Share

Tak bisa menahan lagi.

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-20 17:43:34

"Mas Arka?" Mata Kinara melebar begitu melihat Arka yang berlari mendekat. Wajah pria itu terlihat panik.

"Aluna kamu nggak papa?" katanya, lalu merunduk menyamakan posisinya denga Aluna yang terduduk di bawah.

"Kakiku sakit, Mas." Mbak Aluna merengek manja. Wanita itu seperti sosok yang berbeda. Matanya memerah seperti hendak menangis.

Mas Arka menoleh padaku. Matanya menatapku tajam. "Kamu mendorong Aluna!" bentaknya kasar sampai membuatku kaget. Saking kagetnya, tubuhku terhuyung kebelakangan. Beruntung ada Dirga yang segera memegangi.

"Kamu nggak papa?" tanya Dirga sembari memegang pundakku. Aku menggeleng sebagai jawaban.

"Bisa bicara baik-baik nggak?" ujar Dirga menatap Mas Arka datar.

"Cih.. baik-baik?" Mas Arka mencibir. Lebih dari sebelumnya, kini wajah pria itu sudah memerah dan sorot matanya penuh amarah.

"Apa lagi yang mau dibicarakan baik-baik? Jelas-jelas dari dalam mobil aku melihat dengan mataku, Aluna jatuh karena di dorong Nara," lanjutnya sinis.

"Aku tidak mendorongnya dengan se--" Belum selesai aku bicara Mbak Aluna menyahut.

"Jangan nyalahin Kinara, Mas. Aku yang salah. Tadi aku ingin membantunya jalan, tapi dia tidak mau aku pegang, mungkin dia masih marah sama aku, jadi menepis tanganku."

Entah kenapa aku merasa ucapan Mbak Aluna seperti ingin menyudutkanku. Bersikap sebagai korban dan aku tersangkanya.

Mas Arka kembali menghujamkan tatapan tajam padaku. "Kapan kamu akan bersikap dewasa? Aluna sudah berbesar hati datang kesini untuk menjemputmu, kenapa kamu tidak menghargainya?"

Aku mengeram, menahan kesal. "Siapa yang memintanya menjemputku? Aku sama sekali tidak mengharapkan kehadirannya di sini!" Alih-alih menjelaskan, aku malah memprovokasinya sekalian.

"Kamu!!!" Rahang Mas Arka mengeras, matanya berkilat penuh amarah.

"Ya, ini aku Anzala Kinara yang manja dan suka bikin ulah."

Muak. Aku sudah tak peduli lagi mau dianggap salah atau benar. Toh sekuat apapun aku membela diri pada akhir aku juga akan tetap disalahkan seperti sebelum-sebelumnya.

"Ternyata benar, kehidupan bebas di luar negeri sudah mengubahmu. Sekarang kamu jadi liar,"

Plak!!!!

Tak tahan lagi, aku menghadiahi satu tamparan mendarat di pipi pria yang pernah dan masih menduduki tahta tertinggi di hatiku. Nafasku memburu dengan dada naik turun menahan amarah yang sudah mencapai ubun-ubun.

"Asataga Nara,... Apa yang kamu lakukan?" pekik Mbak Aluna.

Kulirik wanita itu berusaha bangkit lalu memegangi lengan Mas Arka. "Mas kamu nggak papa, kan?" tanyanya pada pria yang kini sedang menatapku dengan sorot yang tidak bisa kuartikan.

Mungkin kaget, mungkin juga bingung bagaimana bisa aku seberani ini?

"Nara mundur," bisik Gibran merentangkan tangannya ke depanku. Mungkin dia takut Mas Arka akan memukulku balik.

Namun, sama sekali aku tidak takut. Kusingkirkan tangan Gibran, kuangkat daguku lebih tinggi. Lalu, dengan tangan yang masih gemetaran aku menunjuk wajah Mas Arka dengan jari telunjuk.

"Dulu aku buta dan bodoh karena mencintai pria sepertimu. Melakukan segala cara demi bisa bersanding denganmu. Tapi hari ini, mataku sudah terbuka. Pengkhianat sepertimu tidak pantas kutangisi. Kamu lebih cocok dengan sesama pengkhianat." Aku melirik Mbak Aluna sinis.

"Astaghfirullah Nara, jaga ucapanmu! Kamu tidak pantas bi---"

"Diam!!!" bentakku yang membuat kakak kandungku itu terperanjat. "Pergi dari sini! Aku tidak ingin melihat kalian,"

Meski sudah kuusir namun dua orang itu tak juga beranjak dari tempatnya. Mas Arka masih tetap menatapku sementara Mbak Aluna memegangi lengan suaminya itu berusaha menenangkan.

