Ratna melangkahkan kakinya keluar dari tempatnya kerja, hari ini hari pertama dia menyelesaikan kerjanya, dan sesuai dengan rencana , hari ini dia akan pulang ke rumah untuk mengambil barang.
"Kau sudah mau pulang?" tanya seseorang dari balik punggungnya. Sontak saja Ratna menoleh dan mendapatkan bosnya, pak Aldo sedang melangkah bersama seorang pria tampan bermata tajam dengan rahang kokoh.
"Iya, Pak." jawab Ratna dengan yang sengaja menghentikan langkahnya hanya untuk menghormati si bos.
"Masuklah, biarku antar!" suruh si boss, yang lebih dulu masuk bersama temannya di jok depan.
"Tidak pak, tidak apa, saya naik pedesaan aja." Ratna yang masih merasa sungkan, mencoba menolak tawaran si bos.
"Ratna, masuklah." Kali ini suara si bos berubah tegas, tampaknya dia tidak mau ditolak.
Ratna terdiam, dengan segan tangannya membuka pintu jok belakang, dan masuk ke dalamnya.
"Di mana alamatmu?" tanya si bos yang mulai menjalankan
Selesai pamit kepada pak RT. Mereka bertiga pun kembali ke mobil, sekarang dengan tujuan utama mengantarkan Ratna ke rumahnya."Terima kasih, Pak. Maap kalau saya tidak menawarkan bapak berdua untuk mampir, karena saya ingin lekas-lekas berkemas," ujar Ratna dengan sedikit takut takut."Pergilah, Rat. Biar kutunggu kau di sini." Pak Aldo malah mematikan mesin mobilnya dan menyuruh Ratna untuk lekas melakukan niatnya."Tapi, Pak ....""Cepat pergi, kau bilang ingin segera berkemas, bukan?" Pak Aldo memotong ucapan Ratna. Kali ini si bos memalingkan wajahnya menatap serius ke arah Ratna.Ratna mengangguk kemudian bergegas keluar dari mobil.Dengan langkah cepat, Ratna bergegas. Namun, Ratna sempat menghentikan langkahnya dan menghela nafas panjang. Rupanya Rizal ada di rumah, terlihat dari motor yang nangkring di teras. Hatinya sudah tidak enak."Akhirnya kamu pulang juga," sapa Rizal yang entah dari mana munculnya. Tiba tiba saja
"Ternyata dugaanmu benar tentang Ratna, untung saja kita membatalkan acara ke kafe tadi, kalau tidak, nyawa perempuan itu pasti tidak akan bisa di selamatkan," ujar Pak Aldo yang melangkah keluar dari ruang ICU di ikuti oleh Delon dari belakang. "Tapi bagaimana kamu bisa merasakan apa yang akan terjadi pada perempuan itu, Delon. Bukankah kalian baru bertemu hari ini?" tanya Aldo yang memilih duduk di kursi yang terbuat dari semen yang tersedia di bahu lorong. "Entah ...." Delon menjawab sambil mengangkat kedua bahunya sesaat, ikut duduk di sebelah Aldo. "Apa yang kau pegang?" tanya Delon saat melihat pak Aldo memainkan rantai berwarna kuning dengan liontin berbentuk hati. Semacam kalung. "Ini punya Ratna, tadi jatuh saat aku meletakkannya di brankar," jawab Aldo, dengan melebarkan jari tangannya, tampaklah kalau yang ia pegang adalah sebuah kalung. "Boleh aku memegangnya?" pinta Delon, dengan mata tak lekang menatap benda yang ada
"Kamu sudah siuman?" Mata Ratna yang awalnya hanya menghadap ke atap atap kamar, langsung bergerak ke arah sumber suara. "Nay ... kok kamu ada di sini?" Dengan suara serak, Ratna menyapa sahabatnya yang entah sejak kapan sudah berada di dalam kamar. "Pak Aldo yang menyuruhku untuk menjagamu, untung saja dia tepat waktu saat menolongmu kemarin, Rat. Kamu kehilangan banyak darah." Nay langsung menjelaskan apa yang mungkin tadi sempat dipikirkan Ratna. "Apa kau mengingat sesuatu?" Nay kembali bertanya, kini dia mengambil posisi duduk di kursi yang terbuat dari plastik yang tampaknya menjadi fasilitas kamar. "Entah, terakhir yang aku ingat aku menolak memasak untuk Rizal, dan sepertinya dia sangat marah hingga memukul ku dengan sesuatu yang sangat membuatku sakit, di bagian leher belakang, setelah itu aku tak ingat apa apa lagi," jawab Ratna dengan suara amat serak dan pelan. Matanya terpejam, seolah ingin buang kenangan buruk dari dalam
