Share

Berusaha untuk ikhlas.

Author: iva dinata
last update Huling Na-update: 2025-10-01 11:35:21

Sudah satu minggu aku tinggal di rumah Om Dimas. 

Setiap pagi aku diajak Tante Ratih pergi ke pasar, entah untuk belanja bahan makanan, atau hanya sekedar membeli jajanan tradisional.

Aku tahu Tante sengaja membawaku keluar untuk mengalihkan pikiranku dari masalah dan sakit hatiku.

Lalu, sepulang dari pasar, Tante Ratih akan memintaku membantunya memasak. Mengajariku banyak hal tentang cara membuat makanan.

Kadang aku juga diajak berkebun, menanam sayuran juga menanam bunga dan tanaman hias di halaman depan. Dan tak jarang diminta ikut Dirga ke kota untuk membeli pupuk dan bahan-bahan pertanian.

Keluarga Om Dimas benar-benar menjagaku dengan baik. Aku tahu mereka tulus. Karena itu aku berusaha untuk terlihat kuat, meski setiap kali sendirian rasa sakit hati dan kecewa kembali menyerang. Membuatku seperti manusia yang kehilangan separuh jiwanya.

Aku hampa, kosong, dan sepi.

Saat semua kegiatan selesai aku memilih menikmati kesendirian di halaman belakang rumah. Menatap hamparan sawah dari atas dipan di bawah pohon mangga yang sangat asri. Dari sini semua terasa luas dan lega.

Tuhan… ikhlaskanlah hatiku. Itulah doa yang terus kuucapkan setiap kali selesai sholat.

"Nara," panggil Tante Ratih sambil membawa satu piring mangga yang sudah dikupas. "Ini mangga yang dulu sering kamu makan sama Eyang Uti. Makanlah," katanya menyerahkan makanan yang dibawanya.

"Makasih Tante," ucapku sambil menyunggingkan senyuman.

Aku sangat beruntung, meski jauh dari Mama, tapi di sini aku mendapatkan kasih sayang dari Tante Ratih.

"Tante tinggal menyetrika sebentar ya, kamu jangan melamun! Main HP aja sambil makan mangganya."

"Saya nggak melamun Tante, cuma sedang menikmati pemandangannya sawah." Aku beralasan.

Tante mengelus pundakku lalu bernajak pergi.

Ting!

Suara notifikasi dari ponsel yang kugenggam. Sebuah pesan kembali masuk dari mama.

Tanpa perlu kubaca, aku sudah bisa menebak isi pesannya. Mama pasti meminta maaf karena belum bisa datang menjengukku dengan berbagai alasan yang dibuat-buat.

Padahal aku sudah tahu apa alasannya. Saat ini Mama sedang menemani Mbak Aluna fitting baju pengantin.

Bagaimana aku bisa tahu?

Keyra. Ya, sepupuku itulah yang memberitahu. Segala hal yang terjadi di sana akan segera Keyra kabarkan padaku.

[Lihat Story kakakmu!] 

Pesan dari Keyra tadi pagi.

Dan benar saja, di media sosialnya, Mbak Aluna memposting sebuah foto baju pengantin dengan caption ucapan terima kasih pada Mama karena menjadi orang yang paling sibuk mengurus pesta pernikahannya.

Jangan tanya perasaanku saat ini, sakitnya sudah tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Rasa damai yang kemarin sempat kurasakan kini hilang sudah berganti rasa marah dan kecewa.

Sejak kecil Papa memang lebih menyayangi Mbak Aluna. Tapi aku selalu berusaha untuk berbesar hati menerima sikap Papa. Karena aku tahu Mbak Aluna selalu lebih baik dariku.

Dalam masalah pendidikan Mbak Aluna lebih pintar. Selalu menduduki ranking pertama di kelas. Di umur 24 tahun, Mbak Aluna sudah S2 dan membantu papa mengurus perusahaan.

Mbak Aluna lebih cantik dan anggun. Sangat dewasa, tutur katanya lembut dan sopan. Predikat wanita sempurna memang pantas diberikan padanya.

Selama ini Mbak Aluna juga bersikap sebagai kakak yang baik. Kupikir dia benar-benar menyayangiku. Bahkan sampai hari ini aku belum bisa percaya dia telah mengkhianatiku. Merebut pria yang paling kucintai.

"Permisi, Mbak," ucap seorang gadis yang tiba-tiba sudah berdiri di depanku.

Aku mengerjap.

"Maaf Mbak, Bu Ratih ada?" tanya gadis itu menatap polos padaku.

"Ah... iya ada," jawabku. "Tunggu sebentar. Saya panggilkan." Bergegas aku turun dari dipan dan berjalan menuju pintu dapur. "Tante, ada yang nyari."

"Siapa?" tanya Ratih berjalan keluar.

"Saya Bu Ratih. Mau antar kare ayam."

"Oh... Lestari, sini!"

Aku hanya mengamati remaja itu menyerahkan rantang yang diambilnya dari tas berbentuk anyaman. Lalu kembali membawa dua tas yang sebelumnya ditaruh di bawah.

