Share

Bab 7

Jovita POV

Hari ini adalah hari penting. Rama berulangtahun untuk yang pertama kalinya. Semua rencana pesta ulang tahun Rama sudah aku siapkan sedari minggu lalu dan hari ini berlangsung meriah. Tenang saja, kali ini aku sudah meminta pendapat Mas Endrick dan syukurlah dia membolehkan ada pesta kecil-kecilan di rumah. Huft, Mas Endrick bukan seseorang yang suka pesta. Dia malas berada di keramaian yang ributnya minta ampun apalagi banyak anak kecil. Jadi setelah berdiskusi dengannya, kami sepakat hanya mengundang keluarga dan beberapa tetangga yang kami kenal. Walaupun aku sedikit merasa tidak puas, tapi tidak apa-apa. Yang penting ulang tahun Rama tetap dirayakan. Ini adalah momen yang patut untuk dikenang baik.

Aku menyiapkan makanan dibantu oleh mama dan Bunda Septiah. Mbak Rara tidak bisa pulang ke Jakarta karena sibuk dengan pekerjaannya, tapi dia mengirim kado untuk Rama. Dia adalah contoh Tante yang baik.

"Vit, kamu udah makan? Kalo belum, buru makan dulu. Tamu-tamu juga lagi pada makan," titah Bunda. Aku mengangguk lalu memintanya untuk menjaga Rama sebentar sementara aku mencari suamiku dulu. Mas Endrick pasti belum makan siang juga.

"Mas?"

Aku menemuinya di dapur dan dia sedang berbincang dengan seorang perempuan. Oh, aku kenal wanita itu. Dia Mbak Chika, tetangga di ujung jalan dan menjanda. Tapi kenapa sepertinya Mas Endrick dekat sekali ya dengannya?

"Kenapa, Vit?"

"Vita siapin makan ya? Mumpung yang lain juga lagi pada makan. Oh, mbak Chika juga udah makan?"

"Aku gak makan, Vita. Lagi diet soalnya, hehe." Aku mengangguk-angguk saja lalu pamit bersama suamiku ke halaman belakang rumah di mana pesta ulang tahun Rama digelar. Aneh sekali, kenapa aku merasa tidak enak melihat kedekatan Mbak Chika dan Mas Endrick?

"Gak usah mikir aneh-aneh, Vita. Saya gak selingkuh," celetuk Mas Endrick. Astaga, kalimatnya membuat aku terkejut bukan main. Dari mana dia tahu kalau aku sedang berpikiran seperti itu?

"Siapa yang mikir gitu? Mas Endrick kepedean deh."

"Terus kenapa cemberut gitu? Apalagi kalo bukan mikir aneh-aneh tentang saya?" balasnya dan aku cuma mendengus kesal. Hmm, awas saja sampai dia selingkuh. Aku potong sosisnya lalu ku telan langsung!

"Gak ada ih. Ya udah, mas Endrick makan dulu."

Cepat-cepat aku menyiapkan makan siang untuk suamiku dan diriku sendiri. Pesta ulang tahun ini masih berlangsung, jadi aku harus tetap ceria.

...

Papa dan mamah juga Bunda Septiah masih betah di rumah sampai malam hari. Mereka sibuk mengajak Rama bermain dan membuka kado-kado yang didapat Rama hari ini. Salah satunya adalah kado dari Mbak Rara. Kotaknya besar, dia memberikan mainan mahal untuk Rama dan aku sangat bersyukur sekali. Mainan baru Rama sudah hampir penuh, jadi tidak perlu repot-repot membeli lagi yang mana itu akan menghabiskan uang. Aku harus pintar-pintar mengatur keuangan karena Mas Endrick mempercayakannya kepadaku.

"Ini bajunya lucu banget. Untung ukurannya gede soalnya Rama kan embul nya minta ampun," ujar mama sembari menunjukkan baju tidur untuk bayi berusia satu tahun. Aku menanggapi dengan tawa kecil, mamah yang paling antusias membuka kado.

"Ini juga ada yang kasih topi buat Rama. Cocok nih dipakek pergi jalan," tambah Bunda Septiah sembari menunjukkan topi yang dia temukan di salah satu kado.