"Mila sudah cerai, Rat. Suaminya tidak mau menerima Lauren sebagai anak, bukan karena tidak percaya itu anaknya, tapi dia masih ingin bersenang-senang tanpa hadirnya anak," jelas Nay dengan muka sedih, menceritakan tentang Mila. "Astaugfirulllah ...." Ratna memandangi wajah Nay, di wajahnya terpancar rasa tak percaya, bagaimana mungkin ada manusia yang tak menginginkan anak di dalam hidupnya. Ratna mulai membandingkan dirinya dengan nasib Mila, sungguh sangat berbanding terbalik, dia cerai karena tidak mampu punya anak, sedangkan Mila cerai karena punya anak. "Kamu kaget karena mengira tak mungkin ada orang yang tak menginginkan keturunan, bukan? Tapi nyatanya ada." Nay seperti tahu apa yang ada dalam benak Ratna. "Mila memilih bercerai, untung saja dia masih bekerja, jadinya tidak bingung walau pun si mantan suami tidak memberikan dia sepeser pun uang, Mila masih bisa memenuhi kebutuhan diri dan anaknya," ujar Nay, lagi. "Ya ... k
"Ini, berikan pada temanmu yang miskin, jelek dan mandul itu! Suruh dia menandatanganinya. Besok aku ambil dan harus sudah ia tanda tangani."Masih dengan kata kata yang menghina Ratna, Perempuan itu menyodorkan map yang sedari tadi ia pegang kepada Nay."Nggak usah nunggu besok, mana bolpoinnya?" Tangan kanan Nay menerima map berwarna merah itu dengan sedikit diwarnai kesan seolah merampas.Nay membaca sedikit isi yang ditulis di dua lembar kertas yang ada di dalam map, kemudian menutupnya kembali.Mona memandangi Nay dengan raut muka kesal, tangannya merogoh tas yang dari tadi ia pegang, mengambil bolpoin dan menyodorkannya kepada Nay.Nay menerima dengan sebuah senyuman yang menghiasi bibirnya. "Hei! Apa yang kau lakukan?" Semua gerakan Nay tak ada yang luput dari pengawasan Mona."Ini, sudah aku tanda tangani, 'dah sana pergi dan jangan kembali lagi ke sini. Ingaaat!" Nay menyodorkan kembali map yang sudah ia tan
"Hei, apa yang kalian lakukan? Berhenti sekarang juga!"Bentakan suara berat yang mendekat, membuat Nay dan Mona yang sedang adu fisik, sontak berhenti bergerak seketika, malah kini sama- sama fokus pada lelaki yang baru datang dengan mengenakan seragam satpam."Ayo semua ikut saya ke kantor." Pak satpam berusaha menjangkau tangan Nay. Namun, Nay menepis halus."Tapi saya harus menjaga pasien, Pak. Orang ini yang tiba tiba datang dan langsung menghina saya," lapor Nay dengan tangan menunjuk ke arah Mona. Dan perempuan yang ditunjuk itu pun hanya bisa melirik sinis ke arah Nay."Benar, Pak. Mbak ini yang datang, dan langsung berkata kasar, saya dengar dan melihatnya sendiri." Entah darimana datangnya, tiba tiba seorang lelaki dengan jas kebanggaannya yang berwarna putih, sudah berdiri di dekat Nay.Nay yang kaget langsung melangkah mundur, seolah sedang bertemu dengan seorang hantu, tapi tampan sangat.
Nay tak lagi menunggu jawaban atau tolakan dari Ratna lagi, dia langsung menyuapkan sesendok nasi dan lauk yang sudah ia beri kuah ke dalam mulut Ratna."Tadi kamu dari mana, Nay? Aku seperti mendengar kamu tadi berkata tentang hamil-hamil gitu?" Ratna bertanya pada Nay sebelum akhirnya membuka mulutnya lagi.Mendengar pertanyaan Ratna, Nay langsung merubah ekspresi wajahnya, dia tak menyangka kalau Ratna mendengar tadi."Mimpi kali kamu, aku nggak ngomong apa -apa kok?!" sangkal Nay, dia tak ingin Ratna sakit hati saat tahu apa yang terjadi tadi."Aku bangun dari tadi, Nay. Aku tadi malah berusaha mengambil air sendiri, tapi malah jatuh ke bawah."Sontak Nay menurunkan pandangannya ke bawah kursi, dan benar di sana ada segelas air mineral yang masih bisa utuh, tergeletak tak berdaya di bawah, berada di antara kaki ranjang dan kaki kursi.Nay kembali menyuapkan sesendok nasi sebelum mengulurkan tangannya mengambil ge
"Bruugh!"Delon terhenti saat di depannya terjadi incident, sang sekretaris menabrak orang yang baru saja keluar dari ruangan bagian keuangan."Maap, Pak!" ujar pria yang tampaknya terburu buru itu pada Deni, sang sekretaris.Orang tersebut langsung pergi setelah sebelumnya juga menundukkan kepalanya kepada Delon.Delon terdiam, dengan mata menyipit saat melihat wajah orang yang tadi menabrak Deni. Sepertinya dia sedang mengingat sesuatu."Ah ...." Delon berseru sambil menjetikkan tangan kirinya, di bibirnya ada senyum yang tak bisa di artikan."Den, kamu cari tahu siapa orang yang baru saja menabrak kamu, aku ingin identitas lengkapnya ada di mejaku sebelum makan siang.""Siap, Pak." jawab sang sekretaris yang kemudian langsung berlalu dari samping Delon mengikuti ke mana tadi arah orang yang menabraknya pergi.Delon melangkah sendirian ke arah lift yang khusus untuk para petinggi kantor. Hingga pintu l