"Bilang ibumu terima kasih," ucap Tante Ratih. "Mau langsung antar ke sawah?"

"Iya, Bu nanti saya sampaikan."

"Nara, boleh Tante minta tolong?" Tante memandangku dan aku langsung mengangguk. "Ikut Tari, antarkan jeruk untuk pekerja di sawah, bisa?"

"Bisa, Tante."

"Tunggu sebentar, Tante ambilkan jeruknya." Tante Ratih masuk ke dalam dan kembali keluar dengan membawa dua kantong kresek berisi jeruk.

“Hati-hati ya.”

***

"Hati-hati Mbak," ucap Lestari saat kakiku baru menapaki pematang sawah. "Jalannya pelan-pelan saja. Awas jatuh!" 

Sejak tadi remaja yang berjalan di belakangku itu terus mengingatkan.

"Iya, ini lurus saja kan?" jawabku sekenanya. Aku terlalu fokus dengan langkah kakiku.

"Iya, Mbak lurus aja, sampai jalan yang lebih lebar di ujung sana baru belok ke kanan ikuti sungai."

"Oke," sahutku lagi tanpa menoleh. Mata fokus pada pematang sawah yang lebarnya tak lebih dari dua jengka kaki. Seumur hidupku ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di persawahan. Cukup seru juga.

Meski cuacanya panas tapi anginnya berhembus sepoi-sepoi. Jadi tidak terlalu gerah.

"Oke, selangkah lagi," kataku begitu melihat jalan yang lebih lebar di depanku. Aku mencoba melompat. Satu kakiku sudah terangkat. Namun....

"Eh? Aah!"

Bruk!

Aku memejamkan mata, tubuhku tercebur ke dalam sawah yang baru saja ditanami bibit padi.

"Ah.... sakit…." Pinggangku rasanya patah.

Alih-alih membantu, Lestari tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

Mataku memicing, menatapnya kesal.

"Ya ampun, Mbak Nara. Muka Mbak penuh lumpur."

"Kamu kok malah ketawa sih? Bantuin," kataku menahan kesal.

"Habisnya Mbak Nara lucu."

"Lucu?" Aku tertawa miris. Ya... hidupku memang lucu.

"Kalian sedang apa?"

Suara berat tiba-tiba terdengar, jantungku mendadak berdegup kencang. Aku mendongak menatap sosok pria tinggi tegap yang berdiri di belakang Lestari.

“Kamu...?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku    Kondisinya kritis dan tak sadarkan diri selama dua hari.

    Keyra menarik paksa Nara masuk ke dalam mobilnya. Setelahnya mendekati Tristan menjelaskan sesuatu, lalu kembali masuk ke dalam mobilnya. "Sebenarnya ada apa sih?" tanya Nara sambil mengeritkan dahi. Sikap Keyra membuatnya bingung juga takut. "Ini darurat. Kamu harus ikut aku ke rumah sakit, kalau kamu gak mau menyesal nantinya." Nara menatap sepupunya itu tajam. "Kamu itu kalau bicara yang jelas! Jangan bikin orang takut dan panik gara-gara tingkahmu yang mendadak aneh. Sekarang jelasin siapa yang sakit?" omelnya. Ceritanya nanti saja di rumah sakit. Sekarang pasang sabuk pengamanmu. Aku mau ngebut," jawab Keyra menatap lurus ke depan. Jalanan pagi ini cukup ramai. Dia butuh konsentrasi penuh untuk bisa sampai lebih cepat. Detik berikutnya mobil pun melaju. Tak sampai setengah jam mereka sudah sampai di rumah sakit kota. Keyra turun lebih dulu. Lalu menggandeng Nara masuk. "Tunggu!" Nara menahan tangannya. Dan seketika langkah keduanya terhenti. "Kamu belum jawab, sebenarnya

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku   Hilang respect.

    "Mana Mama, Pa?" tanya Nara saat melihat papanya sarapan seorang diri. "Sudah berangkat duluan," jawab Rendy di sela-sela mengunyah makanannya. "Kamu mau keluar?" lanjutnya memandang putri bungsunya yang sudah rapi. Nara mengurai senyum tipis sambil mengangguk. Tanganya menarik sandaran kursi dan mendudukkan dirinya. "Mau nambah, Pa?" tanyanya basa basi sembari menyendok nasi goreng ke atas piringnya. "Sudah cukup," tolak Rendy. Pria paruh baya itu menelan makanannya lalu menyesap jus jeruknya. Sementara Nara menikmati sarapannya sambil memainkan ponselnya. "Kamu mau kemana?" Nara mengangkat kepalanya sebentar lalu kembali fokus dengan benda pintar di tangannya. "Mau fitting baju sama Tristan," jawabnya. Senyum lebar seketika muncul di bibir Rendy. Ada kelegaan di wajah yang sudah mulai keriput itu. "Papa lega, kamu memilih menikah dengan Tristan. Papa lihat dia benar-benar mencintaimu," Ucapan Rendy mengusik Nara. Ada rasa tak percaya mendengar kalimat yang kelua

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku   Pergi.