Rama saat ini sedang menikmati botol susunya. Sudah jam tidur Rama, dia pasti mengantuk.

"Besok aja Vita rapikan kado-kadonya. Udah malem soalnya ini," sahut ku. Mereka pun mengerti dan akhirnya memutuskan untuk pulang setelah membantuku dan Mas Endrick membersihkan bungkus kado yang berserakan.

Aku saja pusing melihat ruang tamu jadi berantakan karena kado-kado, besok akan aku rapikan.

"Mas, tolongin ini si Rama. Vita mau mandi dulu," pintaku sembari

menyerahkan Rama ke Mas Endrick. Putraku sempat terbangun, tapi kembali tidur saat berada di pelukan papanya.

"Mandi bareng, Vit. Saya juga belum mandi," titahnya. Aku tersenyum geli mendengarnya. Kami memang sering mandi bersama. Bukan hal aneh apabila Mas Endrick ingin mandi bersamaku.

Segera aku pergi ke kamar mandi lalu melucuti baju, menyisakan bra dan celana dalam ku. Ku nyalakan air di bathub lalu mencampurkan aroma harum yang memanjakan tubuh dan pikiran. Berendam berdua bersama Mas Endrick mungkin bukan pilihan buruk. Aku ingin rileks sejenak setelah seharian ini lelah mengurusi pesta.

Ceklek!

Pintu kamar mandi terbuka dan tertutup. Aku melirik dari ekor mataku, Mas Endrick melangkah mendekat sambil membuka pakaiannya juga sehingga dia telanjang bulat di depanku.

"Berendam, Vit?" tanya Mas Endrick dan ku jawab anggukan. "Pegal-pegal soalnya, mas. Enakan berendam dulu."

Dia tidak mengatakan apapun lagi. Mas Endrick duluan masuk ke bak mandi besar itu lalu memintaku untuk ikut masuk.

"Sini."

Aku menurut lalu menanggalkan sisa pakaian ku sebelum ikut berendam dengannya. Ah, rasanya hangat dan menenangkan apalagi bersama Mas Endrick.

Capek banget mas. Hari ini super sibuk, mana ruang tamu kita masih berantakan sama kado- kado, adu ku.

Posisi posisinya tepat di depan Mas Endrick, dia menarik bahuku agar bersandar di atas dadanya dan itu nyaman sekali. Saya senang Mas Endrick melihat melunak akhir-akhir ini.

"Itu gara-gara kamu nekad ngadain pesta. Saya udah bilang kalo repot mending gak usah," balasnya. Astaga, kukira Mas Endrick sudah melunak. Nyatanya dia masih sama menyebalkan seperti biasanya.

"Ih mas Endrick... Rama kasian dong kalo gak dirayain. Gak ada kenangannya

nanti."

48%

Bukannya mendapat balasan, saya malah merasakan kecupan di pundak

kanan saya. Beberapa kali bibir Mas Endrick mencium sekitar leher dan pundak, itu membuatku geli bukan main.

"Duduk yang benar, Vita."

Mas Endrick membaliknya dengan mudah sehingga kini aku benar-benar duduk berhadapan dengannya. Bisa melihat wajah tampan Mas Endrick yang seribu kali lebih tampan jika dia sedang bersemangat seperti ini. Aku menyukai ketampanannya.

Telunjukku menyentuh pipinya, mengusap bagian rahang tegas itu dan bersyukur karena tidak ada wanita lain yang bisa menikmati ini. Cuma aku yang bisa memiliki Mas Endrick.

"Mas, apa Mas Endrick cinta sama Vania?" tanyaku karena sudah kelewat penasaran. Dari dulu saya tidak pernah mendengarnya dari mulut. Saya ingin tahu sekali.

"Kamu bukan anak SMA lagi, Van. Cinta-cintaan kayak gitu cuma buatanak kecil," jawab Mas Endrick Huft, harusnya aku tahu kalau dia pasti akan mengatakan sesuatu yang seperti itu. Kalau aku menuntutnya untuk menjawab, nanti dia malah marah-marah.