"Sabar Mas, maafin Nara."

Tak tahan, aku memilih pergi. Kaki yang masih bengkak dan terasa sakit, kupaksa untuk berjalan cepat meninggalkan rumah Om Dimas.

Rasa sakit di kaki ini tak seberapa jika dibandingkan dengan dengan rasa sakit yang kurasakan di hatiku karena ucapan Mas Arka tadi.

Teganya dia mengatakan aku 'Liar'. Memang apa yang telah kulakukan sampai dia bisa menyebutku 'Liar'? Apa empat tahun menjalin hubungan kasih tak membuatnya memahamiku? Adakah sikapku yang pantas disebut liar?

Tapi yang paling aku benci dari semua ini adalah perasaanku sendiri. Setelah semua perbuatan Mas Arka, aku masih tetap saja mencintainya.

Bodoh!!!

"Loh... itu Nara mau kemana? Nara!" Terdengar suara Tante Ratih memanggil. Lalu, mengomel. Istri Om Dimas itu memarahi Mbak Aluna juga Gibran.

Kutulikan telinga dan melangkah lebih cepat lagi sampai suara Tante Ratih tak lagi terdengar, langkahku pun melambat. Kuhela nafas panjang sembari menahan nyeri di kaki.

Aku tidak tahu mau kemana? Tapi yang pasti aku tidak ingin melihat dan berbagai udara dengan dua orang yang telah mengkhianatiku itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku    Kondisinya kritis dan tak sadarkan diri selama dua hari.

    Keyra menarik paksa Nara masuk ke dalam mobilnya. Setelahnya mendekati Tristan menjelaskan sesuatu, lalu kembali masuk ke dalam mobilnya. "Sebenarnya ada apa sih?" tanya Nara sambil mengeritkan dahi. Sikap Keyra membuatnya bingung juga takut. "Ini darurat. Kamu harus ikut aku ke rumah sakit, kalau kamu gak mau menyesal nantinya." Nara menatap sepupunya itu tajam. "Kamu itu kalau bicara yang jelas! Jangan bikin orang takut dan panik gara-gara tingkahmu yang mendadak aneh. Sekarang jelasin siapa yang sakit?" omelnya. Ceritanya nanti saja di rumah sakit. Sekarang pasang sabuk pengamanmu. Aku mau ngebut," jawab Keyra menatap lurus ke depan. Jalanan pagi ini cukup ramai. Dia butuh konsentrasi penuh untuk bisa sampai lebih cepat. Detik berikutnya mobil pun melaju. Tak sampai setengah jam mereka sudah sampai di rumah sakit kota. Keyra turun lebih dulu. Lalu menggandeng Nara masuk. "Tunggu!" Nara menahan tangannya. Dan seketika langkah keduanya terhenti. "Kamu belum jawab, sebenarnya

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku   Hilang respect.

    "Mana Mama, Pa?" tanya Nara saat melihat papanya sarapan seorang diri. "Sudah berangkat duluan," jawab Rendy di sela-sela mengunyah makanannya. "Kamu mau keluar?" lanjutnya memandang putri bungsunya yang sudah rapi. Nara mengurai senyum tipis sambil mengangguk. Tanganya menarik sandaran kursi dan mendudukkan dirinya. "Mau nambah, Pa?" tanyanya basa basi sembari menyendok nasi goreng ke atas piringnya. "Sudah cukup," tolak Rendy. Pria paruh baya itu menelan makanannya lalu menyesap jus jeruknya. Sementara Nara menikmati sarapannya sambil memainkan ponselnya. "Kamu mau kemana?" Nara mengangkat kepalanya sebentar lalu kembali fokus dengan benda pintar di tangannya. "Mau fitting baju sama Tristan," jawabnya. Senyum lebar seketika muncul di bibir Rendy. Ada kelegaan di wajah yang sudah mulai keriput itu. "Papa lega, kamu memilih menikah dengan Tristan. Papa lihat dia benar-benar mencintaimu," Ucapan Rendy mengusik Nara. Ada rasa tak percaya mendengar kalimat yang kelua

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku   Pergi.