    "Bun, anterin ke rumah temanku," pinta Raka tiba-tiba merengek sambil menarik ujung jilbab bundanya yang sedang mencuci piring di dapur. "Mau apa ke rumah temanmu? Besok sekolah. Belajar sana," ujar Ratih masih sambil mlanjutjan pekerjaannya. "Buku aku kebawa temenku. Besok ada PR. Nanti aku kena hukum kalau gak ngumpulin." Raka menghentakkan kakinya. "Kok bisa kebawa teman kamu?" Ratih menghentikan kegiatannya. Mendelik pada putra bungsunya. "Kan Bunda sudah bilang kalau mau pulang buku-buku diberesin dimasukkan tas. Diperiksa ada yang ketinggalan nggak?" omel Ratih kesal. Sejak siang moodnya sudah rusak karena putra pertamanya. Dan sekarang putra bungsunya. "Maaf, Bundaku sayang.... Adek salah. Sekarang anterin ya Bun, nanti gak keburu ngerjain PR-nya," ucap Raka memelas. Bocah itu memegangi tangan bundanya sambil sesekali mencium punggung tangan yang basah itu. "Maaf ya Bun, besok gak lagi...." mohonnya yang membuat hati Ratih luluh. Putra bungsunya itu lebih pinta

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku   Rasa kecewa Dirga pada bundanya.

    "Bun, berikan ponselku," pinta Dirga menatap Bundanya tajam. Rasa kecewa di hatinya sudah tak terbendung lagi. Entah karena hasutan siapa wanita yang dulunya tak pernah berbohong itu kini malah mendukung kebohongan. Kalau bukan karena Raka, adiknya yang mengadu. Mungkin Dirga tidak akan tahu bundanya itu bersekongkol dengan Nirmala membohongi Nara. Ratih seperti menulikan diri. Tak sekalipun menyahut. Pandangannya lurus kedepan tanpa menghiraukan putra sulungnya yang sejak tadi menatapnya tajam. "Bun, kesabaranku juga ada batasnya. Tolong berikan ponselku. Aku harus menjelaskan semuanya pada Nara," katanya lagi dengan nafas yang sudah memburu karena menahan amarah yang berkumpul di dadanya. Rasa sakit ditubuhnya tak dihiraukannya. Baru semalam Dirga dibebaskan oleh ayahnya dan diizinkan pulang ke rumah. Dan itu karena penyakit tipes Dirga kambuh. Putra sulung Dimas itu menolak makan selama berhari-hari. Pagi tadi dia dibawa ke rumah sakit di kecamatan dan saat pulang Raka m

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku   Memilih konsep pernikahan.

    "Kamu sakit?" tanya Tristan pada Nara yang baru saja datang. Wajah gadis itu nampak lesu dan agak pucat. "Nggak," jawab Nara setelah mengambil duduk di hadapan Tristan. Dua orang itu bertemu di sebuah kafe yang biasa mereka datangi. "Minumlah!" Tristan mengangsurkan segelas jus jambu yang sudah dia pesankan tadi. "Mau makan apa?" lanjutnya sembari membuka buku menu. Nara menggelengkan. "Aku sudah makan. Kamu saja," jawannya tak bersemangat. Tristan menutup kembali buku menu. Menatap sendu gadis yang hanya mengaduk minumannya. Ada yang berbeda dengannya hari ini. Sepertinya sedang ada masalah. "Soal Dirga.." Tristan urung melanjutkan kalimat. Ekspresi Nara yang tampak biasa saja membuatnya mengerutkan dahi. "Kamu sudah tahu?" Nara mengangguk. "Dia di desanya, kan?" "Iya. Maaf, tidak memberi info lebih cepat." "Nggak papa. Makasih sudah bantu." Tritstan mengangguk. "Sepertinya dia sengaja dikurung sama orang tunya." Nara tersenyum tipis, lalu menghela nafas. Dikurung?

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku   Masalalu.

    "Ini tidak benar," gumam Nara tangan kaki gemetaran. Gdis itu bergegas masuk mobil setelah mengusir Arka dari rumahnya. Dia sudah tak sabar menunggu mamanya pulang. Dengan mengendarai mobil sendiri, gadis itu menuju pabrik untuk menemui mamanya untuk mengonfirmasi kebenaran ucapan Arka. Matanya fokus pada jalanan di depannya namun otaknya masih memutar memori percakapan dengan Arka beberapa menit yang lalu. "Mas Arka pasti berbohong. Dia sengaja ingin menjadika Mbak Aluna kambing hitam. Aku nggak percaya Mbak Aluna sejahat itu," gumamnya pada diri sendiri. Namun saat ingatanny kembali mengingat ucapan mamanya yang berulang kali mengatakan Aluna bukan putrinya, mendadak rasa takut menyergap hatinya. Takut benar Aluna itu bukan putri kandung mamanya. Takut, benar. Aluna ingin menguasainya harta warisan keluarganya. Takut, benar Aluna sengaja memfitnahnya demi mendapatkan semua warisan keluarga. "Astaga.. jika itu benar. Kasihan sekali Mama..." ujarnya mencengkeram erat stir.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status