reaksi adik tiri dan suaminya jika tidak ada barang ini. Lalu ia berpindah ke laci meja rias. Barang pertama yang ia lihat adalah kotak perhiasan. Matanya membulat tidak percaya melihat kalung berlian. Belum lagi dengan cincin, gelang dan anting. Jika ditotal harganya tiga puluh juta. Dua kali lipat perhiasan yang dibeli Roni untuknya. Jantungnya seperti tersayat sembilu. Membayangkan jika Roni yang membelikan perhiasan ini.

Tangan Nana gemetar. Dia melihat tanggal pembelian di nota. Satu bulan lalu. Tidak mungkin papa tirinya yang membelikan perhiasan ini. Pasti Roni, suaminya. Nana memotret semua perhiasan itu dengan luka di hati yang menganga. Ia mengembalikan ke tempatnya semula. Tidak ada lagi barang yang mencurigakan.

Ponselnya yang bergetar mengalihkan perhatian Nana. Ada pesan dari Roni.

[Hari ini aku lembur Ma. Kamu mau dibawain apa?]

Senyum sinis tersungging di bibir tipisnya. Nana terus merutuki kebodohannya yang tidak peka dengan tanda-tanda perselingkuhan suami dan adik tirinya.

[Tolong belikan buah nanas Mas. Nanti kita makan bersama Arni.]

[Oke.]

Jam setengah tujuh malam, Roni pulang. Pria itu melebarkan tangannya saat Maher berlari. Menghambur dalam pelukan papanya.

“Assalamualaikum jagoan.”

“Waalaikumsalam Yah.”

Nana menyalami tangan suaminya. Dia mengambil kantung plastik berisi dua nanas yang sudah dikupas.

“Terima kasih Mas. Kamu mandi terus ganti baju.”

“Iya  sayang.” Roni mengecup kening Nana lalu berjalan menuju lantai dua. Nana menyeka dahinya jijik. Tidak nyaman dicium suaminya sendiri. Padahal dia belum punya bukti konkrit kalau suami dan adik tirinya selingkuh.

Jam delapan malam, Arni baru pulang. Jantung Nana berdegup kencang melihat kedatangan adik tirinya. Dia menyapa anak-anak dengan gaya centil lalu masuk kamar. Nana menghela nafas. Berusaha sabar menjalankan rencananya malam ini.

Saat waktunya tidur, Nana pura-pura tidur lebih dulu. Dia mendengar Roni masuk kamar lalu duduk disampingnya.

“Yah Nana sudah tidur. Aku masukan saja obatnya sekarang.”

Dari balik punggung Roni, Nana mengintip. Dia melihat Roni memasukan obat tidur dalam segelas air lalu keluar kamar. Terdengar derap langkah suaminya yang berjalan turun. Nana mengunci pintu lalu meraih ponsel. Melihat rekaman di kamar Arni.

Terlihat suami dan adik tirinya duduk di tempat tidur. Saling berciuman mesra lalu membuka baju satu sama lain.

“Aku cinta kamu Ar. Melebihi cintaku pada Nana.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Ancaman Arni

    “Untuk apalagi kamu datang kesini?” tanya Nana ketus. Tidak menjawab pertanyaan Arni sebelumnya.Arni menghentakan kaki kesal. Duduk di kursi tunggu. Menatap interior warung yang sederhana dengan warna merah bata. Nyaman dengan kipas angin yang terus berputar. Menyejukan udara dari teriknya sinar matahari pukul dua belas siang.“Aku hanya ingin tahu kenapa rencanaku bisa gagal kemarin. Ternyata karena kau minta bantuan pacarmu.” Arni tersenyum sinis. Melipat tangannya di depan dada. Mengangkat kaki kanannya yang kemudian bertumpu ke kaki kiri.Stocking putih menyamarkan pahanya yang hanya memakai rok di atas lutut. Sejujurnya penampilan Arni sangat norak karena memakai kaos tanpa lengan dengan motif bunga dan rok berwarna merah. Apalagi pulasan mekapnya yang sangat menor.“Kami tidak berpacaran,” bantah Nana tidak terima. Inilah yang ia takutkan jika berinteraksi dengan lawan jenis saat masih dalam masa iddah. Akan ada orang yang membuat asumsi sendiri. Seperti Arni.“Halah aku nggak

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Resmi Berteman

    “Benarkah? Lalu apa jawabanmu Di?” tanya Nana menempelkan ponsel ke telinga.Jam sepuluh malam Diah menelepon. Menceritakan kunjungannya saat membesuk Roni di penjara bersama Intan. Serta permintaan Roni untuk membujuknya datang.“Aku menolak. Lagipula Mbak Nana pasti sibuk mengurus warung, membuat novel dan menjaga anak-anak. Oh ya. Mbak Nana kasih balasan apa sama Pak Andra?” tanya Diah mengalihkan percakapan. Suaranya terdengar sarat akan godaan.“Kami hanya makan bersama di warung dengan anak-anak. Selain itu, Andra juga memintaku berteman. Aku terpaksa setuju sebagai bentuk rasa terima kasihku padanya,” jawab Nana.“Wah sudah panggil nama nih,” Diah menggoda lagi. Tawanya terdengar sangat puas dari sebrang telepon.“Namanya juga berteman.” Nana hanya bisa menggeleng. Merebahkan tubuhnya disamping Dinda yang terlelap.“Sepertinya Pak Andra suka sama kamu Mbak. Kalau masa iddahmu selesai dan dia mendekatimu, terima saja,” ucap Diah membuat Nana termenung.Orang kaya seperti Andra s