"Mungkin bagi mas Endrick gak penting, tapi Vita anggap itu penting. Jadi Vita mau bilang kalo Vita cinta mati sama Mas Endrick," balasku berharap dia akan melakukan hal yang sama, tapi rupanya tidak. Matanya yang tajam seperti mata pisau itu cuma menatap ku dalam diam tak lupa dengan

kilatan gairah yang terpancar dari dalam tatapannya.

"Saya senang mendengarnya."

Aku tidak tahan lalu segera menciumnya. Kami berciuman panas, Mas Endrick menekan punggungku agar semakin menempel padanya lalu perlahan bergerak ke arah payudaraku.

Hap!

Aku menutup mata menikmati permainan di puncak payudara ku. Dia sangat pintar memanjakan perempuan, sentuhannya selalu membuatku mendamba dan ingin lebih.

"Ahhh...pelan aja mas..."

Rasanya semakin geli di ujung dadaku. Mas Endrick menjilat, menggigit, dan sesekali menghisapnya dengan kuat. Dia jauh lebih brutal dari Rama ketika menyusu.

"Membuatmu tegang, Vita. Aku suka."

"Hihi, ini punya mas Endrick kok. Bebas mau diapain," balasku sambil merayunya. Dia suka tiap kali aku menggoda, menurut Mas Endrick aku jauh lebih seksijika pandai menggoda.

"Hmm, aku suka berada di antara payudara kamu, Vit...." Dia menenggelamkan wajahnya diantara kedua payudaraku, bergerak di sana dan membuat sekujur bersalah kegelian. Tingkah Mas Endrick yang cerewet jika sedang bergairah memanglah langkahnya sekali

"Mau pindah ke kasur gak, mas? Lama-lama di dingin sini," ajak ku. Dia mengangguk cepat lalu kami pun lekas membersihkan diri dan pindah ke kamar. Aku tidak terlalu suka bercinta di kamar mandi, tempatnya dingin

dan licin. Rasanya tidak nyaman.

Brukk!

Aku membaringkan rumitnya ke atas ditambah disusul Mas Endrick yang langsung setengah menindih ku. Kami kembali berciuman, tidak lupa dengan tangan-tangan yang semakin liar bergerak ke sana kemari.

"Ahhh, mmmhh..."

Tangan Mas Endrick turun ke arah perut dan semakin menuju v4ginaku. Dia mengusap bagian itu beberapa kali sebelum mencoba memasukkan jari tengahnya ke dalam ku. Spontan aku melebarkan kedua kaki, memberinya akses untuk memasuki ku.

"V4gina mu basah, Vita. Daritadi gak sabar ya pengen dipuasin?" tanya Mas

Endrick di mode gairahnya yang memuncak. Aku mengangguk penuh damba sambil menuntun jarinya agar tetap berada

di dalam ku dan bergerak

"Uhhh, mass... Vita kerasa gatel banget di situ... Ahhh..."

Mas Endrick memundurkan tubuhnya hingga ke kepalanya tepat di depan pusat kantungnya. Dia melebarkan pahaku sebelum mulut nakalnya mengecup dan menjadi liar di bawah sana. Rasanya seperti tersengat oleh sesuatu tapi ini terasa nikmat sekali. Aku

selalu suka bagaimana lidah Mas Endrick beredar, menjentikkan bagian paling

sensitif di sana. Dia tidak pernah setengah-setengah saat memuaskan ku.

Mas Endrick selalu mengakhiri keinginan ku terlebih dahulu.

"Mmhhh..." Aku menekan kepala Mas Endrick, memaksanya untuk semakin lama bermain di v4ginaku. Entah sampai berapa lama, tapi aku tidak mau berhenti dengan cepat.

"Yaaa! Massa... Ahhh!" Mas Endrick menarik wajahnya menjauh, dia memasukkan dua jarinya lalu mulai mengocok dengan sedikit cepat Bunyi decakan v4gina basahku lantas mulai terdengar di telinga dan itu semakin membuat rasa gatal menjadi-jadi. Aku benar-benar seperti wanita haus belaian.

"Kamu cantik banget, Vita. Kamu suka ditusuk gini, hum?"

