Penulis POV*Kok rumah sepi? Bik Sari dan Mang Sofyan mana?" tanya Endrick jadi dia masuk ke rumah setelah bekerja."Pulang lebih awal, mas. Katanya nanti malem ada hajatan di dekat rumahmereka jadi harus dateng," jawab Vania sembari membantu suaminyamembuka kancing kemeja, ini adalah kebiasaan Vita, dia selalu ingin ikut andil dalam setiap kesibukan Endrick termasuk melepas pakaian. "Hmm," balas Endrick. Dia menatap wajah Vita yang tampak tengah berpikir,tidak seperti biasanya Vita bermuka masam seperti ini."Ada apa?""Hmm? Kenapa mas?""Kamu kenapa?" balas Endrick Vita yang menyadarinya lantas menggeleng kecil. Dia cuma memikirkan soal wanita yang mencurigakan itu. Bagaimana jika selama ini Chika mencoba untuk dekat dengan Endrick tapi Vita tidak ada di sana untuk menghentikannya?"Jangan dipendam, Cepat bilang kalo ada yang mengganggu pikiran kamu," ucap Endrick lagi tapi Vita cuma diam saja. Dia meraih plastik berisi cemilan untuk Rama lalu menyimpannya di lemari dapur. Nanti
Menikah. Satu kata yang bagiku penuh makna dan nilai. Sebuah pernikahan adalah ikatan yang sakral antara seorang laki-laki dan perempuan yang saling mencintai. Sebuah jalinan benang kuat yang akan menuntun pada sebuah kebahagiaan. Menurut ku itulah makna dari sebuah pernikahan. Aku adalah seorang perempuan yang telah menikah. Dia melamar ku dengan penuh keseriusan tanpa banyak basa-basi lagi. Kami menikah tepat di hari ulang tahun ku yang ke 18. Jangan tanya apakah aku syok, tentu saja aku syok sekali. Aku menikahi pria yang usianya dua kali lipat dariku. Dia seorang laki-laki dewasa yang masih lajang dan terlihat bijaksana. Aku dan dia dipertemukan Tuhan dengan cara yang mengejutkan. Dia adalah seorang narasumber di seminar yang pernah aku hadiri bersama orang tuaku dan akhirnya terpikat denganku. Itu terjadi begitu cepat hingga akhirnya kami memutuskan untuk menikah saat aku berulangtahun. Sebuah kenangan yang tidak terduga. Namun, ada satu hal yang masih mengganjal. Suamiku jar
Jovita POVPagi hari ini tidak ada yang berbeda dengan pagi sebelumnya. Aku bangun lebih dulu dari Mas Hendrick lalu segera mandi untuk menghilangkan rasa pegal-pegal di tubuhku setelah semalam bercinta dengan suamiku. Seperti biasa aku pun menyiapkan pakaian kerja untuk Mas Hendrick lalu lekas menyiapkan sarapan setelah urusanku selesai. Hari ini aku ingin ke supermarket karena bahan-bahan di dapur sudah mau habis. Sebenarnya aku bisa ke pasar dekat sini, tapi kasihan Rama jika harus panas-panas di sana. Dia tidak bisa jauh dariku, kalau dititipkan ke keluarga ku atau keluarga Mas Hendrick, pasti Rama menangis. "Vita"Aku menoleh, suamiku tercinta muncul di dapur. Dia terlihat rapi dengan kemeja yang aku siapkan dan tentu saja selalu tampan. "Vita masak nasi goreng, Mas. Ini bahan-bahan udah mau abis, hari ini Vita bawa Rama ke supermarket ya mas?""Iya," jawabnya singkat. Aku lagi-lagi menelan kepahitan karena Mas Hendrick sangat irit sekali bicara. "Oh iya, mas... vita boleh
Jovita POV"Ini baru pulang, Mas.""Kok lama banget? Rama kamu ajak?" tanya Mas Endrick di telepon. Bukan hal aneh mendengar pertanyaan itu. Mas Endrick memang selalu mengutamakan Rama . Aku senang dia menomorsatukan anak kami, tapi terkadang aku ingin juga diperhatikan. "Iya, mas. Gak enak sama mbak Rara, dia kan jarang ke Jakarta.""Lain kali kamu izin sama saya. Di salon kan banyak bakteri segala macam, kalo Rama sakit gimana?" tegur Mas Endrick. Memang sih, aku tidak izin kepadanya tapi kok rasanya sedikit sakit ya ketika Mas Endrick menegur ku seperti itu?"Maaf mas, lain kali Vita izin kalo mau pergi sama mbak Rara atau orang lain." Ya sudahlah, lebih baik mengalah daripada memperpanjang urusan. "Ya, saya pulang setelah seminar selesai. Telepon saya kalo Rama sakit," pamitnya. Ya ampun, dia takut sekali Rama sampai kenapa-kenapa. Pernah waktu itu Rama demam, wah Mas Endrick paniknya minta ampun. Malam itu juga langsung ke rumah sakit buat periksa si Rama padahal cuma demam b