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Permintaan Andra

    "Terima kasih atas bantuannya Pak," kata Nana lega."Tidak masalah Bu Nana. Aku senang bisa membantumu," jawab Andra.Mereka duduk di dekat jendela. Andra sedang berkunjung ke warung Nana saat wanita itu panik karena video viral yang tersebar. Nana segera menghubungi Sania. Meminta pertolongan pada sahabatnya"Aku sudah menghubungi tim pengacara. Beri kami waktu satu hari untuk menyingkirkan video viral itu," kata Sania dari sebrang telepon."Satu hari tetap saja lama Mbak. Kita hubungi Mbak Tari sekarang," ucap Diah yang ikut panik."Iya. Aku akan menelepon Mbak Tari sekarang." Nana mengusap keningnya yany berkeringat.Hanya dengan membaca komentar-komentar netizen yang kejam bisa membuat jantungnya berdegup kencang. Apalagi ada netizen yang mengetikan nama warung dan lokasinya."Tidak perlu. Biar aku saja yang tangani." Andra berdiri disamping mereka. Membaca sekilas komentar netizen di hp Nana."Pak Andra," ucap Nana dan Diah bersamaan."Tidak perlu. Saya akan merepotkan anda," tol

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Ketahuan

    “Pak Lucky mengajakmu pergi kemana Ar?” tanya Pak Indra saat mereka bersantai di ruang tengah rumah sederhana yang baru saja disewa Arni.Ia sudah mengumpulkan banyak pundi-pundi uang. Awalnya Arni ingin membeli rumah dua lantai yang besar. Sama seperti milik Roni dan Nana dulu. Namun Pak Indra tidak setuju Arni menghabiskan seluruh tabungannya hanya untuk membeli rumah. Pak Indra ingin Arni menabungkan uang itu demi kebutuhan mereka di masa depan.“Cuma ke hotel sama restaurant ayam krispi Pa. Sialnya hari ini Pak Lucky membawaku ke warungnya Mbak Nana,” jawab Arni kesal.“Apa? Nana jualan ayam krispi,” seru Pak Indra menghina. Dia tertawa puas membayangkan penderitaan yang sekarang dialami mantan anak tirinya.“Kenapa Papa tertawa? Apa Papa pikir Mbak Nana hidup susah?” tanya Arni heran.“Tentu saja. Uang sewa ruko pasti tidak cukup menyambung hidup. Karena itulah dia berjualan. Berapa sih pendapatan dari restaurant kecil ayam krispi?” Pak Indra mendengkus. Tatapannya yang tertuju

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Usaha

    Pria itu berdiri saat jarak mereka sudah dekat. Bersalaman dengan Nana dan Mbak Wiwin. Wajahnya tampak kikuk. Jelas sekali tidak nyaman berada disini.“Anda mau bertemu saya Pak?” tanya Nana tanpa basa-basi.“Eh iya. Kebetulan saya baru pulang dari luar kota. Ada yang mau saya berikan untukmu,” jawab Andra malu.Sebenanrya Nana ingin menolak. Takut jika ada tetangga yang melihat dia menerima tamu semalam ini. Namun tidak etis jika dia menyuruh Andra pulang setelah jauh-jauh datang kesini.“Oh begitu. Mari masuk dulu.” Nana segera membuka pintu. Mempersilahkan Andra masuk ke dalam.Mbak Wiwin membawa anak-anak ke kamar mandi untuk cuci tangan dan kaki. Baru menidurkan Dinda di kamar utama. Nana ke dapur. Mengambil minuman untuk tamunya. Dia menyajikan segelas teh hangat dan setoples kue nastar.Pak Andra menikmati teh hangatnya dalam diam. Melirik Nana yang sibuk dengan ponselnya. Ia meletakan dua paper bag besar di meja. Mendorongnya ke arah Nana.“Ini hadiah untukmu dan anak-anak. Se

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Resmi Bercerai

    Roni kembali ke dalam sel. Setelah telepon Nana ditutup tanpa pamit. Dia bersandar ke dinding. Tidak tertarik ikut kegiatan olahraga diluar. Tubuhnya menggigil ketakutan. Jika Nana terkena sifilis maka kemungkinan besar Roni adalah pembawanya. Berarti sekarang dia juga terkena penyakit itu.“Siapa yang menularkannya padaku? Arni atau wanita lain?” Roni mengigit kuku jarinya bingung.Dia tidak bisa menebak siapa yang memberi penyakit itu padanya. Semua wanita yang pernah ia tiduri setelah Nana memberinya kesempatan kedua hanya empat orang. Arni dan tiga teman kerjanya yang dulu pernah saling menggoda.Jarum jam terus bergerak hingga tanpa terasa langit berubah malam. Jam sepuluh hampir semua tahanan sudah tidur. Hanya Roni yang terjaga. Dia duduk bersandar setelah pergi ke kamar mandi. Memeriksa miliknya sendiri. Tidak ada yang aneh. Jika Roni punya hp sekarang ia ingin mencari tanda-tanda gejala itu.“Siapa tahu Nana juga selingkuh dengan pria lain sehingga dia terkena penyakit itu.”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status