"Ngghh! Ahhh!"

"Jawab, Vit." Gerakan kedua jarinya terasa kian cepat dan membuatku tidak bisa menahan orgasme gejolak lebih lama lagi

" Vitaahh, sukaahh! Ahhh!"

Tubuhku bergetar hebat tandanya sudah mencapai puncak. Aku mengambil napas terburu-buru seperti oksigen menipis sekitar ku. Astaga, tadi itu luar biasa sekali.

Ku tatap Mas Endrick dengan pandangan lemas. Dia hanya tersenyum miring seperti mengejek lalu dia membaringkan tubuhnya di sampingku sebelum menarik pinggangku agar duduk di atasnya.

Aku masih sedikit lemas, tapi ku paksakan untuk duduk dengan benar di

dekat penisnya yang sudah keras seperti tombak

Ku pegang benda panjang seperti sosis besar itu lalu ku kocok pelan. Seperti biasa, Mas Endrick senang diperlakukan seperti itu. Dia senang ketika menyentuh langsung dengan benda pusakanya.

"Keras banget, mas..."

"Ya, itu tugas kamu bikin dia lemas," balas Mas Endrick. Aku tertawa kecil lalu perlahan mulai menuntun penisnya masuk ke dalam v4gina ku. Terasa sangat besar dan sesak di bawah sana. Aku bisa merasakan seberapa

kerasnya Mas Endrick di dalam ku

Tubuh ku mulai naik turun dibantu Mas Endrick. Aku selalu ingat rasanya tiap kali tubuh kami menyatu. Ada suatu perasaan senang dan lega di hatiku. Aku semakin jatuh cinta pada suamiku dan itu adalah sebuah perasaan nyata. Entahlah apakah dia bisa merasakan setiap cintaku? Karena aku sendiri tidak tahu bagaimana perasaan suamiku selama ini. Saya tidak bisa merabanya.

"Vita. Simpen ini."

Aku yang sedang melipat pakaian baru Rama lantas menoleh saatsuamiku menyerahkan sesuatu kepadaku.

Mataku melotot tidak percaya. Ini adalah tiket pesawat ke Lombok dan tanggal kepergiannya hari Minggu nanti.

"Lombok, mas? Buat apaan?"

Dia menatapku malas. "Bulan madu, Vita. Waktu itu kamu mau bulan

madu kan? Kita bisa berangkat Minggu nanti. Saya juga sedang libur, jadi bisa menghabiskan paling tidak tiga sampai empat hari."

Senyumku kian melebar, tak menyangka Mas Endrick mengingat soal permintaan ku dua bulan yang lalu. Lekas saja aku berdiri dari atas kasur untuk memeluknya erat. Aku semakin mencintai suamiku ini meskipun aku tidak tahu apa dia punya rasa yang sama karena Mas Endrick sepertinya tidak menyukai kata-kata cinta yang menggelikan.

"Mas Endrick baik banget! Makin cinta deh sama mas Endrick, hehe..."

"Ya, saya tidak mau ada hutang janji sama kamu."

Seperti biasa, dia selalu tidak mau aku puji. Ada saja kalimatnya yang menyebalkan untuk didengar.

"Berarti kita bisa program hamil lagi, mas? Vita pengen hamil, mas. Rama udah bisa dikasih adek kok," tanyaku penuh harap. Aku rindu masa-masa kehamilan dan kuharap Mas Endrick mau mengabulkan yang satu ini.

Dia memegangi pinggangku semakin merapat tak lupa dengan tatapannya yang memabukkan. "Itu juga tujuannya, Vita. Aku mau bikin kamu hamil lagi."

Aku semakin bahagia, nyatanya suamiku tetap ingin memiliki anak dariku. Setidaknya aku bisa bertahan dengan kenyataan itu.

"Mau bayi cewek, tapi jangan nurunin sifat mas Endrick." Aku buru-buru meninggalkannya sambil membawa pakaian yang sudah aku lipat. Mas Endrick sempat menegur ku, tapi aku hanya tertawa-tawa. Hah,

keluarga kecilku ini memang sesuatu sekali.

BERSAMBUNG ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status