Jovita POVRumah ibu mertuaku memang tidak terlalu jauh dari rumah kami dibandingkan dengan rumah keluarga angkat ku. Harusnya aku bisa lebih sering datang kemari, tapi karena Bunda Septiah sangatlah irit bicara seperti Mas Endrick, aku jadi sungkan kemari. Takut melakukan kesalahan dan berujung dia emosi. Mas Endrick sudah tidak punya ayah lagi, beliau meninggal sekitar lima tahun yang lalu makanya rumah ini terasa sepi ditinggali Bunda sendirian bersama asisten rumah tangga yang kebetulan sangat dekat dengan keluarga suamiku. Untungnya Mbak Rara datang, jadi sedikit ramai karena kehadirannya di rumah ini. Aku sedang mencuci piring bekas makan malam, ditemani Mbak Rara yang juga tengah mencuci piring. Seperti biasa kami bercerita banyak hal entah itu tentang pekerjaan mbak Rara ataupun cerita-cerita masa kecil suamiku yang lucu. "Kalo sama Bang Endrick itu, ngebosenin banget deh pokoknya. Aku paling males kalo ajak dia ngobrol, lebih-lebih dari patung.""Hehe, tapi Mas Endrick it
Vita POVPagi ini, aku masih murung seperti semalam. Mas Endrick tetap tidak memberijadi izin kepadaku terpaksa hari ini aku di rumah saja dan hanya bisa membayangkan betapa serunya berkumpul dengan teman-teman sekolah ku dulu. "Saya berangkat, kamu jangan coba-coba kumpul dengan teman-teman apalagi membawa Rama. Saya hanya membolehkan kamu pergi ke rumah keluarga, tidak lebih. Ngerti?"Aku hanya mengangguk malas, itu sempat diperhatikan Mas Endrlrick tapi dia tidak mengatakan apapun lalu masuk ke dalam mobil. Selama ini aku selalu menuruti semua kehendak Mas Endrick, tidak pernah sekalipun aku membantah walaupun untuk sesuai yang aku inginkan. Aku selalu mengesampingkan ego ku agar Mas Endrick tidak menegur ku. Tapi hari ini aku ingin sekali berbuat sebaliknya. Aku kesal, tiap kali meminta izin pasti tidak boleh dengan alasan Rama nanti sakit. Setelah itu, aku pun mengambil ponsel lalu menelepon Lena untuk memberitahunya kalau aku ingin ikut kegiatan. "Beneran mau ikut, Vit? Kalo
Jovita POVPagi ini aku ingin menebus kesalahan yang aku lakukan dua hari lalu. Setelah berpikir dengan jernih, ini memang murni kesalahan ku. Aku tidak mendengarkan ucapan Mas Endrick dan lebih memilih untuk membuatnya khawatir karena membawa Adam ke tempat karokean yang berisik. Ku tatap kotak bekal makanan yang aku siapkan untuk Mas Endrick. Meskipun dia tidak pernah meminta dibuatkan bekal makan siang, ini kulakukan untuk menebus kesalahan. "Vita, saya berangkat dulu.""Eh tunggu mas!" Aku langsung meraih kotak makan itu lalu bergegas menghampiri suamiku yang sedang memakai sepatunya. "Ini, Vita udah siapin bekal makan. Nanti dimakan ya, mas?" lapor ku dengan senyum sumringah. Dia menatap ku sebentar lalu menyambut kotak makan yang kuberikan. "Ya, terima kasih Vit""Hmm, mas Endrick mau kalo Vita buatin bekal tiap hari? Kali aja kan Mas males makan di luar," tawar ku dan dijawab gelengan olehnya. "Gak usah, saya gak mau nambah kerjaan kamu pagi-pagi."Aku menekukkan bibir, ke
Jovita POVHari ini adalah hari penting. Rama berulangtahun untuk yang pertama kalinya. Semua rencana pesta ulang tahun Rama sudah aku siapkan sedari minggu lalu dan hari ini berlangsung meriah. Tenang saja, kali ini aku sudah meminta pendapat Mas Endrick dan syukurlah dia membolehkan ada pesta kecil-kecilan di rumah. Huft, Mas Endrick bukan seseorang yang suka pesta. Dia malas berada di keramaian yang ributnya minta ampun apalagi banyak anak kecil. Jadi setelah berdiskusi dengannya, kami sepakat hanya mengundang keluarga dan beberapa tetangga yang kami kenal. Walaupun aku sedikit merasa tidak puas, tapi tidak apa-apa. Yang penting ulang tahun Rama tetap dirayakan. Ini adalah momen yang patut untuk dikenang baik. Aku menyiapkan makanan dibantu oleh mama dan Bunda Septiah. Mbak Rara tidak bisa pulang ke Jakarta karena sibuk dengan pekerjaannya, tapi dia mengirim kado untuk Rama. Dia adalah contoh Tante yang baik. "Vit, kamu udah makan? Kalo belum, buru makan dulu. Tamu-tamu juga lagi