    "Bun, anterin ke rumah temanku," pinta Raka tiba-tiba merengek sambil menarik ujung jilbab bundanya yang sedang mencuci piring di dapur. "Mau apa ke rumah temanmu? Besok sekolah. Belajar sana," ujar Ratih masih sambil mlanjutjan pekerjaannya. "Buku aku kebawa temenku. Besok ada PR. Nanti aku kena hukum kalau gak ngumpulin." Raka menghentakkan kakinya. "Kok bisa kebawa teman kamu?" Ratih menghentikan kegiatannya. Mendelik pada putra bungsunya. "Kan Bunda sudah bilang kalau mau pulang buku-buku diberesin dimasukkan tas. Diperiksa ada yang ketinggalan nggak?" omel Ratih kesal. Sejak siang moodnya sudah rusak karena putra pertamanya. Dan sekarang putra bungsunya. "Maaf, Bundaku sayang.... Adek salah. Sekarang anterin ya Bun, nanti gak keburu ngerjain PR-nya," ucap Raka memelas. Bocah itu memegangi tangan bundanya sambil sesekali mencium punggung tangan yang basah itu. "Maaf ya Bun, besok gak lagi...." mohonnya yang membuat hati Ratih luluh. Putra bungsunya itu lebih pinta

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku   Rasa kecewa Dirga pada bundanya.

    "Bun, berikan ponselku," pinta Dirga menatap Bundanya tajam. Rasa kecewa di hatinya sudah tak terbendung lagi. Entah karena hasutan siapa wanita yang dulunya tak pernah berbohong itu kini malah mendukung kebohongan. Kalau bukan karena Raka, adiknya yang mengadu. Mungkin Dirga tidak akan tahu bundanya itu bersekongkol dengan Nirmala membohongi Nara. Ratih seperti menulikan diri. Tak sekalipun menyahut. Pandangannya lurus kedepan tanpa menghiraukan putra sulungnya yang sejak tadi menatapnya tajam. "Bun, kesabaranku juga ada batasnya. Tolong berikan ponselku. Aku harus menjelaskan semuanya pada Nara," katanya lagi dengan nafas yang sudah memburu karena menahan amarah yang berkumpul di dadanya. Rasa sakit ditubuhnya tak dihiraukannya. Baru semalam Dirga dibebaskan oleh ayahnya dan diizinkan pulang ke rumah. Dan itu karena penyakit tipes Dirga kambuh. Putra sulung Dimas itu menolak makan selama berhari-hari. Pagi tadi dia dibawa ke rumah sakit di kecamatan dan saat pulang Raka m

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku   Memilih konsep pernikahan.

    "Kamu sakit?" tanya Tristan pada Nara yang baru saja datang. Wajah gadis itu nampak lesu dan agak pucat. "Nggak," jawab Nara setelah mengambil duduk di hadapan Tristan. Dua orang itu bertemu di sebuah kafe yang biasa mereka datangi. "Minumlah!" Tristan mengangsurkan segelas jus jambu yang sudah dia pesankan tadi. "Mau makan apa?" lanjutnya sembari membuka buku menu. Nara menggelengkan. "Aku sudah makan. Kamu saja," jawannya tak bersemangat. Tristan menutup kembali buku menu. Menatap sendu gadis yang hanya mengaduk minumannya. Ada yang berbeda dengannya hari ini. Sepertinya sedang ada masalah. "Soal Dirga.." Tristan urung melanjutkan kalimat. Ekspresi Nara yang tampak biasa saja membuatnya mengerutkan dahi. "Kamu sudah tahu?" Nara mengangguk. "Dia di desanya, kan?" "Iya. Maaf, tidak memberi info lebih cepat." "Nggak papa. Makasih sudah bantu." Tritstan mengangguk. "Sepertinya dia sengaja dikurung sama orang tunya." Nara tersenyum tipis, lalu menghela nafas. Dikurung?

  • Terjerat Cinta Terlarang Sepupuku   Masalalu.

    "Ini tidak benar," gumam Nara tangan kaki gemetaran. Gdis itu bergegas masuk mobil setelah mengusir Arka dari rumahnya. Dia sudah tak sabar menunggu mamanya pulang. Dengan mengendarai mobil sendiri, gadis itu menuju pabrik untuk menemui mamanya untuk mengonfirmasi kebenaran ucapan Arka. Matanya fokus pada jalanan di depannya namun otaknya masih memutar memori percakapan dengan Arka beberapa menit yang lalu. "Mas Arka pasti berbohong. Dia sengaja ingin menjadika Mbak Aluna kambing hitam. Aku nggak percaya Mbak Aluna sejahat itu," gumamnya pada diri sendiri. Namun saat ingatanny kembali mengingat ucapan mamanya yang berulang kali mengatakan Aluna bukan putrinya, mendadak rasa takut menyergap hatinya. Takut benar Aluna itu bukan putri kandung mamanya. Takut, benar. Aluna ingin menguasainya harta warisan keluarganya. Takut, benar Aluna sengaja memfitnahnya demi mendapatkan semua warisan keluarga. "Astaga.. jika itu benar. Kasihan sekali Mama..." ujarnya mencengkeram erat stir.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status